Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 11 korban online scam berasal dari Indonesia dijanjikan uang sebesar Rp 15-20 juta untuk menjadi pekerja di Bangkok, Thailand sebagai pegawai marketing, customer service dan admin crypto. Namun, mereka akhirnya dibawa ke Myawaddy, Myanmar untuk dipekerjakan sebagai scammer online atau penipu daring.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun 11 korban, kata Judha, di antaranya delapan berasal dari Sukabumi, dua dari Bandung dan satu dari Bangka Belitung. Sebanyak 10 di antaranya adalah laki-laki dan satu lainnya perempuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mereka ditawarkan bekerja sebagai marketing, customer service, dan admin crypto di Thailand dengan gaji yang fantastis antara Rp 15-20 juta. Kemudian, mereka dibawa ke Myawaddy untuk dipaksa melakukan scamming," kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Judha Nugraha di Kemenlu, Jakarta Pusat, Senin, 26 Agustus 2024.
Modus perekrutan terhadap korban, kata Judha, dilakukan dengan cara scamming melalui media sosial. Selain itu, scamming juga dilakukan oleh pihak keluarga yang sudah bekerja di Myawaddy.
Saat sudah bekerja sebagai scammer di Myawaddy, mereka mendapat ancaman akan dijual ke perusahaan scam online lainnya jika tidak memenuhi target yang sudah ditentukan. "Jadi kalau kita pahami di Myawaddy itu ada ratusan perusahaan online scamming. Perusahaan-perusahan ini saling berkomunikasi dan berinteraksi ," ucap Judha.
Mereka direkrut, Judha meneruskan, tidak sesuai prosedur resmi sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 mengenai perlindungan pekerja migran Indonesian. Perekrut tidak meminta kualifikasi khusus, tidak membuat kontrak kerja dengan korban dan tidak menggunakan visa kerja. "Namun mereka menggunakan fasilitas bebas visa untuk sesama negara ASEAN maupun visa turis".
Selanjutnya: Pada tempat yang sama di Kemenlu, salah satu pihak keluarga korban Wulan Rahma Dianti (35).....
Pada tempat yang sama di Kemenlu, salah satu pihak keluarga korban Wulan Rahma Dianti (35) mengatakan adiknya yang berinisial RSP (30) dikenakan banyak denda yang tidak masuk akal selama bekerja sebagai scammer. Denda tersebut seperti denda mengobrol dengan pegawai divisi lain dalam perusahaan dan denda ibadah. "Semua serba denda dan ujung-ujungnya tidak ada dapat gaji sama sekali," katanya.
Pihak keluarga korban lain Cici Suci (31) mengatakan adiknya yang berinisial SJ (23) tidak mendapat gaji sesuai dengan yang dijanjikan. Sedangkan suaminya yang berinisial AM (35) belum mendapatkan gaji sepeser pun sampai saat ini.
Wulan dan Cici meminta Presiden Jokowi untuk segera memulangkan keluarganya. "Saya berharap untuk Pak Jokowi segera memulangkan keluarga saya, mudah-mudahan bisa secepatnya diproses," ujar Wulan.
Judha menyebut korban online scam berasal dari generasi z dengan rentang usia 18-35 tahun. Mereka mudah ditipu karena tawaran gaji yang fantastis. Ia meminta generasi muda agar kritis ketika memperoleh tawaran kerja di luar negeri yang tidak mensyaratkan kualifikasi khusus dan kemampuan Bahasa Inggris, tetapi menjanjikan atau menawarkan gaji yang fantastis.
"Mereka seharusnya bertanya apakah tawaran ini kredibel atau tidak? Kemudian melakukan cross-check juga terhadap perusahaan yang menawarkan," ujar Judha.
IKHSAN RELIUBUN