Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Analis Transaksi Keuangan Indonesia (AATKI) Budi Saiful Haris mengatakan korban online scam atau penipuan bisa dibilang merata. Ini lantaran korbannya terdiri atas berbagai kalangan. "Ada yang memang masyarakat awam, masyarakat golongan rendah, masyarakat menengah ke bawah, sampai ke perusahaan-perusahaan dengan omzet ratusan miliar bahkan triliunan," kata Budi dalam Podcast Jumatan di Youtube PPATK Indonesia, Jumat, 30 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, duit hasil scam itu bervariasi dan tergantung segmen korban. Ia menuturkan pelaku memang mempelajari segmen korban-korbannya. Artinya, jaringan penipuan ini memiliki keahlian khusus untuk mengklaster segmen-segmen korbannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budi mencontohkan modus scam untuk masyarakat kalangan menengah ke bawah. Misalnya, telepon yang menyatakan saudara korban berada di kantor polisi.
Sedangkan modus untuk korporasi besar tentu berbeda. Salah satunya adalah meretas email perusahaan tersebut. "Di-hack email-nya, dibelokkan komunikasinya sampai dia mentransfer ke rekening yang berbeda dari yang seharusnya, kan itu bisa ratusan miliar," ujar Budi.
Ada pula modus lain dengan melakukan rekayasa sosial sedemikian rupa. Sehingga misalnya ketika seseorang mengakses suatu website atau aplikasi tertentu, pelaku memiliki informasi-informasi rahasia orang tersebut. Misalnya, nomor rekening, pin, hingga nama ibu kandung.
Menurut Budi, banyak sekali modus-modus scam. Sehingga masyarakat harus terus meng-update pengetahuan tentang modus-modus ini. Selain itu, perlu juga kemampuan memahami situasi dan berpikir kritis. "Jadi memang memerangi scam ini sebanding dengan seberapa literasi edukasi masyarakat juga harus bagus," tuturnya.
Pilihan Editor: KPK Minta Kaesang Bisa Menjadi Role Model Hidup Sederhana