SEPUCUK surat melayang ke rumah bekas Panglima Laskar Jihad, Ja?far (atau Jakfar) Umar Thalib. Isinya menegangkan: sang pengirim meminta Ja?far memetakan daerah rawan politik di wilayah Jawa Tengah bagian selatan dan Yogyakarta. Ja?far juga diharapkan bisa menyediakan tenaga lapangan siap pakai. Ini diperlukan untuk mengantisipasi meningkatnya suhu politik menjelang Pemilihan Umum 2004.
Tenaga lapangan siap pakai yang dimaksud adalah umat militan di bawah komando Ustad Ja?far, yang disebut-sebut dalam surat itu pernah menjalin komunikasi lancar dengan Jenderal (Wiranto).
Di bagian bawah tertera dua tanda tangan pengirim surat: Abubakar Refra dan Faizal Assegaf. Keduanya adalah Koordinator dan Sekretaris Presidium Forum Eksponen ?98?lembaga ini kabarnya dekat dengan jenderal pensiunan yang mantan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan itu. Ditilik dari nomornya, surat dikirim pada November tahun lalu.
Senin pekan lalu, surat kepada Umar Thalib itu membuat dunia politik di Tanah Air geger. Hari itu, dalam rapat kabinet, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letjen A.M. Hendropriyono menuding bekas Panglima TNI Wiranto menunggangi mahasiswa yang berdemo menuntut Presiden Megawati mundur, menyusul kenaikan harga bahan bakar minyak pada 2 Januari lalu. Selain Wiranto, dituduh juga Ketua Partai Nasionalis Bung Karno Eros Djarot, Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia yang mantan Menteri Koperasi Adi Sasono, dan bekas Menteri Keuangan Fuad Bawazier. Bekas Menteri Perekonomian Rizal Ramli, yang dikenal sebagai tokoh mahasiswa, juga katut disinggung dalam rapat.
Karena itu, Mega berang. Meski tak menyebut nama, Megawati, dalam pidato tanpa teks sehari setelah itu, dengan tegas menantang mereka. ?Ayo, kita bertarung dalam Pemilu 2004,? ujarnya berapi-api di depan ratusan massa PDI Perjuangan di rumah Kebagusan, Jakarta Selatan. Roy Janis, Ketua Fraksi PDIP di DPR, yang dikonfirmasi wartawan, membidik Fuad Bawazier dan beberapa nama lainnya sebagai biang keladi di balik demo anti-kenaikan tarif. ?Ibu sekaligus ingin menyampaikan unek-uneknya,? kata sumber TEMPO di kandang Banteng. Kabarnya, Mega gusar dengan ulah Wiranto. ?Padahal Mas Wiranto kan tak sampai di Mahkamah Internasional atas bantuan pemerintah juga,? celetuk Mega, seperti ditirukan seorang sobat karibnya.
Wiranto bergerak menggalang kekuatan, begitu kata orang. Tokoh yang tak asing bagi Presiden Megawati itu tentu saja mengejutkan ketika namanya jadi buah bibir dalam pertemuan antar-menteri itu. ?Surat itu salah satu bukti keterlibatan Wiranto,? kata sumber TEMPO di BIN. ?Kami cukup lama mengawasi sepak terjang Wiranto menggoyang Mega, khususnya upaya dia menggalang kelompok Islam radikal, aktivis LSM, dan mahasiswa,? kata sumber itu lagi.
Maka, nama sang Jenderal mencuat kembali. Dipecat oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada Februari 2000, pamor bekas ajudan mantan presiden Soeharto itu muncul-tenggelam. Ia pernah dituding mendanai gerakan Islam radikal seperti Laskar Jihad dan Front Pembela Islam. Ia juga dituduh bertanggung jawab atas pembunuhan massal pasca-jajak pendapat di Timor Timur. Tapi, setiap kali tudingan diarahkan, setiap kali pula ia ?selamat?. Ia bernyanyi di televisi?bahkan masuk dapur rekaman?dan pelan-pelan pembicaraan tentang dia menyurut.
Tapi Wiranto tampaknya bukan orang yang mudah meninggalkan gelanggang politik. Surat Eksponen ?98 kepada Ja?far itu adalah salah satu bukti manuvernya yang diajukan BIN. Telah lama Eksponen ?98 dituduh sebagai ?peliharaan? Wiranto. Lembaga ini pernah melakukan aksi demonstrasi menentang pengadilan hak asasi manusia terhadap Wiranto dalam kasus Timor Timur. Mereka juga dituding berada di balik insiden penyerangan kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada Maret 2002. Ketika itu Kontras baru saja membawa keluarga korban menemui Wiranto di rumahnya. Sang Jenderal tersinggung, dan Abubakar serta Faizal mendamprat Ketua Kontras, Munir. Keesokan harinya, kantor Kontras di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, diobrak-abrik orang tak dikenal.
Dalam surat kepada Ja?far Umar yang kopiannya disimpan BIN itu, tercantum alamat Eksponen ?98. Mereka suka berkumpul di kawasan Condet, Jakarta Timur, dan di Jalan Simpruk Golf, Jakarta Barat. Kantor di kawasan Condet adalah rumah yang dikontrak Faizal tapi sudah ditinggalkannya enam bulan lalu. Adapun rumah di Simpruk Golf adalah kediaman Wiranto.
Tapi Abubakar Refa membantah dibekingi Wiranto. ?Forum Eksponen ?98 bukan bikinan Wiranto,? katanya. Abubakar bahkan mengaku tak mengenal Wiranto. Ia juga membantah telah mengirim surat kepada Ja?far Umar Thalib. Kepada wartawan TEMPO Heru C. Nugroho, Ja?far juga menyangkal telah menerima surat dari Eksponen ?98. ?Nama lembaga itu pun baru saya dengar sekarang,? ujarnya berapi-api.
Indikasi lain dari upaya Wiranto menggalang kekuatan adalah kontak sang Jenderal dengan sejumlah aktivis Bandung. Dalam cerita versi BIN, pada 25 Desember 2002 Wiranto bertemu dengan sekitar 20 tokoh pergerakan mahasiswa dan LSM di Hotel Savoy Homan, Bandung. Agenda pertemuan ini adalah mengevaluasi pemerintahan Megawati dan melakukan konsolidasi kekuatan prodemokrasi dengan kelompok Wiranto untuk mengambil alih kekuasaan pada 2003.
Hadir dalam pertemuan itu di antaranya aktivis Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia Paskah Irianto, bekas Direktur LBH Nusantara Effendi Saman, bekas aktivis mahasiswa Universitas Padjadjaran Wawan Akil (dalam dokumen BIN disebut Iwan Ekhel), serta beberapa aktivis lainnya. Menurut sumber BIN, dalam berbagai pertemuan yang didalangi Wiranto, ia selalu menyatakan kesediaannya memimpin gerakan, mengupayakan pengunduran pemilu hingga 2005, dan mengganti kekuasaan dengan sistem presidium dengan Wiranto sebagai ketua.
Para aktivis tidak membantah bertemu Wiranto. ?Memang Wiranto mengundang kami untuk bertemu,? ujar Wawan Akil kepada wartawan TEMPO Ahmad Taufik. Menurut Wawan, pertemuan itu diatur oleh Erik S. Wardana, bekas aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Bandung yang kini menjadi sekretaris di Institute for Democracy Indonesia (Idei)?sebuah lembaga kajian yang dipimpin Wiranto. Peserta pertemuan juga dikumpulkan Paskah Irianto. Di awal pertemuan, Wiranto membuka pembicaraan dengan mengklarifikasi kegiatannya di masa lalu. ?Pertemuan hanya satu jam dan banyak diisi dengan kritik kami kepada Wiranto,? kata Wawan. Setelah itu, peserta pulang dan, ?Tidak ada komitmen apa-apa,? ia melanjutkan.
Tiga hari kemudian, di tempat tinggal Akil di Jalan Dr. Curie, Bandung, diadakan lagi pertemuan aktivis LSM dan mahasiswa. Kali ini jumlah pesertanya lebih besar. Sang Jenderal tak ikut, tapi di sana agenda yang lebih penting dibicarakan. ?Di rumah saya,? kata Wawan, ?baru ada agenda untuk menjatuhkan Megawati.? Alasannya, pemerintah dipandang tak bisa memberantas korupsi sehingga mesti diganti dengan kaum muda yang tak punya dosa sejarah. Menurut Effendi Saman, selanjutnya beberapa kali ia diundang ke kantor Idei. ?Tapi saya tetap tidak melihat itu sebagai upaya penggalangan kekuatan,? katanya kepada Eduardus Karel dari Tempo News Room.
Sejumlah aktivis tengah menggadang-gadang Wiranto? Ataukah sebaliknya, pertemuan Savoy itu merupakan upaya bekas bos tentara itu untuk mendekat kalangan muda? Aroma saling memanfaatkan itulah yang sempat merebak di Bandung. ?Sehari sebelumnya saya sudah mendengar, dalam pertemuan itu Wiranto hendak membahas rencana menjatuhkan Mega. Saya tak mau terjebak dalam kudeta militer. Karenanya, saya tak datang,? kata Arif Nugroho, aktivis dari Universitas Padjadjaran. Arif, sehari sebelum acara, bahkan telah mengkampanyekan kepada aktivis lain supaya tak datang.
Tapi pertemuan telah terjadi. Wiranto, pada taraf tertentu, agaknya telah berhasil menanam pengaruh. ?Kondisi obyektifnya, Megawati tak mampu berbuat banyak. Kami tidak alergi bekerja sama dengan siapa saja, termasuk Wiranto,? kata Akil. Paskah lebih percaya diri. Katanya, ?Kotoran pun bisa dijadikan obat asal tahu cara mengelolanya.?
Gerilya Wiranto tak berhenti di situ. Menurut seorang aktivis gerakan, di Surabaya, Wiranto juga merayap memanaskan aksi buruh menentang kenaikan harga bahan bakar. Salah satunya yang dilakukan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jawa Timur. Di tanah rujak cingur itu, operasinya dijalankan oleh Ketua SPSI Jawa Timur, Rudy Prayitno, yang mengetuai Partai Kongres Pekerja Indonesia (PKPI). Rudy memang dikenal dekat dengan Wiranto. Ia pernah mengundang Wiranto pada Kongres Pertama PKPI di Pasuruan, Oktober tahun lalu. ?Pak Wiranto saya undang untuk memberi ceramah soal kebangsaan,? kata Rudy kepada Kukuh S. Wibowo dari TEMPO.
Rudy, bersama rombongan buruh itu, tumplek di jalanan. Dalam aksi menentang kenaikan harga, Selasa pekan lalu, kelompok SPSI Jawa Timur ini termasuk demonstran terbesar yang menyemuti halaman Gedung DPRD Surabaya. ?Rudi mendapat uang dari aksi itu,? kata seorang aktivis Surabaya. Adapun Rudi membantah keras. ?Demi Allah, sepeser pun tidak menerima uang dari siapa pun,? ia menegaskan.
Di Jakarta, Wiranto punya acara padat. Ia sibuk berkeliling ke acara-acara yang digelar aktivis anti-Megawati. Ia datang ke perayaan ulang tahun Gerakan 15 Januari di Taman Ismail, Jakarta. Ia juga hadir dalam beberapa pertemuan Poros Indonesia yang digelar Eros Djarot (lihat TEMPO 20-26 Januari 2003).
Seorang aktivis Forum Kota?ia keberatan disebut namanya?menggambarkan gerak-gerik Wiranto. Pada 12 Januari lalu, ia dan beberapa mahasiswa diundang untuk berdiskusi di kantornya di Jalan Teluk Betung, Jakarta. Lagi-lagi Pak Wir menjelaskan posisinya dan mengajak kawan-kawan mahasiswa bergabung. ?Dia sempat bilang, jika pemerintah tak ada perbaikan, bukan tak mungkin ia turun ke jalan,? kata aktivis itu.
Tapi mahasiswa bukan satu-satunya sasaran Pak Jenderal. Seorang petinggi Golkar bercerita, saat ini Wiranto juga rajin berkeliling mencari pengaruh ke Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Beringin, yang kebetulan ketuanya dijabat purnawirawan TNI. Menjelang rapat pimpinan Golkar, Maret nanti, suara DPD sangat penting. ?Meski kemungkinannya kecil, Wiranto juga berambisi menjadi ketua umum menggantikan Akbar Tandjung,? kata pengurus Golkar itu.
Safari ke hutan Beringin ini tak dibantah Wiranto. ?Saya ini pejabat yang tahun 1998 melepaskan TNI dari Golkar. Saya punya hubungan historis dan emosional dengan Golkar. Jadi, kalau ada masalah, orang Golkar menemui saya untuk meminta saran,? katanya.
Apa tujuan gerilya Wiranto ini? BIN meyakini, bekas panglima TNI ini berambisi menggantikan Megawati. Tak hanya melalui jalan yang konstitusional, ia juga dianggap bisa menempuh jalan ?mencong?. Aliansinya dengan mahasiswa dan ide presidium dianggap sebagai salah satu bukti?meski itu merupakan langkah lemah. Dengan 35 persen kursi parlemen dikuasai PDI Perjuangan plus dukungan Golkar, Megawati sulit dilorot. Penetrasi Wiranto ke partai resmi juga tak akan efektif. ?Wiranto itu kan kartu mati,? kata seorang pengurus Golkar.
Jadi, mengapa BIN seperti kebakaran jenggot? Analis militer asal Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego, menduga persoalannya bukan sekadar penyakit paranoia yang menghinggapi lembaga intelijen itu. Indria menduga, rivalitas antara Kepala BIN Hendropriyono dan Wiranto turut pula memberi warna pada hiruk-pikuk ini.
Ini memang kisah lama. Sejak zaman Soeharto dulu kedua tokoh itu bersaing ketat untuk mendapatkan posisi Panglima TNI. ?Apalagi Hendro lebih senior dibanding Wiranto,? kata Indria. Hendro adalah alumni Akademi Militer Nasional angkatan 1967, dan Wiranto dari angkatan 1968. Selama Wiranto berkuasa, Hendro praktis tak memegang posisi penting. Tapi perseteruan ini memang bukan satu-satunya faktor. ?Isu rivalitas muncul karena ada pemicunya, yakni maraknya demonstrasi menentang kenaikan harga BBM,? kata Indria.
Wiranto dalam sebuah konferensi pers Jumat lalu membantah semua tudingan kepadanya (lihat Wiranto: ?Tuduhan itu Mengada-ada?). Adapun Hendro tak bisa dihubungi untuk dimintai keterangan. Juru bicara BIN Muchyar Yara, yang biasanya lancar bertutur, mendadak enggan bicara. ?Itu semua wewenang Pak Hendro untuk menjawabnya,? ujarnya.
Perseteruan atau tidak, kini bukan itu lagi soalnya. Seberapa sahih kekuatan dokumen temuan BIN tampaknya jadi perkara belakangan. Yang pasti, Wiranto, Eros, Adi Sasono, juga Fuad dan sejumlah figur penting lainnya kian tegas mengambil sikap: berseberangan dengan pemerintah. Rentetan demo mahasiswa, teriakan lantang kalangan oposan, dan krisis berkepanjangan ini bisa merecoki rencana Presiden Megawati untuk melaju kembali.
Arif Zulkifli, Karaniya Dharmasaputra, Sunudyantoro, Kukuh S. Wibowo (Surabaya), Upik Supriyatun (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini