BAGI pengamat kebijaksanaan moneter negeri ini, sudah lama
dirasakan bahwa penurunan suku bunga kredit maupun deposito
hanya tinggal waktu saja. Dan waktu iu datang pada sidang
Kabinet terakhir tahun 1977.
Dalam sidang tersebut ternyata bukan saja bunganya turun, tapi
masa kredit dan masa tenggangnya malah ditambah. Bunga kredit
investasi, misalnya, yang tadinya berkisar antara 12 15%, kini
menjadi 10 - 13,5%, dan jangka waktunya diperpanjang dari 5
menjadi 10 tahun dengan masa tenggang 4 tahun, bukan 3 tahun
seperti semula. Beberapa jenis kredit yang tadinya dimasukkan
"golongan III" seperti modal kerja untuk industri, dan impor dan
penyaluran barangbarang yang diawasi, kini bunganya seragam
yaitu 13,5%, sedangkan tadinya tingkatnya berkisar antara 15 -
24%.
Untuk importir-produsen, kredit impor yang berjangka antara 3 -
6 bulan dimungkinkan lagi, yang berarti satu keringanan sesudah
Merchant L/C (MLC) dicabut.
Pada waktu MLC, hanyalah mereka yang punya. relasi di luar
negeri menikmatinya, sedang sekarang importir yang tak punya
hubungan khusus apapun dengan pensuplainya di luar negeri bisa
menikmati fasilitas kredit ini. Jadi kredit impor ini tidak lagi
tergantung dari kemurahan si pensuplai di luar negeri, tapi
memang tergantung dari bank di sini.
Sebaliknya si eksportir di sini dimungkinkan memberi kredit
kepada pembelinya di luar negeri tapi pada saat yang sama dia
menerima tunai dari bank jadinya seolah-olah pembeli barang di
luar negeri mendapat fasilitas MLC dari bank di sini. Ini bisa
meringankan pembeli luar negeri dalam pembayaran, dus diharapkan
bisa menamball daya saing eksportir Indonesia di luar negeri
Ada beberapa faktor mengapa penurunan suku bunga kredit ini
harus terjadi: inflasi kini masih 11,8%, tapi nampaknya sudah
merupakan tingkat yang masih bisa ditolerir. Politik kredit yang
ketat pada tingkat inflasi sebesar itu bisa mengekang
pertumbuhan bisnis. Namun pemerintah rupanya juga sadar bahwa
awan mendung akan masih meliputi ekonomi dunia selama 1978,
ekonomi dunia belum waras dari resesi, tingkat pertumbuhan
negara industri masih merayap, pengangguran masih tetap mera
jalela, sementara hantu perang dagang masih melayang-layang dan
dollar masih menjadi sepakbola-ekonomi para spekulan. Tak syak
lagi, menghadapi ekonomi dunia yang lemah ini, satu tindakan
moneter yang cukup stimulatif memang diperlukan untuk bisnis di
dalam negeri.
Banjir Uang
Agaknya faktor utama di belakang keputusan untuk menurunkan suku
bunga uni secara kebetulan adalah kesulitan yang dialami oleh
bank-bank - bukan karena kekurangan likwiditas - justru karena
kebanjiran uang. Sudah lama bank-bank lebih banyak menerima
simpanan daripada jumlah uang yang bisa disalurkan lewat kredit.
Kredit bank yang disalurkan di Jakarta, misalnya tahun 1977
hanya naik dengan 14 - 15%, sedangkan simpanan yang berhasil
dikumpulkan naik dengan 27%. Dengan keadaan ini makin banyak
likwiditas bank yang tak tersalur secara produktif, yang
sebenarnya hanya menambah beban bank yang bersangkutan.
Lebih berat lagi karena dana yang terkumpul di bank ini sebagian
besar merupakan deposito berjangka. Posisi semua bank anggota
clearing Jakarta pada akhir kwartal tiga 1977 menunjukkan dari
sejumlah Rp 1.300 milyar dana yang dikumpulkan, Rp 650 milyar
atau separuhnya merupakan deposito berjangka, yang bunganya
mesti dibayar bank kepada si penyimpannya. Karena itu, tuk
mengerem arus deposito berjangka ini, bunga deposito juga
diturunkan, berkisar antara sampai 6 titik persen tergantung
dari jangka waktunya.
Selama setahun belakangan ini, politik perkreditan pemerintah
memang agak restriktif. Pemerintah menetapkan jumlah plafon
kredit yang tidak boleh dilewati untuk bank masing-masing.
Maksudnya supaya arus kredit tidak inflasioner. Dan jumlah
pengeluaran kredit pun juga mengalami penurunan. Kwartal pertama
1977, jumlah kredit perbankan masih naik dengan 4 % kwartal 3
kemarin, jumlah kredit hanya naik dengan 1%. Ini sebenarnya
mencerminkan kelesuan bidang usaha selama ini. Krisis ekonomi
Indonesia tidak boleh ketularan ekonomi dunia yang lesu darah
maka semacam tonicum memang diperlukan.
Tahun 1478 ini, plafon kredit masih akan tetap diadakan, tapi -
demikian harapan bidang usaha -- hendaklah ditingkatkan
jumlahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini