Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=#ff9900>Penerbangan</font><br />Terbang Menjauhi Benua Biru

Krisis Eropa membuat pasar industri penerbangan di kawasan itu tak menarik lagi. Maskapai global beralih ke Asia dan Australia.

30 Januari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LINDA Aziz punya satu impian besar: melancong ke Paris, Prancis. Liburan akhir tahun nanti, ia ingin melihat Menara Eiffel dan mengagumi lukisan Mona Lisa. Perempuan asal Kuala Lumpur, Malaysia, ini berharap bisa seperti dua temannya yang sudah terbang ke kota mode di jantung Eropa itu, menggunakan maskapai penerbangan AirAsia X, unit usaha AirAsia Berhad. Kedua sohibnya membeli tiket hemat AirAsia dari Kuala Lumpur ke Paris seharga 610 ringgit, dan 482 ringgit dari Paris ke Kuala Lumpur.

Demi mewujudkan mimpinya, saban bulan Linda menabung 200 ringgit Malaysia (sekitar Rp 600 ribu). Tabungan perempuan itu sudah terkumpul 2.200 ringgit, cukup buat membeli tiket murah AirAsia. Tapi rencana liburan akhir tahun Linda terancam berantakan. Pekan lalu, AirAsia mengumumkan akan menutup rute penerbangan ke Eropa, termasuk Paris dan London, akhir Maret mendatang.

Padahal rute Paris baru saja dibuka tahun lalu. Adapun trayek ke London sudah dijalani sejak 2009. "Kini saya harus menunggu lebih lama dan menabung lebih banyak untuk membeli tiket maskapai lain yang harganya dua sampai tiga kali lipat," ujar Linda seperti dikutip Asia One. "Atau saya harus mengucapkan selamat tinggal Paris," dia menambahkan dengan nada kecewa.

Eropa tengah dilanda prahara ekonomi tak berkesudahan. Setelah menghantam Yunani, krisis utang menjalar ke hampir semua negara di Benua Biru, seperti Spanyol, Italia, dan Portugal. Lesunya Ekonomi mengurangi minat pelesiran warga Eropa. Itulah salah satu musabab AirAsia menghentikan operasinya di Eropa. Beban maskapai yang berbasis di Malaysia itu bertambah berat lantaran pajak karbon di Inggris sangat tinggi. "Hal-hal itu memaksa kami menarik layanan ke Eropa," kata Chief Executive Officer Air­Asia X Azran Osman-Rani.

Juru bicara AirAsia Indonesia, Audrey Progastama, mengatakan penutupan kedua rute itu tergantikan dengan rute baru Kuala Lumpur-Sydney. Kini AirAsia lebih berkonsentrasi di Asia dan Australia. "Ini pasar terbesar kami," ujarnya kepada Tempo pekan lalu.

Sebelum AirAsia, Malaysia Airlines sudah menghentikan penerbangan ke Roma, Italia, mulai Januari ini, bersamaan dengan penutupan rute ke Dubai, Johannesburg, Buenos Aires, dan Karachi. Maskapai milik pemerintah Malaysia itu memilih berfokus di pasar Timur Tengah dan Asia-Pasifik, yang tumbuh pesat.

Garuda Indonesia tak luput dari imbas krisis Eropa. Maskapai kebanggaan nasional itu berencana mengurangi frekuensi penerbangan ke Amsterdam, Belanda, dari tujuh menjadi empat penerbangan dalam seminggu mulai Maret mendatang. Juru bicara Garuda Indonesia, Pujobroto, mengatakan pemangkasan destinasi ke Eropa ditempuh karena Garuda ingin mengoptimalkan rute di kawasan regional, seperti Asia-Pasifik. "Kami mengembangkan pasar di sana," ujarnya.

Gelombang pemangkasan rute dan pengurangan frekuensi menuju Eropa tak hanya terjadi di Asia. Maskapai asal Venezuela, Santa Barbara Airlines, bersiap menghentikan penerbangan empat kali seminggu dari Karakas ke Madrid pada pertengahan Februari ini. Di Eropa, sejumlah negara ikut mengurangi frekuensi penerbangan. KLM (Belanda), Blue1 (Finlandia), dan Croatian Airlines (Kroasia) menurunkan frekuensi terbang, terutama ke Athens International Airport di Yunani.

Sejak akhir tahun lalu, Asosiasi Angkutan Udara Internasional (IATA) sudah memperingatkan industri penerbangan Eropa. Direktur IATA Tony Tyler mengatakan industri ini akan porak-poranda jika masalah utang Eropa kembali memicu krisis perbankan. IATA—menaungi 240 maskapai di seluruh dunia—merevisi proyeksi laba industri penerbangan menjadi US$ 3,5 miliar tahun ini dari sebelumnya US$ 4,9 miliar. "Kerugian bisa lebih dari US$ 8 miliar, terbesar sejak krisis keuangan 2008," ujar Tyler.

Asosiasi Perusahaan Penerbangan Indonesia (INACA) pun tak berharap banyak lagi pada Eropa. Sekretaris Jenderal INACA Tengku Burhanuddin mengatakan, "Saat daya beli di Eropa turun, maskapai nasional dapat memaksimalkan pasar lokal dan Asia."

Bobby Chandra, Muhamad Rizki

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus