SATU demi satu pohon kelapa di sana kelihatan kuning, kemudian
layu, dan gundul. Kaum tani sudah menduga bahwa pasti pohon itu
terserang penyakit. Tapi penyakit apa? Kalangan ahli pun belum
bisa menjawabnya. Buat sementara, pada umumnya orang menyebut
saja "Layu Natuna" karena terjadi di kepulauan Natuna, Riau.
Penyakit itu sudah menular selama 5 tahun, terutama memusnahkan
kebun kelapa rakyat di pulau Bunguran. "Penyakitnya
melompat-lompat," keluh seorang petani tua pada Rida K. Liamsi
dari TEMPO. "Banyak penduduk yang terpaksa pindah karenanya dan
mencari kerja lain," sambung Tajuddin, seorang camat setempat.
Bencana ini sudah secara beranting dilaporkan ke Departemen
Pertanian di Jakarta. Sejumlah ahli, termasuk yang dari LPTI
(Lembaga Penelitian Tanaman Industri), sudah melihatnya di
tempat. Bahkan FAO, badan PBB urusan makanan dan pertanian,
sudah ikut memperhatikan kasus Bunguran itu, menurut ir. Loth
Kaban, pejabat Dinas Perkebunan Riau.
Produksi kelapa Natuna biasanya mendapat pasaran di Kalimantan
Barat dan Jawa Tengah. Tapi sejak Maret lalu, berlaku peraturan
karantina, yaitu kelapa termasuk bibitnya yang berasal Natuna
dilarang dibawa ke daerah lain.
Walaupun hanya berjangkit di pulau Bunguran, ternyata seluruh
kepulauan Natuna dianggap terserang penyakit "layu" itu.
Padahal banyak pulau lain di sekitar Bunguran yang juga memiliki
pohon kelapa diketahui masih belum terkena sebenarnya. Tapi
penularan dari Bunguran dikuatirkan akan membahayakan
lingkungannya.
Hasil penelitian pertama menyebutkan bahwa penyakit itu
disebabkan oleh sejenis bakteri atau cendawan yang menyerang
akar pohon. Sudah dicoba mencegahnya supaya tidak merambat ke
pohon lain dengan Basugin G.10. Bubuk yang per 10 gr dicampur
12 liter air disemprotkan ke sekitar akar pohon. Tapi batang
yang terserang layu dimusnahkan saja. Sudah 5000 pohon ditebang.
Ditaksir 25.000 batang yang terkena.
Ternyata kemudian bahwa kesimpulan semula tentang penyebab
penyakit itu masih perlu diperbaiki lagi. Penelitian lebih
serius menyimpulkan ada semacam virus, yang pernah juga
menyerang kebun kelapa di Afrika.
Tapi, demikian ir Kaban, itu juga belum pasti. Penelitian ini
rupanya sulit dilakukan antara lain karena sejumlah contoh
bagian pohon -- yang terlalu lama di perjalanan untuk mencapai
pusat penelitian di Bogor -- dianggap kurang baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini