Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAUT wajah Erman Suparno tak lagi tegang. Ia pun tidak sesibuk dua pekan lalu. Pekerjaan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi ini sudah rampung hanya dalam dua hari setelah ditugasi Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati merumuskan draf aturan untuk mencegah gelombang pemutusan hubungan kerja bersama tiga menteri lain.
Penugasan Erman ditetapkan Menteri Sri Mulyani pada Senin dua pekan lalu. Bersama Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, dan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Erman diminta membuat aturan untuk meringankan beban pengusaha yang sudah terimbas krisis finansial global di bidang ketenagakerjaan.
Banyak pengusaha rupanya sudah berencana merumahkan pegawainya, antara lain di sektor tekstil dan produk tekstil. Selain itu, ada daerah yang ”berjanji” menaikkan upah terlalu tinggi (15-20 persen), yang diduga bakal membebani industri padat karya. ”Makanya harus ada parameter yang jadi pegangan gubernur dalam menentukan upah minimum,” kata Erman.
Diskusi kilat pun dilakukan di antara empat menteri tersebut. Erman bercerita, karena padatnya acara masing-masing, pembahasan draft itu dilakukan melalui telepon. Beres. Pada Rabu dua pekan lalu, terbitlah Peraturan Bersama tentang Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional dalam Mengantisipasi Perkembangan Perekonomian Global.
Dua hari kemudian, Erman mengabarkan keputusan tersebut kepada pengusaha dan pekerja. Rapat yang dipimpin Erman sejak pukul 21.00 itu baru kelar pada 00.30. Dalam rapat itu, kalangan perburuhan keras menolak keputusan tersebut.
Pangkal soalnya adalah pasal 3 kebijakan itu: Gubernur dalam menetapkan upah minimum mengupayakan agar tidak melebihi pertumbuhan ekonomi nasional. ”Kami kecolongan karena rapat sebelumnya tak pernah membahas upah. Patokan pertumbuhan ekonomi itu sama saja membiarkan kami terus-terusan nombok,” ujar Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional Bambang Suharyoso.
Namun pemerintah jalan terus. Alasannya, draf tersebut sudah mengacu pada sidang pleno tripartit nasional yang digelar pada 10 Oktober lalu. Dalam pertemuan itu disepakati lima hal. Poin terpenting: seluruh unsur tripartit berupaya mendorong kelancaran produksi, menjaga kelangsungan usaha, dan menghindari PHK.
Pendapat sebagian pengusaha lebih condong ke pemerintah. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Bidang Pengupahan Hariyadi Sukamdani mengatakan, parameter pertumbuhan ekonomi berdasar Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ini lebih realistis untuk diterapkan ketimbang dua parameter lain, yaitu kebutuhan hidup layak dan produktivitas.
Meskipun demikian, tak semua pengusaha juga sepakat. Sumber Tempo menyatakan, pengusaha terkejut kenapa parameter pertumbuhan ekonomi yang dipakai karena pengusaha sebetulnya ingin kenaikan upah tidak lebih dari 4 persen. ”Kemungkinan besar patokan 6 persen (pertumbuhan ekonomi) itu dari Menteri Koordinator Perekonomian,” katanya.
Erman tentu saja tak mau keputusan itu ditentang banyak pihak. Menurut dia, patokannya adalah pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun demikian, Erman menjanjikan akan membuat edaran tentang perincian industri apa saja yang bisa menaikkan upah ke level maksimal. Setelah itu, pemerintah daerah akan memverifikasi tiap industri, apakah benar-benar terkena dampak krisis, sehingga besaran kenaikan upah minimum dapat ditentukan.
Namun sejumlah daerah sudah menetapkan upah jauh di atas batas 6 persen. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, misalnya, menetapkan upah minimum untuk 2009 naik 10,56 persen. ”Ini adalah jalan tengah. Supaya perusahaan yang menetapkan upah lebih tinggi tak mengubah kebijakannya. Sementara yang di bawah ada keberpihakan kepada pekerja,” katanya seperti dikutip Ahmad Fikri dari Tempo. Agaknya, urusan upah ini bakal tak selancar Erman membuat draf keputusan bersama itu.
R.R. Ariyani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo