KURS saham PT Semen Cibinong kini hidup kembali. Agak lama lesu,
para pialang di Pasar Modal, Jakarta pun bergairah lagi. Dari PT
Aperdi, misalnya, Sani Permana berkata pada TEMPO minggu lalu
bahwa telepon kantornya lebih banyak berdering dibanding dengan
hari-hari sebelum Tahun Baru. Semua itu karena PT Semen
Cibinong, berdasar keputusan rapat umum luar biasa para
pemegang salamnya, akan membayar dividen mulai 31 Januari.
Ketika perusahaan itu memasyarakatkan diri Agustus yang lalu,
kurs sahamnya telah melonjak tinggi di atas nominal Rp 10.000.
Tidak lama kemudian PT Danareksa mencoba mengekangnya, dan
berhasil membuatnya stabil sekitar Rp 10.500. Tapi karena
tingkat kurs itu bertahan agak lama, animo masyarakat menjadi
kendor, bahkan seringkali transaksi di bursa efek menjadi tidak
berarti.
Kini dividennya akan sebesar Rp 666 per saham. Itu diambil dari
keuntungan perusahaan selama 11 bulan--1 Desember '75 s/d 31
Oktober '76. Para pemegang sahamnya yang terhitung sejak
Agustus, termasuk PT Danareksa tetap mendapat dividen penuh.
Dibanding dengan saham aslinya, sertifikat Danareksa mendapat
dividen lebih besar--Ik. Rp 675. Bila dikurangi biaya
administrasi dan provisi, dividen sertifikat itu masih akan
sebesar Rp 670.
Sertifikat itu mendapat dividen lebih banyak karena Danareksa
telah mengeluarkan 148.000 sertifikat dari 150.000 saham asli
Cibinong yang dibelinya. Jumlah dividen untuk kesemuanya ialah
(150.000 x Rp 666) Rp 99,9 juta, yang bila dibagi dengan
148.000) dengan sendirinya memberi bagian lebih besar bagi
pemegang sertifikat.
Kucing
PT Semen Cibinong, bila para pemegang sahamnya bertemu lagi
April nanti, diduga akan membayar dividen yang lebih besar lagi.
Nanti dividen akan diambil dari keuntungan tahun buku Nopember
'76 s/d Oktober '77. ketika penjualannya melebihi kapasitas
(terpasang) pabrik 500.000 ton setahun.
Mulai Desember '77 pabriknya malah meningkat lagi bekerja atas
dasar kapasitas 1,2 juta ton setahun. Pasaran semen masih tetap
baik.
Maka jumlah pembeli sahamnya belakangan ini meningkat. Kursnya
pada pertengahan minggu lalu mencapai Rp 10.800 tapi cenderung
akan bergerak sekitar Rp 10.700. PT Danareksa tampaknya
membiarkan kenaikan kurs yang sedikit itu. "Kenaikan itu masih
wajar," kata J.A. Sereh kepada Yunus Kasim dari TEMPO.
Jika mau mencampuri pasar lagi, tentu saja, Danareksa masih
sanggup karena terdapat 50.300 saham berasal Cibinong itu yang
masih tersedia di tangannya. Setiap waktu persediaan besar itu
tampaknya akan dilemparnya ke pasar bila gejala spekulasi
terlihat olehnya.
Walaupun tidak terjual, persediaan besar itu tidak merugikan
Danareksa. Sebab dividen sebesar Rp 666 per saham untuk 5 bulan
itu, menurut Sereh, berarti sama dengan Ik. 15 setahun, lebih
tinggi daripada sukubunga tabanas dan deposito berjangka bank
negara.
Namun Danareksa sudah menyalahi tujuannya dengan menimbun stock
besar itu. Sekarang ini penjualannya sebagian besar terpusat di
Jakarta, sedang semustinya tersebar ke daerah. Problimnya ialah,
menurut pengamatan para pialang, cara pelayanan yang lambat oleh
bank pemerintah di daerah menggusarkan pemegang sertifikat. Ia
merasa dipersukar terutama sekali bila hendak menjual kembali.
Bank-bank pemerintah di luar Jakarta ternyata tidak langsung mau
membeli.
Sesudah PT Semen Cibinong, ternyata masih belum ada perusahaan
lain yang menyusul go public. Memang sudah ada 10 perusahaan
(PMA dan PMDN) yang dewasa ini dalam tahap penilaian dan
negosiasi. Tapi pihak underwriter (perusahaan penjamin), a.l. PT
Danareksa, seperti kata Sereh "tak mau membeli kucing dalam
karung."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini