Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

<font color=#CC0000>Kisah Beckham</font> Mencari Panggung

David Beckham ngotot pindah ke AC Milan. Masih ingin tampil di Piala Dunia tahun depan di Afrika Selatan.

9 Februari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PELUIT babak pertama baru saja menjerit. Pertandingan belum selesai dan masih ada 45 menit berikutnya. Namun, rupanya, mulut pemain bernomor 32 itu sepertinya sudah tak tahan lagi. Kepada wartawan, dia pun nyerocos. ”Saya enggak mau kembali. Saya kepingin tetap di Italia.”

Peristiwa Rabu malam pekan silam itu, di Stadion Ibrox, Glasgow, Skotlandia, saat Milan bertanding uji coba, menjadi peristiwa penting atas isu yang telah bergulir selama dua pekan lebih. Untuk pertama kalinya, David Beckham—pemilik kaus bernomor 32—mengungkapkan isi hatinya.

Beckham memang sedang menghadapi masalah pelik. Januari lalu, LA Galaxy, klubnya sekarang, mengizinkan sang bintang bermain di AC Milan hingga Maret. Maklum, Major League Soccer—liga sepak bola Amerika—baru akan dimulai Maret nanti. Lagi pula, ketimbang menganggur, status pinjam­an itu bisa mendatangkan uang buat Galaxy.

Namun ternyata, di San Siro, Beckham menemukan gairah luar biasa. ”Bermain di klub besar dengan atmosfer liga sepak bola tingkat tinggi sungguh menyenangkan. Bermain di sini, saya mendapat kesempatan bermain di Piala Dunia kelak,” katanya.

Penampilannya dahsyat. Dari empat pertandingan yang sudah dilakoninya, Beckham tampil seperti saat dia muda. Bola lengkung jadi santapan enak buat striker mana pun. Fisiknya pun seperti anak muda dan sanggup bermain dua babak. Akibatnya, dia menjadi pilihan pertama dan menggusur Ronaldinho, yang baru dibeli musim ini dari Barcelona.

Gara-gara itu pula klub ini merangsek ke posisi runner-up di bawah Inter Milan. ”Penampilan Beckham sangat berguna bagi tim,” kata Carlo Ancelotti, pelatih Milan. Nama bekas kapten Inggris ini pun masuk skuad Milan di Piala UEFA melawan Werder Bremen pekan ini.

Ujung-ujungnya, mereka ingin Beckham bisa terus bermain hingga akhir musim, ”Lebih baik lagi kalau bisa dikontrak secara permanen,” kata Ancelotti. Beckham sendiri menyambut permintaan itu dengan senang hati. Dia pun merasa kerasan bermain di San Siro.

Persoalannya, Beckham telah terikat kontrak dengan Galaxy hingga tiga tahun mendatang. Pelatih Galaxy, Bruce Arena, pun berharap Beckham kembali pada saatnya. Pun demikian dengan Tim Leiweke, chief executive klub itu. Dia menjanjikan kepada para pembeli tiket bahwa Beckham akan kembali.

Sebaliknya, AC Milan tak bisa berbuat banyak. ”Dia ingin tinggal, dia tak bisa menyembunyikan itu. Problemnya tinggal dia dengan klubnya, Los Ange­les Galaxy. Dalam soal itu, kami tak bisa terlibat,” kata Adriano Galliani, General Manager AC Milan.

Kontrak pendek seperti ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya ada Henrik Larsson, pemain asal Swedia, yang pernah bermain selama sepuluh pekan untuk Manchester United musim lalu. ­Kiprahnya oke. Pemain gaek ini—ketika itu berusia 34 tahun—nyatanya memberikan kontribusi gemilang.

Desas-desus yang sempat beredar di Manchester, Larsson akan diikat kontrak permanen atau paling tidak sampai kompetisi usai. Tapi, kenyataannya, Sir Alex Ferguson, orang nomor satu di kamar ganti, meski memujinya setinggi langit, merelakan Larsson pulang ke kampungnya, Helsingborg.

Namun Beckham tentu saja berbeda. Bukan soal duit atau popularitas, tentu saja. Kalau soal itu, sih, bapak tiga anak ini sudah kenyang. Bertahun-tahun lamanya dia menjadi ikon sepak bola dunia dan menjadi bintang iklan berbagai produk. Bahkan saat bermain di MLS pun dia tetap menjadi magnet.

Kengototan ini karena Beckham butuh panggung untuk menunjukkan kepada dunia, terutama kepada Fabio Capello—pelatih tim nasional Inggris, yang berasal dari Italia. Beckham ingin menunjukkan dirinya belum habis, dan layak masuk tim Three Lions pada Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Liga Italia jauh lebih kesohor ketimbang Liga Amerika.

Tekad kuat itu pula yang membedakannya dengan bintang lain. Lihat saja rekan satu timnya di Real Madrid, Ronaldo, yang kini terlunta-lunta bermain di Brasil. Berbagai masalah yang dihadapi­nya malah membuat Il Fenomeno itu runtuh kariernya. Kebiasaannya melewatkan malam di dunia gemerlap makin memerosokkan hidupnya.

Tak jauh berbeda adalah Adriano dan Ronaldinho. Kehidupan malam dan harta berlimpah membuat keduanya seperti kehilangan pegangan. Ronaldinho kegendutan dan ”dibuang” Barcelona. Pemain terbaik dunia 2004 dan 2005 yang masih 28 tahun itu kini belum juga mampu kembali ke performa semula setelah berada di Milan. Adriano pun terus menjadi masalah bagi Inter Milan.

Nah, berbeda dengan suami Victoria, mantan bintang Spice Girls, ini. Dia bisa bersahabat dengan dunia gemerlap. Dia sendiri dan istrinya memang merupakan bagian dari kaum jetset dunia. Tak jarang bintang top dunia menyaksikannya bermain. Dalam pertandingan Madrid yang terakhir, bintang film Tom Cruise dan Katie Holmes tampak di tribun. Pemain yang tahun lalu kembali menjadi pemain sepak bola terkaya ini masih belum kehilangan sentuhannya di sepak bola. Beckham mampu membangun dirinya sebagai sosok yang kukuh.

Mari kita runut kembali perjalanan kariernya. Tentu masih hangat dalam ingatan banyak orang ketika dia didepak oleh Sir Alex Ferguson—pelatih sekaligus penemu sang bintang—pada 2003. Padahal saat itu klub Manchester United­ baru saja menjuarai Liga Primer. Dia berlabuh di Real Madrid, yang memang sudah ngiler pada bintang ini.

Namun bergabung di Real Madrid tak membuat kariernya cemerlang. Dia bersitegang dengan pelatih baru itu, Fabio Ca­pello. Di bawah si Don—sapaan Capello—dia malah tak pernah dimainkan. Itulah yang mendorongnya segera hengkang. Pilihannya, bermain di Amerika Se­rikat. Dengan terang-terangan Capel­lo bersumpah tidak akan memainkan Becks karena kontrak tersebut.

Namun Beckham tak peduli. Dia terus berlatih. Dan ternyata tim membutuhkan kehadirannya. Benar saja, setelah Becks main, performa tim membaik, sampai akhirnya mereka mampu menguasai paruh kedua musim 2007 dalam persaingan dengan Barcelona meraih gelar juara. Becks menjadi pah­lawan. Semua orang di Madrid me­nyalahkan si Don, yang kemudian juga harus hengkang dari Santiago Ber­nabeu.

Di Milan, Beckham juga menunjukkan keseriusan luar biasa. Milan dikenal memiliki gelandang yang hebat dan sama-sama jago mengeksekusi bola-bola mati, seperti Andrea Pirlo, Ronal­dinho, dan Clarence Seedorf. Tapi Beckham mampu menembus tim starter, sedangkan gelandang yang lain berganti-ganti. Pirlo sampai memujinya, ”Dia pemain cerdas yang bermain bola dengan hati.”

Beckham memang masih ingin bermain di Piala Dunia. Dan panggung satu-satunya yang memungkinkan dia unjuk diri tak lain adalah Liga Italia. Pekan lalu, dia mengirim pengacaranya untuk melakukan negosiasi dengan penggede klub Galaxy. Bahkan, menurut sebuah tabloid di Inggris, Victoria Beckham, si nyonya, sudah mencari sekolah yang cocok untuk ketiga anak lelakinya.

Belum jelas apa yang terjadi. Di Los Angeles sendiri, saat latihan pagi, tak ada yang mau bicara soal Beckham. Yang jelas, Beckham sudah tak tahan untuk segera menetap di Milan sebagai panggung menuju Afrika Selatan.

Irfan Budiman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus