Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Yang Tersisa

2 Juli 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tepat seratus tahun lalu, Pieter Adriaan Jacobus Moojen dari Dewan Kota Praja Batavia merancang Menteng dalam konsep kota taman alias tuinstad. Bangunan yang boleh berdiri di sana harus menyesuaikan dengan iklim tropis, bukan bergaya Eropa, yang ketika itu banyak dipakai. Kawasan yang dulu bernama Nieuw-Gondangdia tersebut menjadi perumahan modern pertama di Hindia Belanda. Moojen tampil sebagai pelopor bangunan modern tropis alias indische bouwstjil.

Pada 1918, proyek berlanjut ke tangan arsitek lain, seperti F.J. Kubatz dan F.J.L. Ghijels. Mereka lebih banyak membangun rumah awal di sana. Tapi gaya indische masih tetap menjadi pegangan. Ketika boom harga minyak pada 1970-an, penghuni baru Menteng bermunculan. Mulailah bangunan indische berganti dengan gaya klasik istana Eropa. "Banyak orang kaya masuk yang merusak Menteng," kata Romo Adolf Heuken, sejarawan Kota Jakarta.

Sisa-sisa bangunan lama semakin minim terlihat. Tempo mencatat beberapa yang tersisa. Ciri khas utama rumah lama Menteng sebenarnya sangat sederhana, terdiri atas bangunan utama yang terpisah dari tembok tetangga dan ada bangunan tambahan di belakangnya. Atapnya tinggi dan lebar, hingga menjorok satu meter dari dinding luar.

1. Bangunan satu tingkat

  • Terdapat di Jalan Mohammad Yamin, Jalan Kusumaatmaja, dan beberapa jalan lainnya.
  • Bentuk atap variasi dari pelana (prisma segitiga) atau pelana (limas segitiga).
  • Ada pula atap bergaya kopel, satu atap untuk dua rumah.
  • Luas lahan 500-800 meter persegi.
  • Tembok dan langit-langit rumah tinggi.
  • Bukaan jendela yang besar.
  • Di bagian muka terdapat teras yang ternaungi atap lebar.
  • Ornamen: tempelan batu kali setinggi 80-90 sentimeter di bagian muka, bagian atas kolom teras terdapat profil cetakan semen.
  • Bangunan utama terdiri atas dua kamar tidur, ruang keluarga, kamar mandi, dapur, dan kamar pembantu.
  • Bangunan tambahan atau paviliun terdapat kamar tidur dan kamar mandi tamu.
  • Ikon: rumah cantik di Jalan Cik Ditiro, yang sekarang telah hancur karena pembongkaran.

    2. Bangunan dua tingkat

  • Berada di jalan utama, seperti Jalan Teuku Umar, Jalan Imam Bonjol, dan Jalan Diponegoro.
  • Bentuk atap variasi dari atap perisai.
  • Luas lahan ada yang lebih dari seribu meter persegi.
  • Ketinggian tembok, bukaan jendela, dan ornamentasi hampir sama dengan bangunan satu tingkat. Hanya jumlah kamar dan kamar mandi yang lebih banyak.
  • Bentuk bangunan bergaya vila di Belanda.
  • Ada variasi lain tipe ini dengan atap curam sehingga lantai dua bangunan berada di bagian atap. Rumah beratap curam masih terlihat di Jalan Haji Agus Salim.

    3. Bangunan beratap datar

  • Yang masih dalam kondisi baik: rumah kediaman Duta Besar India. Gaya rumah ini art deco. Sekilas bentuknya seperti kapal pesiar.
  • Dulu pernah ada rumah beratap datar bergaya de stijl, tapi sekarang sudah sangat langka. Gaya ini bertolak belakang dengan art deco, yang penekanannya pada sisi dekoratif. De stijl lebih sederhana dan memunculkan garis bangunan vertikal serta horizontal saja.

    4. Masjid Cut Meutia
    Di sinilah pintu masuk Menteng lama. Dulunya menjadi kantor kontraktor, NV De Bouwploeg, untuk mengerjakan rumah-rumah di sana. P.A.J. Moojen yang merancang gedung yang selesai dibangun pada 1912 itu. Kondisi bangunan masih baik. Gaya arsitekturnya art nouveau. Bangunan ini pernah menjadi kantor jawatan kereta api Hindia Belanda dan kantor MPRS pada zaman A.H. Nasution sebelum menjadi masjid.

    5. Bistro Boulevard (bekas Kantor Imigrasi)
    Gedung ini memakai teknik beton bertulang pertama di Hindia Belanda. Dibangun pada 1913 oleh Moojen sebagai tempat penyelenggaraan pameran seni rupa dan seni murni. Pada 1997, kondisinya terbengkalai. Sempat bermasalah ketika pemilik baru menamakannya Buddha Bar, sebelum akhirnya diganti, dan bangunan sedikit terselamatkan.

    6. Gedung Bappenas
    Dulu sempat menjadi tempat pertemuan atau loge Vrijmetselaar (Freemasonry atau Tarekat Bebas). Pembangunannya sekitar 1925 oleh Algemeen Ingenieurs en Architecten Bureau. Pada 1966 pernah digunakan mahkamah militer untuk mengadili tokoh G-30-S. Sampai sekarang menjadi gedung Bappenas.

    7. Gereja Paulus
    Arsitek yang merancangnya adalah Algemeen Ingenieurs en Architecten Bureau bersama Firma Sitzen en Louzada pada 1930. Pengaruh art deco yang dekoratif sampai sekarang masih terlihat pada dinding muka bangunan. Kondisinya masih baik, meskipun ada penyesuaian bangunan tambahan di samping gereja.

    8. Gereja Theresia
    Dikerjakan biro arsitek Fermont-Cuypers pada 1934. Denah dasarnya berbentuk salib. Kaca patri di bagian atas dinding gereja masih dalam kondisi baik. Sekilas dari luar mirip Gereja Paulus. Tapi di bagian mimbar dalam gereja terdapat langit-langit melengkung dengan 13 kaca patri menggambarkan Yesus dan 12 muridnya.

    9. Gedung Telefoongebouw
    Bangunan ini pernah berganti fungsi berkali-kali, mulai kantor Departemen Pendidikan dan Keagamaan, Kantor Urusan Agama, sampai Kantor Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia. Kemudian menjadi tempat kuliah Universitas Bung Karno, sebelum akhirnya dibongkar.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus