Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebuah survei kecil-kecilan dibuat Dimas Yusuf Danurwenda dengan responden penduduk di sekitar kampus Institut Teknologi Bandung. Yang ditanyakan soal lingkungan sehari-hari. Dari hasil tanya-jawab itu, mahasiswa tahun ketiga Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung ini menjaring masalah yang dihadapi respondennya, seperti sampah serta polusi udara dan air.
Dimas lalu mengajukan pertanyaan berikutnya: apakah persoalan sehari-hari penduduk itu dilaporkan? Ternyata semua seragam menjawab tidak. Peraih perunggu Olimpiade Matematika 2005 ini berkesimpulan penduduk sadar akan kerusakan lingkungan di sekitarnya, tapi tidak tahu harus melapor ke mana. ”Bahkan banyak yang tidak tahu nomor telepon penting, misalnya dinas pemadam kebakaran,” katanya kepada Tempo pekan lalu.
Hasil survei itulah yang menjadi pijakan Dimas menggagas peranti lunak yang bisa melaporkan dengan cepat persoalan lingkungan. Dia bersama rekan kuliahnya, Arief Widhiyasa, Ella Madanella, serta mahasiswa Jurusan Desain Fakultas Seni Rupa Institut Teknologi Bandung, Erga Ganiya, membuat proyek bernama Butterfly. Aplikasi ini untuk memudahkan sistem pelaporan dari penduduk ke lembaga terkait, misalnya Kementerian Lingkungan Hidup atau lembaga swadaya masyarakat, setiap menghadapi persoalan lingkungan.
Proyek ”Kupu-kupu” buatan tim Antarmuka Institut Teknologi Bandung ini menjadi juara kompetisi peranti lunak yang diselenggarakan Microsoft Indonesia dua pekan lalu. Mereka menggondol hadiah uang US$ 1.500 plus laptop. Mereka juga akan diikutsertakan dalam kompetisi Imagine Cup dunia di Paris, Prancis, pada 3-8 Juli nanti. Di sana, Dimas dan kawan-kawan bersaing dengan peserta dari 100 negara.
Selama kompetisi di Indonesia, tim Antarmuka menyisihkan tim Institut Teknologi Bandung lain yang berada di peringkat ketiga dengan proyek Suicoden. Peranti lunak ini bisa menghitung aspek lingkungan saat membuat bangunan sehingga bisa mewujudkan konsep rumah hijau. Peringkat kedua adalah proyek Ecovillage, gabungan Institut Teknologi Telkom dan Institut Pertanian Bogor. Peranti lunak ini bisa memonitor sumber daya komunitas atau desa berbasis ekologi.
Kompetisi tahun ini diikuti lebih dari 5.000 peserta dari 326 lembaga pendidikan. Jumlah peserta itu melonjak dari tahun lalu yang diikuti 500 pendaftar. ”Ini membuktikan minat generasi muda terhadap teknologi dan kepedulian masalah sosial meningkat,” kata Tony Chen, Presiden Direktur PT Microsoft Indonesia.
Imagine Cup tahun ini memang bertema lingkungan. Tahun lalu kompetisi ini bertema pendidikan. Tim Institut Teknologi Bandung yang membuat proyek Aksara menjadi wakil Indonesia dalam kompetisi dunia di Korea. Sayang, peranti lunak yang bisa membantu orang buta huruf belajar membaca, menulis, dan berhitung ini gagal masuk final tingkat internasional. Pada kompetisi itu tim Thailand menjadi juara dengan proyek LiveBook, buku elektronik yang bisa melafalkan teks dan memunculkan gambar.
Risman Adnan, ISV Lead Developer Platform Evangelist Microsoft Indonesia, mengatakan kompetisi kali ini menantang mahasiswa membuat solusi yang bermanfaat bagi lingkungan. Menurut Risman, proyek Butterfly sangat bersahabat dengan penggunanya sehingga siapa pun bisa memanfaatkan peranti lunak ini dengan mudah. Aplikasi ini juga bisa langsung terpakai di Indonesia tanpa harus menunggu lama. ”Meski temanya sulit, saya yakin tim dari Indonesia akan masuk enam besar,” kata Risman, yang juga menjadi tim juri kompetisi ini.
Kesulitan mencari peranti untuk lingkungan itu dirasakan benar oleh Dimas dan kawan-kawan. Dimas mengatakan tema kesehatan dan pendidikan lebih gampang mengidentifikasi obyeknya, yakni manusia. Berbeda dengan tema tahun ini yang memberikan solusi buat lingkungan. Tapi, setelah survei ecek-ecek tersebut, Dimas dan kawan-kawan sepakat membuat peranti untuk kepentingan lingkungan yang efeknya dirasakan langsung oleh manusia.
Ella, anggota tim, mengatakan hingga saat ini belum ada sistem pelaporan terintegrasi dari pemerintah atau lembaga swasta. Tim ini pernah mendatangi Kementerian Lingkungan Hidup, yang ternyata tidak menampung sistem pelaporan dari daerah. Mereka juga menyambangi lembaga nonpemerintah, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, yang juga memiliki masalah keterbatasan jaringan untuk memantau lingkungan. ”Jadinya mereka tidak memiliki dokumentasi yang lengkap,” ujar Ella.
Butterfly bisa dimanfaatkan dengan menggunakan telepon seluler segala zaman. Orang yang hanya bermodal telepon seluler jadul bisa berkirim pesan pendek atau menelepon langsung dalam bahasa Indonesia ke nomor tertentu. Tapi aplikasi ini akan lebih mantap kalau terpasang pada telepon seluler pintar dengan sistem operasi Windows Mobile. Pengguna bisa mengirim informasi berupa pesan multimedia melalui GPRS. Masyarakat juga bisa melaporkan informasi masalah lingkungan melalui situs yang harus mendaftar lebih dulu.
Semua pesan yang masuk akan dikonversikan menjadi teks dengan menggunakan Microsoft Office Communication Server. Misalnya ada laporan ”sampah bertumpuk dan bau di Sederhana Bandung”. Butterfly akan bertanya lagi kalau tidak mengenali pesan teks itu, misalnya lokasi pelapor.
Sang kupu-kupu pintar ini lalu menentukan klien yang biasa menangani masalah itu berdasarkan kata kunci, misalnya Dinas Kebersihan Kota Bandung. Dia juga membuat skala prioritas melalui Management Server. Skala itu sudah disusun berdasarkan kata kunci yang sudah disepakati bersama klien. Menurut Dimas, setiap klien akan memiliki indikator prioritas sendiri. Kalau masuk skala penting, kupu-kupu akan mengabarkannya ke dinas.
Dinas kebersihan menerima laporan itu melalui komputer dengan sistem operasi Windows XP atau Vista yang terpasang aplikasi Butterfly. Petugas bisa melihat isi laporan dengan nomor telepon, lokasi, dan waktunya. Ada juga foto satelit dengan menggunakan Microsoft Virtual Earth.
Petugas harus menanggapi laporan yang masuk melalui tiga pilihan: tindak lanjut, tunda, atau abaikan. Setiap pilihan itu akan disertai keterangan. Misalnya, kalau memilih proceed, akan dikirim tenaga kebersihan ke lokasi. Masyarakat bisa melihat berbagai masalah yang muncul dan langkah dinas terkait melalui situs. ”Publik bisa memantau laporan yang masuk sekaligus mengawasi penanganannya,” kata Dimas.
Pembimbing tim Antarmuka, Dwi Hendratmo Widyantoro, mengatakan kelebihan aplikasi ini justru tidak memerlukan perangkat yang canggih. Sistem bekerja dengan cara memfasilitasi proses pelaporan supaya sampai kepada otoritas yang tepat. ”Idenya mirip 911 di Amerika Serikat,” kata Dwi.
Amerika memiliki nomor tunggal 911 untuk menerima laporan emergensi dari masyarakat dan meneruskannya, misalnya, kepada polisi, pemadam kebakaran, atau petugas medis. Dwi mengatakan aplikasi yang awalnya menampung masalah lingkungan ini bisa dikembangkan lagi, misalnya, untuk keamanan atau keadaan darurat lainnya.
Ella mengatakan informasi bisa dengan cepat menyebar ke semua pihak melalui sistem terintegrasi Butterfly. ”Jadi aplikasi ini seperti kupu-kupu,” kata Ella. ”Terbang dari satu bunga ke bunga lain dan menyebarkan serbuk sari untuk pembuahan.”
Yandi M.R., Ahmad Fikri (Bandung)
Sistem Pelaporan Terintegrasi
Aplikasi Butterfly merupakan sistem terintegrasi yang berfungsi menerima, mendokumentasikan, dan menampilkan laporan mengenai masalah lingkungan. Misalnya Anda sedang memancing di Kalimantan. Tiba-tiba Anda melihat kayu gelondongan menghalangi laju kapal di sungai. Tinggal lapor saja melalui Butterfly. Berikut ini langkahnya.
- Pelapor
- Laporan berupa pesan teks atau multimedia melalui telepon seluler ke nomor tujuan tertentu, yang meneruskannya ke aplikasi Butterfly.
- Laporan melalui situs bagi yang telah terdaftar.
- Server Butterfly
- Laporan akan diterima server Butterfly.
- Aplikasi Butterfly akan mengkonversikan pesan multimedia dalam teks. Ia juga otomatis memilih klien atau instansi yang tepat untuk menangani masalah. Lalu menentukan skala prioritas berdasarkan kata kunci.
- Butterfly akan mengirim pesan balik ke pelapor kalau ada informasi yang dibutuhkan, seperti lokasi.
- Butterfly mengirim laporan ke instansi berwenang, misalnya Departemen Kehutanan.
- Klien atau instansi terkait
- Laporan diterima Departemen Kehutanan.
- Petugas harus memutuskan penanganan laporan tersebut, diproses, ditunda, atau diabaikan.
- Publik
- Laporan masyarakat dan keputusan instansi bisa langsung terlihat melalui situs yang bisa diakses umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo