Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Umberto Eco menulis kolom ”La Bustina di Minerva” perihal persaingan Mac vs DOS pada 30 September 1994 di mingguan Espresso. Menurut linguis Italia itu, dunia terbagi dua: pengguna Macintosh dan pemakai MS-DOS (Microsoft Disk Operating System).
Di mata Eco, Macintosh mewakili semangat Katolik. ”Dia periang, bersahabat, dan mendamaikan. Dia memberi tahu ’penganutnya’ selangkah demi selangkah mencapai—jika bukan surga—momen saat dokumen dicetak,” demikian Eco menuliskan. ”Setiap orang berhak mendapat penebusan.”
Sistem operasi Microsoft bersemangat lain. ”DOS itu Protestan atau bahkan Calvinistis,” kata Eco. DOS memberi keleluasaan untuk menginterpretasikan teks, menuntut keputusan sulit dari tiap individu, dan percaya tak semua orang akan mendapat keselamatan. Pendek kata, DOS itu sistem operasi komputer reformis.
Pada 1994 itu, menurut Eco, saat popularitas sistem operasi Microsoft lainnya, Windows, terus naik, semangatnya justru semakin mendekati Macintosh sebagai anti-reformis. Gaya Microsoft Windows, kata Eco, mirip Anglikan. ”Upacara megah dalam katedral,” katanya.
Joel Adams, profesor ilmu komputer di Calvin College, Amerika Serikat, berpendapat sebaliknya. Apple Macintosh, kata Joel, jelas mewakili Protestan, dan DOS-lah yang Katolik. Saat pertama kali diperkenalkan pada 24 Januari 1984, penampilan grafis Macintosh mendobrak tampilan kuno DOS yang sudah bertahan sejak 1970-an.
Bahkan, menurut Joel, kampanye Macintosh versi pertama, yakni film iklan 1984 yang disutradarai Ridley Scott, setara dengan 95 tesis Martin Luther, salah seorang pembaru gereja. Kemunculan Macintosh merupakan reformasi besar di dunia komputer. ”Macintosh tak pernah menjadi ortodoks,” ujarnya.
Bagi para ”penganutnya”, Macintosh, yang 24 Januari lalu genap berumur 25 tahun, adalah pembaru. Selalu menawarkan hal baru dan lebih maju, kesetiaan terhadap Macintosh sepertinya harga mati bagi mereka.
Misalnya Aulia Masna, 29 tahun, moderator komunitas pengguna Macintosh, id-mac. Dia pertama mengenal komputer bikinan Apple Computer itu pada 1993 dari teman sekolah. Ketika itu dia masih di sekolah menengah pertama, dan komputer ini masih menggunakan sistem operasi versi 6. Sejak itu, dia tak pernah pindah ke sistem operasi lain. Macintosh adalah cinta matinya.
Sesekali ia pakai Windows sekadar untuk mencoba aplikasi yang hanya berjalan di sistem operasi Microsoft—seperti peramban Google Chrome. ”Setelah selesai, ya, dibuang lagi,” katanya.
Menurut dia, apabila pindah dari Mac ke Windows, malah ribet. ”Banyak yang di Mac bisa dikerjakan, di Windows tidak,” katanya lagi. Misalnya menampilkan puluhan aplikasi sekaligus. Fitur ini penting bagi dia yang biasa mengerjakan berbagai hal secara simultan.
Sepanjang seperempat abad umurnya, Macintosh sebenarnya berkali-kali diramalkan bakal pendek umur. Hampir setiap tahun ada saja yang memprediksi kematian Macintosh—konon nama ini diambil dari buah apel jenis McIntosh kesukaan Jef Raskin, ketua proyek Macintosh pertama.
Pada 1995, bahkan Steve Jobs, pendiri dan bos Apple saat ini, mengatakan si Apel hanya akan bertahan beberapa tahun lagi. Menurut Jobs, yang pada 1985 ditendang oleh manajemen Apple, pimpinan perusahaan saat itu tak tahu lagi akan ke mana Macintosh sehingga pasarnya direbut Microsoft. Mereka menyia-nyiakan kesempatan. ”Mestinya pangsa pasarnya bisa 33 persen atau bahkan lebih. Atau bahkan menjadi Microsoft,” ujarnya.
Majalah Business Week pada Desember 2000 menulis, sepertinya Apple menemui jalan buntu untuk mendongkrak pertumbuhannya. Kembalinya Steve Jobs pada 1997 tak banyak menolong. ”Steve Jobs bukan pesulap,” tulis mingguan itu. Demikian halnya pengguna Macintosh yang sangat loyal. ”Mimpi Steve Jobs untuk membuat Apple menjadi perusahaan komputer terbesar di dunia akan tetap menjadi mimpi saja.”
Menurut Aulia, Apple yang jauh ditinggal Microsoft merupakan buah ”kesombongan” perusahaan asal California itu sendiri. Apple tak mau berbagi Macintosh dengan perusahaan lain. Sistem operasinya hanya boleh dipakai di komputer Mac. Ditambah lagi, Mac dibanderol kelewat mahal.
Sementara itu, Windows bisa dipasang di hampir semua komputer. Dan yang pasti, harganya lebih murah. Soal teknologi, bagi pencinta Mac, si Apel jelas lebih canggih. Di mata mereka, Windows, seperti kata Aulia, hanya ”good enough”, tak lebih dari itu. Tapi, bagi banyak orang, ”good enough” itu sudah lebih dari cukup.
Macintosh memang tak mati-mati juga. Bahkan, menurut perusahaan riset NetApplication, pengguna Mac semakin banyak. Dalam tiga bulan terakhir, pengguna Mac bertambah 1,7 persen. Total pengguna Mac di dunia pada Januari kemarin mencapai 9,9 persen. Pengguna Windows malah berkurang menjadi 88,3 persen atau turun 0,42 persen dari angka Desember 2008.
Salah satu titik balik Mac adalah saat dia memutuskan beralih dari prosesor PowerPC buatan IBM-Motorola ke Intel pada 2006. Keputusan itu membuat komputer Mac bisa juga ”ditanami” Windows. Kalau menghendaki Mac dengan Windows, memang sedikit repot karena perlu mengunduh peranti lunak BootCamp atau menggunakan teknik virtualisasi seperti VMWare.
Sekarang Aulia dan teman-temannya sedang menunggu-nunggu Mac OS X 10.6 Snow Leopard, sistem operasi terbaru Mac. Ini merupakan versi ketujuh dari OS X, sistem operasi Macintosh generasi kesepuluh. Versi pertamanya, Mac OS X 10.0 Cheetah, dikeluarkan pada awal 2001.
Tak seperti Microsoft yang rajin membuka diri untuk sistem operasi terbarunya, Windows 7, Apple begitu irit berbagi informasi soal Snow Leopard. Bagi yang hendak mencoba Windows 7, sudah tersedia versi beta-nya. Namun, Snow Leopard, seperti Mac OS X versi sebelumnya, tak memiliki versi percobaannya.
Apple, kata Aulia, untuk versi OS X hanya sekali mengeluarkan versi beta, yakni untuk Cheetah. Kesempatan mengintip Snow Leopard, kata Aulia, hanya diberikan bagi sangat sedikit pengembang peranti lunak rekanan Apple yang tergabung dalam Apple Developer Connection.
Menurut dia, tampilan Snow Leopard tak akan banyak berubah dari Leopard. ”Tampilan itu sudah banyak digarap di versi-versi sebelumnya,” ujarnya. Kali ini Apple lebih berfokus membuat Snow Leopard agar lebih stabil, terutama untuk urusan multitasking.
Snow Leopard juga dijanjikan dapat bekerja lebih mulus dengan Microsoft Exchange Server. Dengan demikian, pengguna Mac di kantor yang banyak menggunakan exchange server tak perlu susah-susah mengurus e-mail dan kalendernya.
Sapto Pradityo(ComputerWorld, MacObserver, MacWorld, AppleInsider)
Yang Pertama vs Terbaru
Macintosh
24 Januari 1984
Prosesor:Motorola 6809E 8MHz
Memori:64 kilobita
Hard Disk:Tak tersedia
Layar:256 x 256 monokrom
Sistem Operasi:Macintosh System 1.0
MacBook Pro 17”
6 Januari 2009
Prosesor:Intel Core2Duo 2,66 GHz
Memori:4 gigabita
Hard Disk:320 gigabita
Layar:LED 1920 x 1200
Sistem Operasi:Mac OS X 10.5 Leopard
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo