Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GUSMARDI Bus-tami diberondong pertanyaan oleh sejumlah bekas anak buahnya ketika beranjangsana ke Kementerian Perdagangan pada Jumat, 16 Agustus lalu. Para pegawai kementerian menanyakan masa depan pekerjaan mereka seandainya Kementerian Perdagangan dilebur ke Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perindustrian dalam kabinet Presiden Joko Widodo jilid II. “Mereka resah. Tidak tahu ke depannya seperti apa,” ujar mantan Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan ini, Jumat, 23 Agustus lalu.
Pria 66 tahun itu menjadi tempat bertanya karena dua kali mengalami perubahan nomenklatur Kementerian Perdagangan. Pada 1995, Presiden Soeharto mengga-bungkan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. Sembilan tahun kemudian, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memisahkannya menjadi Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. “Pada 1995, saya lama tak mendapat jobdesc,” kata Gusmardi.
Keresahan serupa disampaikan dua peja-bat tinggi Kementerian Perdagangan. Menurut mereka, di antara pegawai Kementerian Perdagangan, meruyak kekhawatiran akan terjadi tumpang-tindih pekerjaan jika Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri dipindahkan ke Kementerian Luar Negeri. Begitu juga jika bagian lain di Kementerian Perdagangan, seperti Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka, serta Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, dilebur ke Kementerian Perindustrian.
Rencana peleburan Kementerian Perdagangan ke kementerian lain dilontarkan Presiden Jokowi pada 14 Agustus lalu. Jokowi mengatakan, kelak, sebagian peran Kementerian Perdagangan akan disatu-kan ke Kementerian Luar Negeri sehingga muncul nomenklatur baru, yakni Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Internasional. Kementerian Luar Negeri dianggap tepat menangani bidang tersebut karena membawahkan duta besar Indonesia di seluruh dunia. “Sangat tepat masuk di sana,” kata Jokowi.
Sejumlah menteri Kabinet Kerja mengikuti sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat di Senayan, Jakarta, 16 Agustus 2019. ANTARA/Sigid Kurniawan
Sejak menjabat sebagai presiden pada 2014, Jokowi memang ingin para duta besar dari Indonesia tidak hanya jago dalam diplomasi politik, tapi juga dalam diplomasi ekonomi. Pada Februari tahun lalu, Jokowi menegur 134 duta besar dan perwakilan Indonesia di luar negeri lantaran mereka tidak bisa menggenjot ekspor dan menggaet investasi.
Jokowi juga menganggap Pusat Promosi Perdagangan Indonesia atau Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) di luar negeri, yang berada di bawah kewenangan Kementerian Perdagangan, tak efektif. Kementerian Perdagangan kemudian meng-evaluasi keberadaan ITPC. Hasilnya, ITPC di Lyon, Prancis, dan ITPC di Barcelona, Spanyol, ditutup karena tak -menggenjot ekspor Indonesia ke negara tersebut. Pada Maret lalu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bahkan mengatakan ada gagas-an bahwa sejumlah atase perdagangan akan dihapus karena kedutaan besar Indonesia di luar negeri mempunyai fungsi ekonomi.
Jika bagian perdagangan luar negeri Kementerian Perdagangan masuk ke Kementerian Luar Negeri, bagian perdagangan dalam negeri digabungkan dengan Kementerian Perindustrian. Wacana ini antara lain diapungkan Kepala Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi. Mantan Menteri Perindustrian, Mohamad Suleman Hidayat, mendengar informasi serupa. Menurut dia, penggabungan itu akan membuat kebijakan industri dan perdagangan lebih selaras. “Keduanya bersinergi,” ujarnya.
Menteri Enggartiasto menyatakan akan membantu mempersiapkan penggabung-an tersebut jika hal itu sudah menjadi keputusan Presiden Jokowi. Begitu juga Kementerian Luar Negeri. “Kami akan menyesuaikan,” ujar pelaksana tugas juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah.
Masalahnya, nomenklatur Kementerian Luar Negeri tidak bisa diubah karena menjadi triumvirat bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertahanan, yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Ketiga kementerian tersebut menjadi pelaksana tugas kepresidenan jika presiden dan wakil presiden berhalang-an tetap hingga Majelis Permusyawaratan Rakyat memilih presiden dan wakil presiden baru.
SETELAH terpilih kembali sebagai presiden, Jokowi mulai mengotak-atik arsitektur kabinetnya. Pada April lalu, kepada sejumlah orang dekatnya, dia menyampaikan gagasan melebur Kantor Staf Presiden dengan Kementerian Sekretariat Negara atau Sekretariat Kabinet. Tapi, seiring dengan berjalannya waktu, rencana itu meruap.
Namun rencana peleburan atau peme-cah--an kementerian ataupun lembaga lain tetap berjalan. Salah satu kementerian yang dikabarkan akan dipecah adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan-an. Kementerian ini digabungkan Jokowi lima tahun lalu ketika membentuk Kabinet Kerja. Kini, Kementerian Lingkungan Hidup bakal kembali menjadi lembaga sendiri. Bidang kehutanannya akan digabungkan dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang menjadi Kementerian Agraria, Tata Ruang, dan Kehutanan.
Seorang pejabat pemerintahan mengatakan Presiden Jokowi ingin membentuk Kementerian Agraria, Tata Ruang, dan Kehutanan lantaran izin lahan dan terbitnya sertifikat dianggap lamban. Sofjan Wanandi membenarkan adanya rencana tersebut. Namun, “Itu diskusi yang belum final,” ujar Sofjan, Kamis, 15 Agustus lalu.
Dua pejabat di pemerintahan dan dua petinggi partai pengusung Jokowi-Ma’ruf Amin mengatakan kementerian yang juga akan dirombak adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, serta Kementerian Sosial. Adapun kementerian yang akan dihapus adalah Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Kementerian Pendidikan dan Kebudaya-an akan diubah menjadi Kementerian Pendidikan Dasar, Menengah, dan Kepemudaan. Bagian kepemudaan merupakan boyongan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga. Adapun Direktorat Jenderal Kebudayaan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan digabungkan ke Kementerian Pariwisata sehingga namanya menjadi Kementerian Kebudayaan dan -Pariwisata.
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi akan dipisah menjadi dua lembaga, yakni Badan Riset Nasional dan Kementerian Pendidikan Tinggi. Selanjutnya, Kementerian Sosial menjadi Kementerian Kesejahteraan Sosial.
Salah satu kegiatan pameran Pusat Promosi Perdagangan Indonesia di Barcelona, Spanyol. Dokumentasi IPTC Barcelona
Presiden Jokowi juga menyiapkan kementerian baru, yakni Kementerian Investasi, Kementerian Ekonomi Digital, dan Kementerian Industri Kreatif. Dua kementerian terakhir bisa saja digabungkan. Kementerian Investasi akan mengambil fungsi Badan Koordinasi Penanganan Modal. Sedangkan Kementerian Ekonomi Digital dan Industri Kreatif atau Kementerian Digital dan Ekonomi Kreatif merupakan alih wujud Badan Ekonomi Kreatif. “Kita perlu yang baru karena kondisi global,” kata Jokowi dalam wawancara khusus dengan Tempo pada Senin, 19 Agustus lalu, tentang alasan pembentukan kementerian baru tersebut.
Jokowi memastikan Kementerian Digital dan Ekonomi Kreatif akan diisi pengusaha yang sukses melambungkan perusahaan rintisannya yang berbasis digital. “Stoknya banyak, anak muda,” ujarnya.
Presiden juga mengatakan arsitektur kabinetnya dibuat berdasarkan masukan sejumlah orang. “Banyak yang diajak,” ujarnya, Senin, 19 Agustus lalu. Seorang pejabat Istana mengatakan salah satu orang yang menyerahkan konsep tersebut adalah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin.
Syafruddin belum bisa dimintai konfirmasi. Pesan dan panggilan telepon dari Tempo tidak berbalas. Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Rini Widyantini membenarkan kabar bahwa atasannya telah memberikan masukan kepada Presiden Jokowi. “Menteri PAN memberikan peta maupun aspek peraturan perundang-undangan dan kementerian mana yang berkaitan,” ujarnya.
DUNIA yang bergerak cepat dan pesatnya inovasi menjadi sorotan Jokowi dalam pidato kemenangannya sebagai presiden terpilih 2019-2024 di Sentul, Bogor, pada 14 Juli lalu. Pada periode kedua pemerintahannya, ia mengatakan akan berfokus pada lima permasalahan mendasar, yakni infrastruktur, pembangunan sumber daya manusia, investasi, reformasi birokrasi, serta penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang efisien.
Dari lima poin dalam pidato bertajuk “Visi Indonesia Maju” itu, tiga di antaranya menjadi target utama yang hendak dicapai pemerintah Jokowi periode kedua. Menurut seorang pejabat pemerintah, ketiga hal itu adalah infrastruktur, sumber daya manusia, dan reformasi birokrasi. Ini yang menjadi pijakan Jokowi dalam merancang arsitektur kabinet barunya. “Yang penting nomenklaturnya dulu,” kata Jokowi. Calon menteri yang dibutuhkan pun, menurut dia, bergantung pada nomenklaturnya.
“Kita perlu yang baru karena kondisi global.”
Lembaga yang diubah atau dibentuk baru itu tak melulu berupa kementerian. Bisa juga dibentuk badan yang setara dengan kementerian. Di bidang sumber daya manusia, misalnya, Jokowi berencana membentuk Badan Talenta Nasional untuk mengelola sumber daya manusia yang unggul.
Deputi II Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu Sosial, Ekologi, dan Budaya Strategis Kantor Staf Presiden, Yanuar Nugroho, mengatakan timnya masih menggodok pembentukan lembaga manajemen talenta. Tidak hanya terhadap mereka yang unggul secara akademis, badan ini juga akan mengurus mereka yang berbakat di bidang seni dan budaya serta aparat sipil negara yang potensial. “Untuk mengelola sumber daya manusia guna meningkatkan daya saing,” ujar Yanuar.
Badan lain yang akan dibentuk adalah Pusat Legislasi Nasional, yang akan mengurusi perundang-undangan, serta Lembaga Ekonomi dan Keuangan Syariah. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan lembaganya masih membahas pembentukan Pusat Legislasi Nasional, yang bertujuan agar pembahasan undang-undang dan peraturan di pemerintah menjadi satu pintu.
Deputi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Rini Widyantini menyebutkan saat ini pembentukan lembaga baru masih dibahas, termasuk mengkaji fungsinya. Sebab, ada fungsi yang sudah melekat ke kementerian atau lembaga yang ada. Rini mencontohkan Badan Talenta Nasional yang cakupannya luas karena disebut menyangkut baik aparat sipil negara maupun bukan. “Harus diperjelas dulu, apa ini berkaitan dengan ASN atau mencarikan pekerjaan,” katanya.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, EGY ADYATAMA, RAYMUNDUS RIKANG
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo