Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Director Human Resources and General Affair PT Krakatau Posco Gersang Tarigan menyatakan pihaknya telah menyetor pajak Rp 9,7 triliun sejak tahun 2014 sampai 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bahkan di 2022 ini kita sudah menyetor hampir 1,6 triliun," kata dia saat ditemui di Gadung Tempo, Palmerah, Jakarta Selatan, 13 September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan industri baja memiliki daya multiplier effect di antaranya menyerap banyak tenaga kerja. Saat ini karyawan Krakatau Posco mencapai 2.400 orang, ditambah 3700 karyawan outsourcing. Selain itu, terdapat ratusan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang bergantung pada industri baja.
Dengan kontribusi tersebut, ia berharap industri baja lebih mendapatkan perlindungan dari pemerintah agar kondisi pasar lebih adil. Khususnya, perlindingan dari baja impor ilegal atau yang tanpa memenuhi bea masuk. Kemudian barang-barang anti dumping dan produk-produk yang tersendat. "Kami harapkan ada kebijakan pemerintah untuk bisa mencegah itu," ucapnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan sempat menyita produk baja yang diduga tidak memenuhi persyaratan mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) senilai Rp41,68 miliar.
Menurut Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan kini memang marak importasi bahan baku baja lembaran lapis seng (BjLS) dan galvanized steel coils with alumunium zinc alloy (BjLAS) asal Cina. Selain itu, terdapat peredaran produk BjLS yang tidak memenuhi kualitas yang dipersyaratkan secara teknis.
Ia menegaskan pelaku usaha yang melanggar aturan seperti baja impor ilegal itu dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar. Selain itu, sesuai Pasal 113 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 juga bisa dipidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5 miliar.
Baca: Golongan 450 VA Dihapus dan Daya Listrik Rumah Orang Miskin Naik jadi 900 VA, Respons Menteri ESDM?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.