Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tepat seratus tahun lalu, Pieter Adriaan Jacobus Moojen dari Dewan Kota Praja Batavia merancang Menteng dalam konsep kota taman alias tuinstad. Bangunan yang boleh berdiri di sana harus menyesuaikan dengan iklim tropis, bukan bergaya Eropa, yang ketika itu banyak dipakai. Kawasan yang dulu bernama Nieuw-Gondangdia tersebut menjadi perumahan modern pertama di Hindia Belanda. Moojen tampil sebagai pelopor bangunan modern tropis alias indische bouwstjil.
Pada 1918, proyek berlanjut ke tangan arsitek lain, seperti F.J. Kubatz dan F.J.L. Ghijels. Mereka lebih banyak membangun rumah awal di sana. Tapi gaya indische masih tetap menjadi pegangan. Ketika boom harga minyak pada 1970-an, penghuni baru Menteng bermunculan. Mulailah bangunan indische berganti dengan gaya klasik istana Eropa. "Banyak orang kaya masuk yang merusak Menteng," kata Romo Adolf Heuken, sejarawan Kota Jakarta.
Sisa-sisa bangunan lama semakin minim terlihat. Tempo mencatat beberapa yang tersisa. Ciri khas utama rumah lama Menteng sebenarnya sangat sederhana, terdiri atas bangunan utama yang terpisah dari tembok tetangga dan ada bangunan tambahan di belakangnya. Atapnya tinggi dan lebar, hingga menjorok satu meter dari dinding luar.
1. Bangunan satu tingkat
2. Bangunan dua tingkat
3. Bangunan beratap datar
4. Masjid Cut Meutia
Di sinilah pintu masuk Menteng lama. Dulunya menjadi kantor kontraktor, NV De Bouwploeg, untuk mengerjakan rumah-rumah di sana. P.A.J. Moojen yang merancang gedung yang selesai dibangun pada 1912 itu. Kondisi bangunan masih baik. Gaya arsitekturnya art nouveau. Bangunan ini pernah menjadi kantor jawatan kereta api Hindia Belanda dan kantor MPRS pada zaman A.H. Nasution sebelum menjadi masjid.
5. Bistro Boulevard (bekas Kantor Imigrasi)
Gedung ini memakai teknik beton bertulang pertama di Hindia Belanda. Dibangun pada 1913 oleh Moojen sebagai tempat penyelenggaraan pameran seni rupa dan seni murni. Pada 1997, kondisinya terbengkalai. Sempat bermasalah ketika pemilik baru menamakannya Buddha Bar, sebelum akhirnya diganti, dan bangunan sedikit terselamatkan.
6. Gedung Bappenas
Dulu sempat menjadi tempat pertemuan atau loge Vrijmetselaar (Freemasonry atau Tarekat Bebas). Pembangunannya sekitar 1925 oleh Algemeen Ingenieurs en Architecten Bureau. Pada 1966 pernah digunakan mahkamah militer untuk mengadili tokoh G-30-S. Sampai sekarang menjadi gedung Bappenas.
7. Gereja Paulus
Arsitek yang merancangnya adalah Algemeen Ingenieurs en Architecten Bureau bersama Firma Sitzen en Louzada pada 1930. Pengaruh art deco yang dekoratif sampai sekarang masih terlihat pada dinding muka bangunan. Kondisinya masih baik, meskipun ada penyesuaian bangunan tambahan di samping gereja.
8. Gereja Theresia
Dikerjakan biro arsitek Fermont-Cuypers pada 1934. Denah dasarnya berbentuk salib. Kaca patri di bagian atas dinding gereja masih dalam kondisi baik. Sekilas dari luar mirip Gereja Paulus. Tapi di bagian mimbar dalam gereja terdapat langit-langit melengkung dengan 13 kaca patri menggambarkan Yesus dan 12 muridnya.
9. Gedung Telefoongebouw
Bangunan ini pernah berganti fungsi berkali-kali, mulai kantor Departemen Pendidikan dan Keagamaan, Kantor Urusan Agama, sampai Kantor Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia. Kemudian menjadi tempat kuliah Universitas Bung Karno, sebelum akhirnya dibongkar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo