Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Peneliti UI Ungkap Tantangan Pemanfaatan Kecerdasan Buatan dalam Bidang Kedokteran

Pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) di bidang kedokteran harus tetap memperhatikan prinsip etika.

18 Maret 2024 | 08.30 WIB

Ketua Klaster Medical Technology sekaligus Ketua Big Data Center IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prasandhya Astagiri Yusuf. (Dok. Humas UI)
Perbesar
Ketua Klaster Medical Technology sekaligus Ketua Big Data Center IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prasandhya Astagiri Yusuf. (Dok. Humas UI)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Klaster Medical Technology sekaligus Ketua Big Data Center IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prasandhya Astagiri Yusuf menjabarkan beberapa teknologi terbaru dari kecerdasan buatan (AI) yang dimanfaatkan di dunia kedokteran, di antaranya automated machine learning, federated learning, dan Generative AI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Prasandhya mengatakan automated machine learning dapat melakukan pemodelan prediksi atau kategorisasi secara otomatis dari big data kesehatan tanpa perlu coding pemrograman (AI to build AI).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Federated learning memfasilitasi kolaborasi pembuatan model prediksi multicenter tanpa memerlukan pertukaran data medis. Sementara itu, Generative AI mampu menghasilkan data sintetis dari data latih, baik berbasis teks, gambar, maupun video.

Kendati begitu, katanya, pemanfaatan AI di bidang kedokteran harus tetap memperhatikan prinsip etika. Prinsip ini mencakup transparansi, akuntabilitas, dan keadilan yang menjadi landasan penting untuk memastikan bahwa penerapan AI memberikan manfaat optimal bagi masyarakat dan tidak menimbulkan konsekuensi kerugian.

Ia menambahkan penggunaan teknologi AI wajib diimbangi dengan penguatan akuntabilitas moral demi menghindari bias. Pasalnya, AI dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk melengkapi, bukan menggantikan keputusan klinis. Artinya, AI tidak akan menggantikan profesi tenaga kesehatan, tetapi tenaga kesehatan yang andal memanfaatkan AI akan menggantikan praktisi yang tidak menggunakannya.

“Untuk mengatasi tantangan dalam pengelolaan big data kesehatan dan memastikan bahwa pengembangan model AI berjalan baik, diperlukan kolaborasi multidisiplin antara klinisi, ilmuwan komputer, ilmuwan data, dan ahli biostatistik. Regulasi yang jelas dari pemerintah dalam hal penggunaan AI di bidang kesehatan juga menjadi hal penting untuk menghindari masalah etika dan hukum yang mungkin timbul,” ujar Prasandhya melalui keterangan tertulis, Ahad, 17 Maret 2024.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informasi telah menerbitkan 
Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial yang diteken 19 Desember 2023. Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria menyatakan terbitnya Surat Edaran Etika Kecerdasan Artifisial atau AI bukan untuk membatasi ataupun mengekang para pengembang dan industri untuk berkreasi dan berinovasi. Menurut Nezar, sifatnya lebih sebagai panduan etika, agar pengembangan AI di tanah air lebih banyak manfaatnya dibanding dampak negatifnya.

 

Irsyan Hasyim

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus