Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meluncurkan aplikasi e-Jiwa pada akhir bulan lalu. Aplikasi yang dapat diunduh secara gratis di Google Playstore untuk telepon seluler pintar berbasis Android ini dapat mendeteksi dan melakukan pemeriksaan kesehatan jiwa seseorang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti, mengatakan aplikasi e-Jiwa telah diluncurkan secara resmi pada 30 Januari lalu oleh Gubernur DKI Anies Baswedan. "Sampai saat ini sudah tercatat lebih dari 4.000 orang yang diperiksa melalui aplikasi ini," kata Widyastuti, Kamis lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Widyastuti menjelaskan, aplikasi e-Jiwa adalah salah satu inovasi yang dibuat oleh puskesmas di Kecamatan Cilandak. Lantas, aplikasi ini diperluas untuk dilaksanakan di seluruh wilayah Jakarta. "Aplikasi ini bertujuan untuk mempermudah petugas kesehatan mengetahui dan menganalisis status kesehatan jiwa seseorang. Dengan begitu, kami dapat segera melakukan tata laksana dengan tepat," ujarnya.
Aplikasi e-Jiwa dapat menilai status kesehatan jiwa seseorang melalui kode warna yang mudah dipahami. Jika hasil yang didapat berwarna hijau berarti menunjukkan status kesehatan jiwa yang sangat sehat. Warna kuning artinya membutuhkan observasi dan pemeriksaan ulang dalam jangka waktu satu bulan. Sedangkan bila berwarna merah berarti perlu mendapat pemeriksaan lebih lanjut di fasilitas kesehatan atau puskesmas terdekat.
"Terdapat tiga kelompok orang apabila dinilai melalui status kesehatan jiwanya, yakni orang yang sehat jiwanya; orang dengan masalah kesehatan jiwa, misal dengan gejala kecemasan dan depresi; dan orang dengan kecenderungan gangguan kejiwaan," kata Widyastuti.
Hasil riset kesehatan dasar (riskesdas 2013) menunjukkan estimasi angka penderita gangguan jiwa berat di DKI Jakarta adalah 1,1 per seribu penduduk. Kemudian, angka orang dengan masalah kesehatan mental adalah 5,7 persen dari jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas.
Karena itu, Widyastuti menjelaskan, fokus dari program kesehatan terkait dengan masalah kesehatan jiwa di DKI adalah menjaga orang yang sehat agar tetap sehat. "Mendeteksi dan menjaga agar kelompok orang dengan masalah kesehatan jiwa menjadi sehat dan tidak berlanjut menjadi gangguan jiwa," kata dia.
Selain itu, mengobati orang dengan gangguan jiwa berat agar dapat pulih dan kembali serta berkarya di masyarakat tanpa ada stigma. "Oleh sebab itu, petugas kesehatan membutuhkan sebuah metode yang cepat untuk menganalisis status kesehatan jiwa pasien, salah satunya lewat aplikasi e-Jiwa ini," ujarnya.
Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular, Kesehatan Jiwa, dan Napza, Wisnu Eko Prasetyo, menjelaskan, metode yang digunakan dalam aplikasi e-Jiwa adalah self reporting questionnaire 29 (SRQ 29), yakni menjawab 29 pertanyaan dengan "ya" atau "tidak" berdasarkan apa yang dirasakan dalam 30 hari terakhir. "Semua data yang dimasukkan akan terpantau oleh petugas".
Aplikasi e-Jiwa bukanlah aplikasi kesehatan pertama yang bisa mendeteksi kondisi jiwa seseorang. Pada 2015, Kementerian Kesehatan juga telah meluncurkan aplikasi serupa bernama Sehat Jiwa. Aplikasi yang dirancang Kementerian Kesehatan RI dibantu World Health Organization ini bertujuan untuk membantu mengedukasi dan menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya masalah kesehatan jiwa.
"Berbeda dengan aplikasi milik Kementerian Kesehatan yang menggunakan SRQ 20, aplikasi e-Jiwa menggunakan SRQ 29 yang mampu menilai adanya kecenderungan terkait dengan masalah penyalahgunaan zat, psikotik, dan post-traumatic stress disorder," kata Wisnu.
Karena itu, Wisnu mengimbau kepada masyarakat yang ingin dapat mengetahui kesehatan jiwanya dapat menggunakan aplikasi ini. "Aplikasi e-Jiwa dapat diunduh di Google Playstore," katanya.
AFRILIA SURYANIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo