Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENAWARAN saham perdana (initial public offering/IPO) PT Garuda Indonesia Tbk menyisakan kisah sedih bagi tiga penjamin emisinya. Alih-alih bisa segera meraup untung, tiga perusahaan sekuritas milik negara—PT Bahana Securities, PT Danareksa Sekuritas, dan PT Mandiri Sekuritas—terancam membukukan kerugian dalam buku neracanya, akhir Februari ini, akibat harga saham Garuda terus turun.
Sejak resmi melantai di Bursa Efek Indonesia pada Jumat, 11 Februari lalu, harga saham Garuda sudah melorot 31 persen. Pada akhir perdagangan Jumat pekan lalu, harga saham berkode GIAA itu hanya dihargai Rp 530, jauh dibanding harga perdananya Rp 750 selembar. Menurut sumber Tempo, ketiga broker pelat merah ini masing-masing memiliki empat persen saham Garuda. Ini akibat saham Garuda yang tak laku dijual dalam program penawaran saham perdana tiga pekan lalu.
Total potensi kerugian (potential loss) Bahana, Mandiri, dan Danareksa dari perdagangan saham maskapai itu hampir menembus Rp 690 miliar. Modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) tiga perusahaan efek itu pun semakin tergerus. ”Apes betul, dan ini dialami oleh semua penjamin emisi saham Garuda,” tutur sumber ini kepada Tempo pekan lalu.
Bahana Securities, Mandiri Sekuritas, dan Danareksa sedang nahas. Menurut seorang petinggi penjamin emisi Garuda, dalam IPO lalu, saham Garuda yang tak laku mencapai 3,01 miliar lembar dari total yang dijual 6,27 miliar lembar. Jumlah saham Garuda tak terjual itu setara dengan 12 persen atau senilai Rp 2,25 triliun. Bahana, Mandiri, dan Danareksa harus ”menelan” masing-masing empat persen saham.
Akibatnya, Bahana, Mandiri, dan Danareksa pontang-panting mencari duit untuk menyerap saham Garuda itu. Danareksa Sekuritas dan Bahana terpaksa berutang ke PT Danareksa (persero) dan PT Bank Mandiri. Danareksa (persero) mengucurkan duit Rp 750 miliar kepada Danareksa Sekuritas—unit usahanya sendiri—dan Rp 250 miliar kepada Bahana. Bahkan Bahana harus mencari tambahan utang ke Bank Mandiri dan pasar uang. Mandiri Sekuritas meminjam dari induknya (Bank Mandiri), senilai Rp 750 miliar. ”Padahal jangka waktu pinjamannya pendek dan bunganya tinggi sekali,” ujarnya.
Presiden Direktur Danareksa Sekuritas Marciano Herman hanya menerangkan bahwa ini merupakan risiko underwriter. ”Kami harus menyerap saham yang tidak terjual,” ujarnya. Presiden Direktur Bahana Eko Yuliantoro tidak menampik cerita tadi. Tapi dia menolak membeberkan kreditor yang memberikan pinjaman kepada Bahana, termasuk pokok, bunga, dan waktu jatuh temponya. ”Siapa pun kreditornya,” kata dia, ”bunganya commercial basis.”
Meski saham Garuda masih terjun bebas, Kementerian Badan Usaha Milik Negara adem ayem saja. Deputi Bidang Restrukturisasi dan Perencanaan Strategis Kementerian Badan Usaha Milik Negara Achiran Pandu Djajanto optimistis harga saham Garuda kembali naik. Sebab, persoalan utama Garuda teratasi: utang sudah direstrukturisasi, dana segar sudah masuk. Ia juga memiliki fundamental kuat, infrastruktur bagus, pesawat baru, sumber daya manusia terlatih dan berpengalaman.
l l l
KEGAGALAN penjualan saham Garuda berpangkal pada penentuan harga sahamnya. Menurut sumber Tempo, pemicunya berawal dari Kementerian BUMN yang memaksakan keinginannya. Sebetulnya, kata dia, hasil riset tiga penjamin emisi dan dua agen penjual asing, Citigroup dan UBS Securities, menunjukkan harga jual wajar saham Garuda Rp 500-680 per lembar.
Pada tahap pemasaran awal (pre-marketing)—tak mengikat investor—harga saham Garuda diusulkan dijual pada rentang Rp 560-850 per saham. Sebanyak 130 investor yang menerima hasil riset tersebut antusias ingin membeli saham Garuda. Sayangnya, Menteri BUMN Mustafa Abubakar keberatan harga Garuda dilepas di bawah harga saham penjualan saham perdana PT Krakatau Steel Rp 850 per lembar. ”Harga harus memperhitungkan plus-plusnya juga,” begitu alasan Mustafa, seperti ditirukan sumber ini.
Mustafa lantas menetapkan kisaran harga yang akan disampaikan dalam paparan publik Rp 900-1.080 per saham. ”Please, no bargain, dan tolong ini di-justified,” ucap sumber itu mengulang perintah Menteri Mustafa. Tapi akhirnya kisaran harga saham Garuda dalam paparan publik ditetapkan Rp 750-1.100 per saham. Nah, saat kisaran harga itu diumumkan, menurut sumber Tempo tadi, investor-investor kakap dan berkualitas—kalau mereka memesan saham pasti ditebus—mundur teratur. Pergulatan penetapan harga saham Garuda berlanjut pada saat membahas hasil book building (penetapan harga mirip lelang). Mustofa sempat keukeuh harga saham Garuda dijual di atas Rp 1.000 per saham.
Semula para pejabat Bahana, Mandiri Sekuritas, dan Danareksa tak berani menolak keputusan Mustafa. Belakangan, setelah terjadi perdebatan, pemerintah memutuskan harga jual saham Garuda Rp 750 selembar. ”Valuasi saham Garuda ini terlalu mahal,” ujar analis saham dari PT Finan Corfindo Nusa, Helen, kepada Viva B. Kusnandar dari Tempo. Akibatnya, investor tak punya ruang lagi untuk mencari keuntungan.
Benar saja, tingginya harga berdampak besar. Peminat berkurang. Pada masa pemesanan, tanda-tanda saham Garuda tak laku mulai kelihatan. Semula saham Garuda yang akan dilego sebanyak 9,4 miliar lembar (sekitar 30 persen) kepada publik. Tapi permintaan dari investor hanya sekitar 6,27 miliar lembar (sekitar 26,7 persen). Nah, saat investor sudah terlihat tak berminat dengan saham Garuda, kata sumber Tempo, penjamin emisi dari Bahana memperingatkan Kementerian BUMN bahwa Bahana tidak punya uang cukup untuk menyerap saham yang tak laku. Waktu itu, kata dia, bolongnya penawaran masih Rp 850 miliar, terus naik Rp 1 triliun lebih, sampai kemudian menjadi Rp 2,25 triliun.
Tapi pemesanan sudah telanjur ditutup. Sampai akhir masa pemesanan, jumlah saham Garuda yang terjual hanya 3,26 miliar atau sekitar 14,7 persen. Sisanya 3,01 miliar lembar atau 12 persen senilai Rp 2,25 triliun tak terjual. Tinggallah penjamin emisi kebingungan mencari dana untuk membeli saham tak laku masing-masing Rp 750 miliar. Bahana adalah penjamin emisi yang paling kelimpungan, karena cuma punya modal Rp 300 miliar.
Melihat Bahana kepayahan, menurut sumber ini, Kementerian BUMN lantas memerintahkan secara lisan kepada Danareksa agar memberi pinjaman kepada unit usaha PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia itu. Tak bisa menolak, Danareksa lalu mencairkan giro di Bank Mandiri untuk dipinjamkan ke Bahana. ”Harus lunas dalam satu sampai enam bulan,” katanya kepada Tempo.
Meski pinjam ke ”saudara sendiri”, ”Ini bukan subsidi, bunganya belasan persen,” tuturnya. Itu sebabnya, tenor pinjaman dibuat singkat.
Pandu membantah ada pinjam-meminjam di antara tiga sekuritas milik negara untuk membeli saham Garuda. ”Setahu saya bukan dari utang,” ujarnya. Yang terang, kata dia, aksi bisnis itu bukan berdasarkan instruksi dari Kementerian. Dan, ”Uang dari mana juga bukan urusan kami,” kata Pandu.
Mustafa tak mau lagi berkomentar tentang hasil penawaran saham Garuda. Meski pilu, Danareksa Sekuritas dan Bahana mencoba melihat sisi positifnya. Justru setelah menjual saham, kata Marciano, Garuda berhasil meraup dana sedikitnya Rp 2 triliun buat ekspansi. Tentunya diharapkan kinerja Garuda membaik. ”Garuda barang bagus dan prospektif,” katanya. Adapun Eko berharap Garuda bisa menaikkan harga sahamnya. ”Cuma ini satu-satunya cara agar kami lepas dari kerugian.”
Anne L. Handayani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo