Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

"Tonicum" Dengan Plafon

Bunga kredit investasi turun dari 12-15% jadi 10-13,5% dengan jangka waktu dari 5 thn jadi 10 thn. penurunan dilakukan karena bank-bank mengalami kebanjiran uang, karena itu bunga deposito juga diturunkan. (eb)

14 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGI pengamat kebijaksanaan moneter negeri ini, sudah lama dirasakan bahwa penurunan suku bunga kredit maupun deposito hanya tinggal waktu saja. Dan waktu iu datang pada sidang Kabinet terakhir tahun 1977. Dalam sidang tersebut ternyata bukan saja bunganya turun, tapi masa kredit dan masa tenggangnya malah ditambah. Bunga kredit investasi, misalnya, yang tadinya berkisar antara 12 15%, kini menjadi 10 - 13,5%, dan jangka waktunya diperpanjang dari 5 menjadi 10 tahun dengan masa tenggang 4 tahun, bukan 3 tahun seperti semula. Beberapa jenis kredit yang tadinya dimasukkan "golongan III" seperti modal kerja untuk industri, dan impor dan penyaluran barangbarang yang diawasi, kini bunganya seragam yaitu 13,5%, sedangkan tadinya tingkatnya berkisar antara 15 - 24%. Untuk importir-produsen, kredit impor yang berjangka antara 3 - 6 bulan dimungkinkan lagi, yang berarti satu keringanan sesudah Merchant L/C (MLC) dicabut. Pada waktu MLC, hanyalah mereka yang punya. relasi di luar negeri menikmatinya, sedang sekarang importir yang tak punya hubungan khusus apapun dengan pensuplainya di luar negeri bisa menikmati fasilitas kredit ini. Jadi kredit impor ini tidak lagi tergantung dari kemurahan si pensuplai di luar negeri, tapi memang tergantung dari bank di sini. Sebaliknya si eksportir di sini dimungkinkan memberi kredit kepada pembelinya di luar negeri tapi pada saat yang sama dia menerima tunai dari bank jadinya seolah-olah pembeli barang di luar negeri mendapat fasilitas MLC dari bank di sini. Ini bisa meringankan pembeli luar negeri dalam pembayaran, dus diharapkan bisa menamball daya saing eksportir Indonesia di luar negeri Ada beberapa faktor mengapa penurunan suku bunga kredit ini harus terjadi: inflasi kini masih 11,8%, tapi nampaknya sudah merupakan tingkat yang masih bisa ditolerir. Politik kredit yang ketat pada tingkat inflasi sebesar itu bisa mengekang pertumbuhan bisnis. Namun pemerintah rupanya juga sadar bahwa awan mendung akan masih meliputi ekonomi dunia selama 1978, ekonomi dunia belum waras dari resesi, tingkat pertumbuhan negara industri masih merayap, pengangguran masih tetap mera jalela, sementara hantu perang dagang masih melayang-layang dan dollar masih menjadi sepakbola-ekonomi para spekulan. Tak syak lagi, menghadapi ekonomi dunia yang lemah ini, satu tindakan moneter yang cukup stimulatif memang diperlukan untuk bisnis di dalam negeri. Banjir Uang Agaknya faktor utama di belakang keputusan untuk menurunkan suku bunga uni secara kebetulan adalah kesulitan yang dialami oleh bank-bank - bukan karena kekurangan likwiditas - justru karena kebanjiran uang. Sudah lama bank-bank lebih banyak menerima simpanan daripada jumlah uang yang bisa disalurkan lewat kredit. Kredit bank yang disalurkan di Jakarta, misalnya tahun 1977 hanya naik dengan 14 - 15%, sedangkan simpanan yang berhasil dikumpulkan naik dengan 27%. Dengan keadaan ini makin banyak likwiditas bank yang tak tersalur secara produktif, yang sebenarnya hanya menambah beban bank yang bersangkutan. Lebih berat lagi karena dana yang terkumpul di bank ini sebagian besar merupakan deposito berjangka. Posisi semua bank anggota clearing Jakarta pada akhir kwartal tiga 1977 menunjukkan dari sejumlah Rp 1.300 milyar dana yang dikumpulkan, Rp 650 milyar atau separuhnya merupakan deposito berjangka, yang bunganya mesti dibayar bank kepada si penyimpannya. Karena itu, tuk mengerem arus deposito berjangka ini, bunga deposito juga diturunkan, berkisar antara sampai 6 titik persen tergantung dari jangka waktunya. Selama setahun belakangan ini, politik perkreditan pemerintah memang agak restriktif. Pemerintah menetapkan jumlah plafon kredit yang tidak boleh dilewati untuk bank masing-masing. Maksudnya supaya arus kredit tidak inflasioner. Dan jumlah pengeluaran kredit pun juga mengalami penurunan. Kwartal pertama 1977, jumlah kredit perbankan masih naik dengan 4 % kwartal 3 kemarin, jumlah kredit hanya naik dengan 1%. Ini sebenarnya mencerminkan kelesuan bidang usaha selama ini. Krisis ekonomi Indonesia tidak boleh ketularan ekonomi dunia yang lesu darah maka semacam tonicum memang diperlukan. Tahun 1478 ini, plafon kredit masih akan tetap diadakan, tapi - demikian harapan bidang usaha -- hendaklah ditingkatkan jumlahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus