Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Mencetak CEO Digital

Lewat simulasi bisnis JATitan seseorang bisa berperan sebagai seorang CEO. Berguna untuk mengenal dunia bisnis.

25 Januari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Faqih Mustaqim dan Rizki Darmawan mungkin boleh disebut sebagai chief executive officer (CEO) termuda di dunia. Menyi­sih­kan 100-an siswa sekolah menengah atas dari beberapa daerah, dua siswa kelas I di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 26 Jakarta ini meraih gelar CEO terbaik dalam lomba Simulasi Bisnis (SimBiz) 2010 yang digelar Universitas Binus dan Prestasi Junior Indonesia di Jakarta, Sabtu dan Ahad pekan lalu.

SimBiz adalah kompetisi memperebutkan gelar ahli dalam bisnis dengan menggunakan perangkat lunak asal Amerika Serikat bernama JA Titan. Dengan perangkat lunak ini, para pemain bisa mengambil sebuah keputusan bisnis laiknya seorang CEO.

JA Titan bisa dimainkan secara mandiri melalui situs https://titan.ja.org. Permainan ini dikembangkan dalam format flash, sebuah aplikasi untuk membuat gambar animasi. Para pemain tinggal mendaftar terlebih dulu tanpa bayar, dan bisa langsung memainkan permainan yang menantang analisis dalam menjalankan sebuah perusahaan.

Menurut pemenang SimBiz 2010 ka­tegori mahasiswa, Bagja Mahendra dan Romi Arif, cara memainkan simulasi bisnis dengan menggunakan peranti lunak JA Titan tergolong mudah. ”Kuncinya, pemain harus membaca keinginan pasar,” kata Bagja, mahasiswa semester ketujuh di IPMI Business School, Jakarta. Semakin terbiasa seseorang memainkan simulasi permainan bisnis ini semakin tajam pula analisisnya ter­hadap perkembangan dan keinginan pasar.

JA Titan, kata Bagja, adalah permainan simulasi bisnis berbasis peran. Pemain berperan sebagai CEO yang wajib mengeluarkan keputusan. Ada enam aspek keputusan yang harus diambil oleh pemain setiap periode kuartal. Keputusan tersebut meliputi penentuan harga, jumlah produksi, biaya pemasaran, biaya penelitian dan pengembangan, investasi, serta amal (CSR). ”Yang diajarkan di bangku kuliah ada dalam permainan ini,” katanya.

Dalam simulasi itu, para peserta bermain secara daring (online), mengge­rakkan sebuah perusahaan imajiner yang dikondisikan berada dalam persaingan usaha pada 2030. Kondisi pasar diasumsikan selalu berubah. Pasar menginginkan suatu produk dengan inovasi yang tinggi. Nah, kejelian dan analisis peserta dalam menghadapi kondisi ekonomi tertentu sangat pen­ting agar perusahaannya menjadi yang terdepan.

Menurut Kepala Proyek SimBiz, Fion Anggioni, kompetisi ini digelar bukan hanya untuk kesenangan, melainkan mengembangkan ketertarikan pelajar dan mahasiswa di bidang bisnis dan investasi. ”Hanya peserta yang memiliki bakat bisnis terbaik yang mampu menjadi juara. Kami mencari the true business minded,” katanya.

Faqih dan Rizki mampu membuktikan diri sebagai the true business minded. Mereka mengatur strategi secara berbeda. Ketika peserta lain menerapkan strategi perang harga, mereka memilih menjual barang dengan harga di atas standar. Mereka juga menyisihkan sebagian besar modal untuk penelitian dan pengembangan. ”Inovasi dan kualitas barang kami utamakan,” kata Faqih.

Dengan cara itu, keuntungan yang diperoleh Faqih memang sangat terbatas pada kuartal pertama. Tapi, pada kuartal berikutnya—pada saat perusahaan yang dipimpin peserta lainnya stagnan—per­usahaan Faqih justru memperoleh laba yang tinggi. Hal itu terlihat dari semakin tingginya indeks kiner­ja perusahaan. Dan, meskipun simulasi ini dikompetisikan dalam beberapa skenario kondisi ekonomi yang selalu berubah, hasilnya tetap sama. Perusahaan yang dipimpin Faqih dan Rizki selalu menjadi yang nomor satu.

Indeks kinerja perusaha­an digambarkan dengan pencapaian saldo laba akhir­ perusahaan, potensi permintaan, produktivitas, pangsa pasar, dan pertumbuhan. Semua indikator keberhasilan perusahaan tersebut bisa dilihat melalui layar monitor secara gamblang. ”Semakin tinggi indeks kinerja perusahaan pertanda semakin besar memenangi persaingan,” kata Faqih.

Pakar teknologi informatika dari Institut Teknologi Bandung, Budi Rahardjo, menilai efek penggunaan simulasi terhadap pemainnya belum pernah diteliti. ”Tapi bisa menjadi modal dasar terhadap suatu pengetahuan tertentu,” katanya.

Adapun Handaka Santosa, CEO Senayan City dan mantan Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, mengatakan tak pernah memanfaatkan bantuan peranti lunak apa pun untuk mengambil keputusan bisnis. ”Tapi kami melakukan riset sebelum memutuskan.”

Rudy Prasetyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus