Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat ada tiga tantangan yang harus dihadapi dalam konstruksi jalan tol pada 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Jenderal Bina Marga Hendy Rahadian mengatakan ketiga tantangan tersebut bermuara pada pendanaan proyek-proyek jalan tol. Menurutnya, biaya dan dana yang tersedia setelah penajaman proyek jalan tol untuk 2021 tidak sebanding.
"Kami lihat dengan budget constraint baik dari segi tanah dan dukungan konstruksi, ini bukan hal yang mudah [untuk mencapai target 2024] karena kami membutuhkan biaya," ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR, Rabu, 27 Januari 2021.
Hendy menyatakan pihaknya membutuhkan biaya pembebasan lahan untuk proyek jalan tol sampai 2024 senilai Rp 55,25 triliun. Dengan kata lain, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus menyiapkan anggaran sekitar Rp 13,7 triliun setiap tahunnya sepanjang 2021-2024.
Namun demikian, lanjutnya, dana pembebasan tanah untuk keperluan konstruksi jalan tol hanya dianggarkan sekitar Rp 5,93 triliun. Artinya, hanya sekitar 39,02 persen dari anggaran yang dibutuhkan.
"Jadi, ada ketidakpastian pemenuhan biaya [pembebasan] tanah [untuk konstruksi jalan tol pada 2021]," ucapnya.
Masalah kedua, Hendy menyampaikan pihaknya membutuhkan dana hingga Rp 171,8 triliun sebagai jasa konstruksi jalan tol selama 4 tahun ke depan. Adapun, 86,14 persen atau sekitar Rp 148 triliun ditujukan untuk konstruksi Jalan Tol Trans Sumatera.
Hendy menyatakan pihaknya sudah melakukan skema pinjaman untuk pemenuhan dana tersebut. Namun demikian, skema tersebut hanya menghasilkan Rp 42 triliun untuk kebutuhan dana sekitar Rp 148 triliun tersebut.
Hendy berujar kekurangan dana untuk konstruksi Jalan Tol Trans Sumatera tersebut merupakan tantangan ketiga yang harus dihadapi. Pasalnya, penugasan konstruksi jalan tol tersebut dilimpahkan pada PT Hutama Karya (Persero) Tbk.
Walhasil, Hutama Karya saat ini harus disuntikkan dana pemerintah. Hendy menyatakan skema penyuntikan tersebut adalah penanaman modal negara (PMN).
"Setelah kami evaluasi, ada defisit PMN yang belum bisa dipenuhi sekitar Rp 60 triliun. Kalau tidak segera dipenuhi, otomatis proyek konstruksi yang berjalan [dilakukan Hutama Karya] sekarang, berhenti," katanya.
Hendy mengatakan pihaknya saat ini sedang berkoordinasi dengan Kemenkeu dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian agar defisit tersebut bisa terselesaikan dengan segera.
Hendy menyatakan target yang telah digodok pihaknya merupakan target sementara. Adapun, ucapnya, pihaknya akan melihat sejauh apa DJBM dapat memenuhi target tersebut.
"Ini kami perlu komunikasi dengan Kementerian Keuangan [untuk pendanaan pembebasan tanah] dan konstruksi backbone Jalan Tol Trans Sumatera," katanya.
BISNIS
Baca juga: PUPR: Proyek Tol Trans Sumatera Terancam Berhenti karena Kurang Dana Rp 60 T
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini