Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPAT Dewan Komisaris PT Indosiar Karya Media Tbk di kantor pusat Indosiar, di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, Jumat siang dua pekan lalu berjalan mulus. Lima anggota dewan komisaris, yang dipimpin Komisaris Utama Benny Santoso, sepakat mengambil keputusan penting: mendukung rencana merger Indosiar Karya dengan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk dan PT Surya Citra Media Tbk. "Nanti aspek teknis transaksinya akan dibahas lebih lanjut oleh ketiga perusahaan," ujar juru bicara Indosiar, Ghufroni Sakaril, kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.
Indosiar Karya merupakan induk perusahaan PT Indosiar Visual Mandiri, pemilik stasiun televisi Indosiar. Surya Citra Media pemilik stasiun televisi SCTV, sedangkan Elang Mahkota Teknologi merupakan induk usaha Surya Citra. Setelah rencana penggabungan itu mencuat ke publik, otoritas bursa efek bergerak cepat. Selasa pagi pekan lalu, manajemen Bursa Efek Indonesia langsung menghentikan sementara (suspensi) perdagangan saham Indosiar, Surya Citra, dan Elang Mahkota.
Menurut Direktur Pemeriksaan dan Pengawasan Bursa Efek Indonesia Urip Budi Prasetyo, otoritas bursa memberikan waktu tiga hari kepada tiga perusahaan itu untuk menjelaskan transaksinya. "Biar masyarakat dan investor tidak salah persepsi," ujarnya. Sampai Jumat pekan lalu, perdagangan saham ketiga emiten itu masih dihentikan oleh bursa efek.
Direktur Utama Elang Mahkota Susanto Suwarto menyatakan perseroannya sedang menjajaki ekspansi dengan cara mengakuisisi atau merger yang akan melibatkan Surya Citra dan Indosiar. "Detail transaksinya sedang dibicarakan bersama para profesi penunjang pasar modal," ujarnya dalam penjelasan ke Bursa Efek Indonesia. Adapun Direktur Utama Surya Citra Fofo Sariaatmadja mengatakan, "Direksi telah mendapatkan persetujuan pendahuluan dari dewan komisaris untuk menjajaki merger atau akuisisi sesuai peraturan."
Rencana merger Indosiar-SCTV sudah santer terdengar sejak empat tahun silam. Tapi manajemen kedua perusahaan belum membenarkan rencana itu. Menurut sumber Tempo, konsolidasi Indosiar-SCTV merupakan bagian dari transaksi tukar guling antara keluarga Salim dan keluarga Sariaatmadja. Keluarga Salim akan membeli PT PP London Sumatera (Lonsum), perusahaan perkebunan keluarga Sariaatmadja. Sebaliknya, keluarga Sariaatmadja akan membeli Indosiar. "Biar fokus saja, Salim kuat di perkebunan, keluarga Sariaatmadja kuat di televisi dan teknologi," ujarnya.
Transaksi pembelian Lonsum sudah terealisasi pada akhir 2007. PT Indofood Sukses Makmur, milik Grup Salim, mengakuisisi 56,4 persen saham Lonsum. Belakangan keluarga Salim menambah lagi sahamnya. Sampai akhir tahun lalu, 56,39 persen saham London Sumatera dikuasai langsung oleh PT Salim Ivomas Pratama, perusahaan milik Liem Sioe Liong-nama asli Salim. Indofood Agri Resources Ltd memiliki saham 8,03 persen, dan Empire Energy Resources 5,24 persen. Publik mengempit saham sebanyak 30,16 persen.
Tapi transaksi Indosiar Karya dengan Surya Citra malah terkatung-katung. Konsolidasi tertunda. Salah satu alasannya, kinerja Indosiar sempat terjun bebas. Pada 2005 dan 2006, Indosiar rugi besar masing-masing Rp 141,2 miliar dan Rp 297,6 miliar. Bahkan pemilik stasiun berlogo ikan terbang itu sempat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap sejumlah karyawannya.
Di saat transaksi tertunda, muncul rumor pengusaha lokal dan luar negeri ingin juga meminang Indosiar. Salah satunya Trans Corporation, milik Chairul Tanjung. Kebetulan CT-sebutan Chairul Tanjung-sudah punya stasiun televisi Trans TV dan belakangan Trans 7-dulu TV 7. TV5 Filipina dikabarkan juga tertarik masuk Indosiar. Toh, desas-desus itu tak pernah terwujud. Kini justru keluarga Salim dan Sariaatmadja mencoba merealisasi lagi mimpi yang tertunda, mensinergikan Indosiar dengan SCTV.
RENCANA konsolidasi Indosiar Karya, Elang Mahkota, dan Surya Citra tidak hanya menarik perhatian Bursa Efek, tapi juga Komisi Penyiaran Indonesia. Kamis siang pekan lalu, Komisi Penyiaran mengundang mereka ke kantor Komisi di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan di ruang rapat lantai lima, tampak hadir Fofo Sariaatmadja, Direktur Indosiar Soejatna Soenoesoebrata, dan Direktur Program Indosiar Triyandi Suyatman.
Menurut sumber Tempo, dalam pertemuan, baik manajemen SCTV maupun Indosiar lebih senang menggunakan kata rencana aksi korporasi (corporate action) dua perusahaan, ketimbang merger atau akuisisi. Aksi korporasi itu pun ternyata baru sebatas persetujuan pemegang saham. "Mereka bilang baru tahap wacana dan persiapannya baru tahap awal," ujarnya.
Fofo tak mau mengomentari isi pertemuan. "Tanya Komisi Penyiaran saja," ujarnya sambil menghindar dari kejaran para juru warta. Komisioner Komisi Penyiaran Bidang Infrastruktur Mochamad Riyanto mengatakan Komisi Penyiaran belum bisa menyimpulkan apa pun, termasuk kemungkinan pelanggaran Undang-Undang Penyiaran dalam rencana penggabungan Indosiar dengan SCTV. Tapi, kata dia, bila dua stasiun televisi bergabung, tidak boleh ada kepemilikan mayoritas tunggal. "Undang-Undang Penyiaran melarangnya," ujarnya kepada wartawan di Jakarta.
Sedangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika mengingatkan dampak merger terhadap hak frekuensi. Menurut juru bicara Kementerian Komunikasi, Gatot Dewa Broto, hak frekuensi radio, televisi, dan telekomunikasi tidak boleh dipindahtangankan tanpa seizin Menteri Komunikasi. "Frekuensi itu punya pemerintah," ujarnya.
Komisi Penyiaran memang belum menyimpulkan apa pun. Tapi, menurut sumber Tempo, direksi Indosiar khawatir merger atau akuisisi dua pemilik stasiun televisi itu berpotensi melanggar Undang-Undang Penyiaran. "Direksi Indosiar takut kena tuntutan pidana atau kena denda," ujarnya. "Direksi bahkan siap menuntut pihak yang memberi izin terjadinya merger," kata sumber tadi.
Pangkal kekhawatiran direksi Indosiar tak lain adanya pendapat hukum dari tiga konsultan hukum, Ruhut Sitompul & Associates, Hinca Panjaitan dari LQQ Media Law Offices, dan Profesor Priyatna Abdurrasyid. Kesimpulan ketiga advokat itu sama: merger dan/atau akuisisi Indosiar Karya dengan Surya Citra melanggar Undang-Undang Penyiaran.
Segepok dokumen kantor advokat Ruhut Sitompul & Associates yang dimiliki Tempo menyebutkan, bila bermerger atau mengakuisisi Indosiar, Surya Citra memiliki dua izin penyelenggaraan televisi dalam satu provinsi. Itu jelas melanggar regulasi penyiaran. "Kami menyarankan rencana merger atau akuisisi tidak dilanjutkan," begitu kata Ruhut dan kawan-kawan.
Hinca segendang sepenarian: "Merger atau akuisisi dua perusahaan yang sudah memiliki stasiun televisi, seperti Indosiar dan SCTV, tidak dapat dibenarkan." Adapun Priyatna menyebutkan akan terjadi pemusatan kepemilikan pada satu badan hukum bila merger Indosiar dan SCTV dilakukan. "Itu melanggar Undang-Undang Penyiaran," ujar si Profesor. Michael Pardede dari Ruhut Sitompul & Associates belum bisa memberikan penjelasan.
Triyandi membenarkan direksi meminta legal opinion dari ketiga konsultan hukum tersebut. "Itu lantaran kami tak mau melanggar undang-undang," ujarnya. Apalagi, kata dia, sanksinya lumayan berat, bisa dipenjara dua tahun dan didenda Rp 5 miliar.
Menurut Triyandi, direksi Indosiar tetap mendukung rencana pemegang saham mengkonsolidasikan Indosiar dengan SCTV, dengan syarat regulasi mengizinkannya. Direktur Utama Indosiar Handoko menambahkan, merger paling lambat terealisasi akhir Juni 2011. Nantinya, Surya Citra akan menjadi perusahaan yang dipertahankan. Tapi, merger juga bisa batal bila aksi korporasi tidak menguntungkan dan tak mendapat izin dari lembaga berwenang.
Padjar Iswara, Rosalina
Kinerja Keuangan September 2010(miliar rupiah)*
  | Indosiar Karya Media | Surya Citra Media |
Aset | 1.008,15 | 2.442,61 |
Kewajiban | 680,85 | 1.037,38 |
Ekuitas | 317,08 | 1.405,22 |
Pendapatan bersih | 606,74 | 1.420,17 |
Laba bersih | 26,72 | 333,54 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo