Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KLIMAKS kesibukan itu selalu saja menghampiri akhir pekan Amanda Adams. Seperti malam itu. Saat itu sudah pukul 7.00 malam. Mahasiswi Universitas North Texas itu justru berkeringat merampungkan ujian pelajaran manajemen per-iklanan lewat Internet. Ia mengerja-kannya soal-soal yang seperti membeku di kepalanya itu lewat komputer di kamar kosnya.
Meskipun akhirnya ujian-nya selesai, kesibukan ga-dis- 20 tahun itu tak berhenti. Dia malah terbenam di- de-pan- komputernya. Ada sederet tugas yang tak kalah- penting: mengajak teman-temannya menyuk-seskan konser- musik kecil di kotanya, Denton, Amerika Serikat. Ia mengun-jungi teman-temannya di jagat maya di situs MySpace dan memasang peng-umum-an di sana. Ia juga menyebarkan iklan konser itu ke teman-teman- meng-obrolnya di dunia ma-ya- (chatting). ”Datang, ya,” katanya meminta- te-mannya seasrama, Carrie Clark, yang sedang berbaring di kasur bersama laptopnya.
Sudah bertahun-ta-hun- Adams memang ”ke-canduan” dua hal: dunia ma-ya dan konser kelompok musik lokal-. Ia pernah ikut menyebarkan album- rekaman band lokal di sekolah lama-nya, Frisco High, dan di mal-mal serta tempat konser di kota-nya. Album rekaman ini kadang kala disponsori perusahaan sekelas Coca-Co-la. Dia juga bergabung bersama 3.000 remaja Dallas di komunitas Inter-net yang mendukung konser Toadies, kelompok musik lokal di Dallas.
MySpace adalah situs yang ditong-krongi Adams hampir saban hari. Situs ini mirip situs pertemanan Friendster. Hanya, fasilitas dan gerakan anggota situs MySpace mencengangkan. Situs ini menjadi situs favorit berbagai band indie dan puluhan komunitas maya lainnya—seperti lesbian, gay, pencinta grup Pearl Jam, dan lain-lain. Sampai Maret 2006, ini adalah situs berbahasa Inggris terfavorit kelima serta situs terpopuler peringkat delapan dunia. Ini data dari riset Alexa Internet. Myspace telah mengungguli rivalnya, Friendster, MSN Spaces, dan LiveJournal. Anggotanya mencapai 72,2 juta orang.
Tampilan MySpace mirip Friendster. Anggotanya bisa memasukkan foto, data pribadi, hobi, dan daftar teman-temannya. Bedanya-, di MySpace, para remaja seperti -Adams bisa menampilkan rekaman musik serta video. Di ranah maya itu pula mereka merancang acara konser atau pesta. Inilah gula-gula yang memikat para musisi muda yang bermimpi bisa setenar Metallica atau Avril Lavigne, rocker manis dari Kanada. Dan ini pula yang membuat komunitas musik di situs ini lebih menonjol ketimbang komunitas hobi lainnya.
Itulah impian yang melayang-la-yang di kepala Mike Ziemer. Pemuda- 20 tahun itu ingin melambungkan kelompok musiknya. Lewat MySpace, dia menyebarkan rekaman lagunya. Ziemer memiliki teman di MySpace sebanyak 4.973. Ziemer juga menggelar konser kecil di ruang bawah tanah sebuah gereja untuk mengorbitkan berbagai band yang dulu cuma main di garasi.
Di Indonesia, gaung MySpace belum sedahsyat demam Friendster. Namun, beberapa orang mulai bergabung ke komunitas itu. Motif mereka bermacam-macam. Ada yang mencari- jo-doh, seperti halnya di Friendster, ada yang ingin mencari gambar porno- atau komunitas liar seperti klub pedofil- (di MySpace memang tak ada sensor se-per-ti di Friendster), dan ada juga yang -ingin kelompok musiknya melejit, se-perti Ziemer atau Adams.
Deu’ Galih adalah contohnya. Co-wok- asal Bandung itu berharap, le-wat- MySpace, kelompok musiknya ”Schizophones” bisa kondang. Di sana ia memajang foto kelompoknya yang se-dang pentas, serta tiga rekaman la-gu-nya (Better Than Me, Alien, dan Pulang). Kelompok yang berdiri sejak 2001 itu, menurut Galih di situsnya, ”mengusung musik grunge dicampur ketukan funk dan beberapa lagu dimasukin unsur etnik dari Sunda dan Kalimantan.”
Di Amerika Serikat, My-Space adalah fenomena. Pada 1998, MySpace cuma situs mati. Baru pada Juli 2003, Tom Anderson bersama Chris De Wolfe menghidupkan situs ini. Mereka adalah duet yang klop. Tom adalah sarjana film tapi juga seorang musisi, sedangkan De Wolfe dulu pernah memasarkan Xdrive Inc, perusahaan yang menyediakan gudang virtual di dunia maya yang bisa diisi data apa saja.
Tom pun membesarkan situs ini de-ngan mengajak teman-temanya di Hol-lywood—seperti musisi, foto model, aktor—untuk bergabung di kampung maya ciptaannya. Setahun kemudian, hampir semua remaja mulai da-ri Hollywood, seperti Hilary Duff (pemeran- utama film Lizzie McGuire), hingga Dallas bergabung dengan situ-s itu. Ledakan pengunjung MySpace inilah yang kemudian membuat raja media Rupert Murdoch membeli per-usahaan ini senilai US$ 580 juta (sekitar Rp 5,2 triliun). Murdoch bahkan melebarkan sayap MySpace ke Inggris dan membuat perusahaan rekaman yang siap mengorbitkan band baru.
Burhan Sholihin (BBC, BusinessWeek, CNN, Time)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo