Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=verdana size=1><B>PT Dirgantara Indonesia</B></font><br />Di Antara Pailit dan Kehidupan

Putusan pailit meresahkan ribuan karyawan Dirgantara Indonesia. Pesanan masih terus berdatangan.

15 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KECEMASAN menyergap di balik kesibukan ribuan karyawan di PT Dirgantara Indonesia di Bandung, Jawa Barat, pekan lalu. Sepintas mereka terlihat tekun bekerja. Semua berjalan seperti biasa. Ada yang membuat komponen, merakit pesawat penumpang CN-235, hingga memperbaiki kapal udara made in Boeing, Amerika Serikat.

Sebenarnya, rasa resah melanda di sana. Muka-muka muram mudah ditemui. Ketika ditanya, mereka mengaku cemas akan nasib mereka, khawatir setelah hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat meniupkan terompet kematian atas industri pesawat terbang ini pada 4 September lalu. ”Mental kami jatuh mendengar putusan pailit,” kata Itang Bintang, karyawan unit perakitan pesawat CN-235, pekan lalu.

Itang tidak sedang berseloroh. Setelah putusan pailit dijatuhkan, mereka mendadak tidak bisa bekerja. Dirgantara tiba-tiba mirip pabrik tutup. Suasananya hening, nyaris tanpa aktivitas. Putusan pengadilan itu mewajibkan perusahaan menghentikan produksi hingga kurator datang. ”Selama enam hari kami vakum menunggu kurator,” kata Direktur Keuangan Frans Ralie Siregar pekan lalu.

Gara-gara produksi terhenti, keuangan perusahaan turut terkena imbasnya. Arus kas mulai goyah karena penggarapan sejumlah proyek tertunda. Fasilitas letter of credit (L/C) sejumlah bank juga tersendat. Apalagi, beberapa klien menjadikan putusan ini sebagai aji mumpung untuk tidak membayar kewajiban mereka. Alasannya, rekening Dirgantara ditutup oleh pengadilan.

Lihat saja yang dilakukan produsen pesawat Cassa, Spanyol, dan Tentara Diraja Malaysia. Cassa seharusnya membayar US$ 1,2 juta (Rp 11 miliar) untuk pembelian komponen pesawat dan Malaysia US$ 5,8 juta (Rp 52 miliar) untuk produk pendukung CN-235. Mestinya mereka membayar pada September lalu. ”Tapi sampai sekarang macet karena rekening ditutup,” kata Frans.

Sejak dihajar krisis ekonomi pada 1998, proyek mercusuar mantan presiden B.J. Habibie ini terus-menerus dirundung masalah. Ketika krisis, perusahaan negara ini diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) plus utang-utangnya. Secara keseluruhan, Dirgantara menanggung kewajiban Rekening Dana Investasi Rp 1 triliun yang tidak ditentukan jangka waktu pengembaliannya.

Dengan beban utang selangit dan karyawan terlampau banyak, 10 ribuan orang, Dirgantara saat itu tidak lincah bergerak, malah berada di tubir jurang. Agar bisa terbang kembali, selama menjalani ”perawatan” di BPPN, restrukturisasi pun digelar. ”Industri ini masih punya prospek bisnis,” kata mantan Deputi Kepala BPPN Mohammad Syahrial pekan lalu.

Selanjutnya, Dirgantara menjalani diet dan perawatan intensif. Proyek prestisius pesawat N-250 yang haus duit dihapuskan. Belanja material tak perlu dibabat, tapi sebanyak 6.500 karyawan diberhentikan pada Juli 2003. ”Saat diserahkan kembali ke Menteri Negara BUMN pada 2006, kinerja Dirgantara sudah membaik,” kata Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) tersebut.

Meskipun Dirgantara membaik, PHK ribuan pekerja berbuntut panjang gara-gara sengketa soal pesangon. Sejak dikelola oleh BPPN, berpindah ke PPA hingga dikembalikan ke Menteri Negara BUMN, perselisihan mengenai soal ini tak pernah beres. Selama empat tahun lebih, mantan buruh Dirgantara menuntut pembayaran kompensasi pensiun Rp 200 miliar, tapi manajemen Dirgantara menilai soal itu sudah selesai. Inilah yang kemudian berbuntut pemailitan.

Di tengah bayang-bayang persengketaan dan ancaman kematian itulah, Dirgantara masih terus berdenyut, berupaya bangkit dari keterpurukan. Karyawan berkejaran dengan tenggat guna menyelesaikan pesanan pelanggan. Bahkan dalam beberapa bulan terakhir mereka terpaksa lembur tiga jam setiap hari dan bekerja penuh delapan jam pada hari Sabtu. ”Agar selesai tepat waktu,” ujar Itang.

Pesanan Dirgantara memang masih terus mengalir. Mereka mendapat order komponen dan pesawat dari berbagai negara. Pesanan datang dari Angkatan Udara Korea Selatan, Thailand, Timur Tengah, hingga Afrika. ”Rencananya, kami akan teken nota kesepakatan pada Oktober ini,” kata Budi Wuraskito, Direktur Aircraft Integration (lihat tabel).

Dari dalam negeri, Departemen Pertahanan sudah menganggarkan dana Rp 1,6 triliun untuk membeli sejumlah armada. Perinciannya, satu pesawat CN-235 Maritime Patrol, tiga helikopter Super Puma, dan dua helikopter Combat SAR. Rencana itu sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat dan akan dianggarkan dalam APBN 2008.

Maskapai penerbangan nasional Merpati Nusantara Airlines juga berniat membeli 10 pesawat NC-212-400 senilai US$ 50 juta. Semula kontrak jual-beli akan diteken pada 5 September, sayangnya tertunda gara-gara Dirgantara dipailitkan sehari sebelumnya. ”Rencana pembelian ini tidak batal. Kami hanya menunggu nasib Dirgantara lebih jelas,” kata Direktur Utama Merpati Hotasi Nababan.

Untuk produk komponen pesawat, Dirgantara selama ini menjadi pemasok rutin komponen untuk pesawat Airbus tipe A-380, A-320, A-321, dan pesawat Bombardir dari Kanada. Rencananya, BUMN ini akan meneken kontrak pasokan komponen sayap pesawat Airbus A-340. ”Nilainya US$ 40 juta untuk jangka waktu lima tahun,” kata Budi. Sejauh ini, Divisi Komponen menyumbang pendapatan Rp 17 miliar per bulan.

Banjir order juga mampir ke divisi jasa perbengkelan pesawat. Tahun ini saja, kata Direktur Aircraft Services, Dita Ardoni Jafri, unit yang dipimpinnya sudah memperbaiki 19 pesawat. ”Kini, tinggal dua pesawat Boeing yang masih di hanggar,” katanya. Menurut dia, bertambahnya pesawat yang masuk bengkel membuat pendapatan divisi ini naik menjadi Rp 15 miliar per bulan dibandingkan tahun lalu yang Rp 10 miliar per bulan.

Tahun depan, pendapatan unit ini diperkirakan naik lagi menjadi Rp 17 miliar per bulan. Itu mengacu kepada prediksi Departemen Perhubungan bahwa langit Indonesia tahun depan bakal diterbangi Boeing 737 dan pesawat sekelasnya sebanyak 120 unit. Ditambah lagi, kebijakan pemerintah memperketat aturan audit kelaikan terbang pesawat di negeri ini bakal membuat unit pemeliharaan pesawat Dirgantara makin sibuk.

Dari pemasukan berbagai divisi, Dirgantara tahun ini diperkirakan mengoleksi laba Rp 15 miliar. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan tahun lalu Rp 63 miliar. Namun, menurut Frans, penurunan itu disebabkan oleh pembelian material besar-besaran pada Oktober ini untuk membuat pesawat CN-235 nomor 56 dan 57.

Melihat prospek bisnis itulah, pemerintah bertekad melawan putusan pailit oleh pengadilan atas gugatan ratusan mantan karyawan Dirgantara. Namun, pemerintah masih mengupayakan musyawarah dengan mereka yang kecewa atas pesangon yang diterima.

Untuk meredam kecemasan pekerja, Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil pekan lalu menyempatkan diri berkunjung ke markas industri pesawat ini di Bandung. Ia berharap pabrik ini tak benar-benar dibangkrutkan. ”Tidak ada alasan memailitkan Dirgantara,” kata Sofyan di hadapan ratusan karyawan perusahaan ini.

Bahkan Sekretaris Menteri Negara BUMN Said Didu mengingatkan, peran perusahaan pelat merah itu sangat strategis bagi kepentingan pertahanan negara, khususnya dalam hal memasok peralatan TNI. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Departemen Pertahanan, dan Panglima TNI telah berkomitmen mengembangkannya. Apalagi, pesawat CN-235, helikopter Puma, dan helikopter Bell selama ini dipasok Dirgantara.

Saking strategisnya peran BUMN ini, menurut Sofyan, Presiden Yudhoyono sampai turun tangan. Beberapa kali ia memimpin langsung rapat soal Dirgantara. ”Jadi, jangan khawatir, badai pasti berlalu,” kata Sofyan.

Heri Susanto, Rinny Srihartini,Erick Priberkah Hardi (Bandung)


Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Kontrak Dirgantara
PemesanJenisJumlahNilai (US$)Rencana MOU
Korea SelatanCN-2355125 JutaOktober
Timur TengahCN-2358200 JutaOktober
Timur TengahNC-212210 JutaOktober
ThailandNC 212-40015 JutaNovember
Burkina FasoCN-235250 JutaSegera
MerpatiNC 212-4001050 JutaSeptember
IndonesiaCN-235, Heli1 & 5Rp 1,6 Triliun
JumlahUS$ 440 Juta + RP 1,6 Triliun