Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Yang sukses, yang merampok

Para imigran asia di as banyak yang sukses di universitas. imigran asia dituding punya bakat kriminil: perampokan, pembunuhan, narkotik, dll, semuanya baik yang sukses & bikin onar menjadi amerika-amerika baru.

6 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANAK-anak Asia ternyata hebat. Berbagai hadiah tertinggi bidang sains dan teknologi di Amerika dikuasainya. Maret lalu, Chetan Nayak memenangkan hadiah 20 ribu dolar AS dalam lomba pencarian bakat di Amerika oleh lembaga Westinghouse. Dia seorang India yang bersekolah di SMA Stuyvesant, New York. Usianya 16 tahun. Seorang anak India yang lain juga sukses. Askhay Deshay namanya, berasal dari Lexington, Kentucky. Deshay sebaya dengan Nayak. Dia menang dalam kontes penulisan esei. Karena itu, ia bisa berjumpa dengan Presiden Reagan. Namun, ada masalah. Ini yang dikeluhkan Tom Abraham, pimpinan masyarakat India di Amerika. Dia khawatir, banyak universitas terkemuka diam-diam akan menekan anak Asia. Memang ada kecenderungan kaum pendatang ini mendominasi berbagai penghargaan akademis. "Kalau ada kesamaan prestasi, misalnya seorang India dan kulit putih, maka yang kulit putihlah yang dipilih." Kasus ini menimpa Yat Pang Au. Dia tahun lalu peringkat pertama dari 432 rekannya, di San Jose, California. Mendapatkan tujuh kesempatan beasiswa, didukung pula oleh guru dan penasihat sekolahnya, Yat Pang yakin bisa mendapat tempat di Universitas California. Tapi ternyata tidak. Padahal, 10 orang lain dari sekolahnya kulit putih, diterima kuliah di situ. Ini memang bukan kasus baru di Amerika Serikat. Keadaan sekarang bisa disejajarkan dengan pengalaman Yahudi pada sejumlah sekolah di sana, tahun 1920-1930. Anak-anak Yahudi yang cemerlang dari sekolah-sekolah di Boston dicap sebagai "pembangkit grafik sialan" oleh kawan-kawan sekelasnya. Harvard, universitas yang beken itu, pun mengenakan kuota bagi mereka. Alasannya, terlalu banyak Yahudi yang jadi sarjana akan membangkitkan rasa antiSemit. Sekarang, "pembangkit grafik sialan" adalah orang Asia. Seperti terhadap Yahudi sebelumnya, mereka beralasan bahwa orang Asia hanya akan menjadi penghambat bagi kemajuan mereka. "Segera setelah persentase mahasiswa Asia mencapai dua kali lipat, tiba-tiba lampu merah menyala," kata Ling Chi Wang, profesor studi etnis di Berkeley. Sepintas lalu, angka statistik membenarkan dakwaan itu. Di California, orang Asia hanya berjumlah kurang dari 10 persen dari populasi penduduk. Tapi mahasiswanya mencapai 25,5 persen dari seluruh jumlah mahasiswa Berkeley. Orang Asia juga dituding punya bakat kriminal. Organisasi gelap yang berakar di Taiwan atau Hong Kong tumbuh di sana: narkotik, pelacuran, perjudian, pemerasan, dan pembunuhan. Yang dijadikan contoh, misalnya adalah gerakan Gang Bambu -- sebuah kelompok anak-anak Taiwan di Amerika. Sebelas anggota kelompok itu diadili di New York tahun 1985. Tiga di antaranya membantai seorang penulis Cina yang mengkritik Presiden Taiwan (kini almarhum) Chiang Chingkuo. Tahun lalu, jaksa agung California meminta bantuan pemerintah federal menekan gang imigran Asia. Baru-baru ini, seorang profesor sosiologi dan psikologi dari Universitas San Diego mewawancarai puluhan remaja asal Asia Tenggara. Dia mempelajari tindak kriminal anak-anak itu dan berusaha menggambarkan profil mereka yang beretnis Cina, Vietnam, atau campuran. Yakni mereka yang tiba di Amerika pada usia antara 13 dan 20 tahun, menjadikan dirinya sebagai anak jalanan, kehilangan beberapa tahun masa sekolah, tanpa keluarga yang utuh, betkemampuan Inggris yang tak memadai di sekolah, menggantungkan diri pada respon kekerasan, terbebani penghematan ketat untuk bisa membiayai keluarga di seberang laut yang ingin datang ke Amerika, dan melihat kejahatan sebagai jalan pintas menuju sukses. Para anak muda ini jarang bergabung dengan gang resmi. Tapi mereka cenderung untuk putus sekolah, hidup bersama, ngeluyur dari kota ke kota, merampok dan tinggal di motel-motel. Tak seperti gelombang pertama yang pergi dari Vietnam pada tahun 1975 yang umumnya berpendidikan, dan anak-anak mereka meraih prestasi baik di bidang akademis, gelombang kedua -- mulai tiga tahun kemudian -- berasal dari komposisi yang berbeda. Kebanyakan mereka adalah petani atau nelayan miskin. "Di Vietnam orangtua punya sikap sebagai pemberontak, 'tirulah pemerintah komunis, tentanglah kekuasaan'," kata Tung Minh Tran, psikiater yang dulu pernah menjadi menteri kesehatan Vietnam Selatan. "Bila ini merupakan jalan pikiran penting untuk bisa bertahan di negeri yang penuh kontradiksi, ini hanya akan melahirkan anak-anak yang menertawakan kekuasaan." Sang Nam Chinh baru berumur sembilan tahun saat Saigon jatuh. Ibunya janda dan harus menanggung keluarga dengan lima anak perempuan dan tiga anak laki-laki. Pada tahun 1978, mereka menjadi 'orang perahu". Mulanya mereka berlayar ke Malaysia. Kemudian petualangan berakhir di San Gabriel Valley di California, 10 mil di timur Kota Los Angeles. Di sini komunitas Cina dan Vietnam berkembang sebanyak 30 ribu, dipenuhi oleh kedai-kedai kopi Vietnam, berbagai gedung pertemuan dan klub semacam "the Saigon Centre" di East Valley Boulevard. Di situlah mereka berakar. Kini Nam Chinh sudah berusia 22 tahun. Dia dipenjara lantaran membunuh polisi sewaktu merampok toko permata di Chinatown, Los Angeles. Sangat mudah memang -- membeli senjata, kokain, dan putus sekolah. Pengalaman Nam Chinh adalah contoh tragis. Di Mississippi, misalnya, nelayan asal Vietnam bernasib baik. Mereka disambut dengan ramah oleh awak perahu trawl setempat, dan diperkenalkan dengan cara modern menangkap udang, untuk keuntungan bersama. Gerombolan yang mengalir ke California dari arah barat dan selatan memang menginginkan kesempatan bekerja. Tapi amat banyak pula masalah yang melatarbelakanginya. Perang Vietnam, bagaimanapun juga, telah melahirkan arus imigran. Politik yang tidak menentu dan pertikaian macam di Libanon, Amerika Tengah, atau malah Filipina, menjadi penyebab pula. Kemiskinan orang Meksiko juga menjadi sebab. Selain itu, ada uang berlebih yang digenggam para usahawan asal Jepang. Lalu mereka pun, baik yang sukses maupun yang bikin onar, menjadi Amerika-Amerika baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus