Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menerbitkan tiga aturan tentang Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) tahun ini. Pembentukan tiga aturan itu dilakukan di tengah tren tutupnya 20 BPR sepanjang 2024.
“Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen untuk terus perkuat industri perbankan di Indonesia, salah satunya melalui penerbitan peraturan untuk Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS),” kata M. Ismail Riyadi, Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, dalam keterangan tertulis pada Senin, 30 Desember 2024.
Tiga peraturan yang dimaksud adalah Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2024, POJK Nomor 24 Tahun 2024, dan POJK Nomor 25 Tahun 2024. Adapun POJK Nomor 23 Tahun 2024 adalah tentang Pelaporan melalui Sistem Pelaporan OJK dan Transparansi Kondisi Keuangan bagi BPR dan BPRS (POJK Pelaporan dan TKK BPR dan BPR Syariah).
POJK ini disusun sebagai upaya OJK untuk meningkatkan pengawasan berbasis teknologi dan transparansi kondisi keuangan BPR dan BPRS. Hal tersebut dilakukan dengan digitalisasi laporan yang masih disampaikan secara luring, serta dilakukan penyesuaian cakupan laporan dan tata cara publikasi laporan.
Selain itu, POJK ini juga digunakan sebagai landasan hukum atas penyampaian seluruh laporan BPR dan BPRS, baik laporan berkala maupun insidental, kepada OJK melalui Aplikasi Pelaporan Online Otoritas Jasa Keuangan (APOLO).
POJK 23/2024 mulai berlaku pada 1 Desember 2024 dan mencabut keberlakuan POJK Nomor 48/POJK.03/2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat, POJK Nomor 13/POJK.03/2019 tentang Pelaporan Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan, dan POJK Nomor 35/POJK.03/2019 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Kemudian, POJK Nomor 24 Tahun 2024 adalah tentang Kualitas Aset BPRS (POJK Kualitas Aset BPRS). Pokok pengaturan POJK ini terdiri dari perluasan cakupan aset produktif, penambahan pengaturan mengenai aset nonproduktif, kualitas aset produktif, penyisihan penilaian kualitas aset dan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN), restrukturisasi pembiayaan, properti terbengkalai, agunan yang diambil alih, hapus buku, serta kebijakan pembiayaan dan prosedur pembiayaan.
POJK Nomor 25 Tahun 2024 mengatur tentang Penerapan Tata Kelola Syariah Bagi BPRS (POJK Tata Kelola Syariah BPR Syariah). POJK ini diterbitkan sebagai upaya penguatan tata kelola syariah pada BPRS, termasuk peningkatan kewenangan dan peran Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Terdapat fungsi yang secara khusus bertanggung jawab dalam penerapan tata kelola syariah dan bertugas mendukung peran DPS, yaitu fungsi kepatuhan syariah, fungsi manajemen risiko syariah dan fungsi audit intern syariah. Di sisi lain, terdapat kewajiban bagi Direksi dan Dewan Komisaris bank syariah untuk mendukung pelaksanaan tugas DPS tersebut.
Sepanjang 2024, OJK telah mencabut izin usaha dari 20 BPR dan BPRS. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae berkata pencabutan dilakukan untuk memperkuat industri BPR/BPRS serta melindungi kepentingan konsumen.
“Pencabutan izin usaha (CIU) pada BPR/S tersebut tidak serta-merta dilakukan. Pengawas senantiasa memantau realisasi rencana tindak penyehatan yang dilakukan oleh BPR/S dan pemegang saham pengendali (PSP),” kata Dian lewat jawaban tertulis pada Selasa, 24 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan editor: Jumlah Penumpang Pesawat Periode Libur Nataru Melonjak, Imbas Penurunan Harga Tiket?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini