Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Menteri UMKM Bantah Banyak PHK. Data KSPI dan Kemnaker Tunjukkan Sebaliknya

Menteri UMKM membantah terkait banyaknya PHK, berkontradiksi dengan data yang ditunjukkan KSPI dan Kemnaker. Ini rinciannya.

17 April 2025 | 21.08 WIB

Menteri UMKM Maman Abdurrahman setelah rapat kerja program kredit usaha rakyat dengan bank penyalur kredit dan Komisi VII DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, 18 Maret 2025. Tempo/Dinda Shabrina
Perbesar
Menteri UMKM Maman Abdurrahman setelah rapat kerja program kredit usaha rakyat dengan bank penyalur kredit dan Komisi VII DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, 18 Maret 2025. Tempo/Dinda Shabrina

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau Menteri UMKM Maman Abdurrahman, menyanggah anggapan bahwa fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) tengah terjadi secara masif di Indonesia. Penolakan tersebut disampaikan saat dirinya menjawab pertanyaan media terkait kondisi pelaku UMKM dalam konteks meningkatnya pemberitaan mengenai gelombang PHK yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dalam kesempatan tersebut, Maman meminta agar media tidak menggiring opini dengan menggunakan narasi "banyak PHK". Ia menekankan pentingnya membedakan antara persepsi publik yang dibentuk oleh viralnya beberapa kasus PHK dan kenyataan secara keseluruhan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saya bingung, tolong narasinya jangan disebutkan banyaknya PHK. Kebetulan ada 1-2 perusahaan yang terjadi PHK dan viral. Beda loh, banyaknya PHK dengan ada 1-2-3 perusahaan tapi viral, terkesannya jadi banyak," kata Maman saat ditemui di Kantor Kementerian UMKM, Jakarta, Selasa, 15 April 2025.

Pernyataan Maman tersebut muncul di tengah sorotan publik mengenai meningkatnya jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaan pada awal tahun ini. Berdasarkan catatan dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), tercatat sekitar 60 ribu pekerja telah mengalami PHK sepanjang Januari hingga awal Maret 2025. Data ini dihimpun oleh tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KSPI bersama Partai Buruh, dan memperlihatkan angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan laporan resmi dari pemerintah.

Presiden KSPI, Said Iqbal, menjelaskan bahwa perbedaan data antara pemerintah dan serikat pekerja telah berlangsung selama bertahun-tahun. Ia menyoroti metode pengumpulan data yang digunakan oleh pemerintah cenderung mengandalkan laporan dari Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) di daerah, yang menurutnya tidak mencerminkan kondisi riil di lapangan.

“Data pemerintah dan data lapangan selalu berbeda. Data lapangan adalah yang dikumpulkan serikat pekerja, dalam hal ini khususnya KSPI. Sementara data pemerintah dari Disnaker (Dinas Ketenagakerjaan) daerah. Jadi pemerintah pusat, dalam hal ini Kemnaker, itu enggak turun ke lapangan,” ujar Iqbal dalam konferensi pers daring, Sabtu, 5 April 2025.

Lebih lanjut, Iqbal menyebut bahwa banyak perusahaan tidak melaporkan kasus PHK secara menyeluruh atau sesuai kenyataan yang terjadi. Serikat pekerja, menurutnya, memperoleh informasi langsung dari struktur organisasi buruh di tingkat perusahaan, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan data yang lebih akurat.

“Kalau serikat buruh, kan ada serikat di tingkat perusahaan, langsung ke pusat,” kata Iqbal.

Dari total 60 ribu pekerja yang diklaim mengalami PHK oleh KSPI, sebanyak 49.843 orang berasal dari 40 perusahaan yang telah diverifikasi oleh Litbang KSPI dan Partai Buruh. Sementara sisanya masih dalam proses pendataan dan verifikasi lanjutan. PHK ini dilaporkan terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Bogor, Tangerang, Semarang, dan Sukoharjo.

Beberapa alasan utama yang menyebabkan terjadinya PHK antara lain kondisi keuangan perusahaan yang memburuk, seperti pailit atau sedang dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), langkah efisiensi tenaga kerja, hingga relokasi pabrik ke daerah lain.

Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melalui portal Satu Data Ketenagakerjaan melaporkan angka PHK yang jauh lebih rendah. Selama periode Januari hingga Februari 2025, tercatat sebanyak 18.610 pekerja yang kehilangan pekerjaan. Laporan tersebut menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Tengah menjadi wilayah dengan jumlah PHK tertinggi, yakni menyumbang lebih dari setengah dari total nasional versi Kemnaker.

“Tenaga kerja ter-PHK paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah yaitu sekitar 57,37 persen dari jumlah tenaga kerja ter-PHK yang dilaporkan,” demikian tertulis dalam laporan resmi Kemnaker yang dikutip pada Senin, 31 Maret 2025.

Data Kemnaker mencatat bahwa sebanyak 10.677 pekerja di Jawa Tengah mengalami PHK. Selain itu, angka PHK juga terdata di beberapa provinsi lainnya, antara lain di Riau (3.530 orang), DKI Jakarta (2.650 orang), Jawa Timur (978 orang), Banten (411 orang), Bali (87 orang), Sulawesi Selatan (77 orang), Kalimantan Tengah (72 orang), dan Jawa Barat (23 orang).

Ervana Trikarinaputri dan Mega Maha Dewi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus