Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) resmi menetapkan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata (IR), sebagai tersangka baru dalam kasus PT Asuransi Jiwasraya. Pengumuman ini disampaikan tim penyidik pada Jumat malam, 7 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Terhadap fakta tersebut tim penyidik menemukan bukti yang cukup perbuatan pidana IR yang saat itu menjawab sebagai biro asuransi Bapepam-LK 2006-2012," kata Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jampidsus, kepada wartawan pada Jumat, 7 Februari 2025 di depan gedung Kartika Kejagung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Isa Rachmatarwata ditetapkan sebagai tersangka usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada Jumat, 7 Februari 2025. Berdasarkan hasil gelar perkara, tim penyidik menemukan keterlibatan Isa Rachmatarwata dalam kasus tersebut dan ditetapkan menjadi tersangka pada hari yang sama.
"Pada malam hari ini Tim Penyidik telah menemukan bukti yang cukup adanya perbuatan pidana yang dilakukan oleh IR," papar Abdul Qohar.
Siapa Sosok Isa Rachmatarwata?
Isa Rachmatarwata memulai karier di Kementerian Keuangan pada 1991 sebagai pengawas pensiun di Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan. Ia lantas ditunjuk sebagai Ketua Tim Pelaksana Program Penjaminan Pemerintah hingga 2005 setelah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dibubarkan pada 2004.
Di tahun 2006, Isa menjabat sebagai Kepala Bapepam-LK, lembaga yang kini bertransformasi menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia juga pernah menjadi Staf Ahli Menteri Keuangan dalam bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan serta Pasar Modal.
Pada 3 Juli 2017, Isa ditunjuk oleh Sri Mulyani sebagai Direktur Jenderal Kekayaan Negara. Selain menangani administrasi, ia juga diberi mandat untuk melakukan evaluasi terhadap seluruh aset negara. Isa pun diberi tanggung jawab untuk menagih piutang negara dari para obligor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang berasal dari krisis moneter dua dekade sebelumnya.
Sejak 12 Maret 2021, Isa menggantikan Askolani yang pada saat itu ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Ia resmi menjabat sebagai Direktur Jenderal Anggaran di Kementerian Keuangan dan mengemban tugas atas pengelolaan keuangan negara.
Dugaan Korupsi yang Dilakukan Isa Rachmatarwata
Abdul Qohar, melansir dari Antara, menyampaikan bahwa penetapan tersangka IR didasarkan pada laporan hasil pemeriksaan investigasi terkait penghitungan kerugian negara akibat penggunaan keuangan dan dana investasi di PT Asuransi Jiwasraya selama periode 2008—2018. Dan menurut laporan Qohar, total kerugian ini mencapai sekitar Rp16,8 triliun.
Menurutnya, Isa diduga melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Terhadap tersangka pada malam hari ini dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan, dan dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung," katanya.
Qohar juga mengungkap bahwa Isa terlibat dalam kasus korupsi Jiwasraya saat menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) pada periode 2006 hingga 2012.
Isa berperan ketika PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengalami kondisi insolven atau tidak sehat. Saat itu, kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya tercatat minus 580 persen. Meski demikian, ketika menjabat sebagai Kepala Bapepam-LK, Isa tetap menyetujui pemasaran produk JS Saving Plan yang memiliki unsur investasi dengan tingkat bunga tinggi, yakni berkisar antara 9 persen hingga 13 persen.
Produk tersebut dibuat sebagai upaya PT Asuransi Jiwasraya untuk memulihkan kondisi keuangannya. Namun, langkah ini melanggar Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 422/KMK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Dalam aturan ini, telah ditegaskan bahwa perusahaan asuransi tidak diperbolehkan memasarkan produk saat berada dalam kondisi insolvensi. Dan ketika proses pemasaran produk asuransi, perusahaan wajib memperoleh persetujuan dari Bapepam-LK.
Alfitria Nefi P, Ilona Estherina, dan Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.