Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi Aceh berencana merevisi qanun (peraturan daerah) yang melarang bank konvensional di Aceh pasca kejadian Bank Syariah Indonesia atau BSI error. Pengamat ekonomi Islam Mulya E. Siregar buka suara atas hal ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau yang saya dengar dari temen-teman Bank Aceh Syariah itu, kalau nggak salah usulan Bapak Wali Kota karena kejadian transksi tidak berlangsung di Aceh karena BSI," kata Mulya usai acara Diskusi Media: Kinerja Hijra Bank dan Potensi Transformasi Digital Keuangan Syariah di Indonesia, Senin, 29 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulya mendapat informasi bahwa MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama) Aceh tidak setuju. Sebab, peralihan dari bank konvensional ke bank syariah pada 2018 adalah perjalanan sangat panjang.
"Kalau balik lagi menurut saya set back (mundur). Soalnya udah jalan jauh kok balik lagi," ujar Deputi Komisioner OJK periode 2014-2017 itu.
Seharusnya, kata dia, bank syariah jadi melayani masyarakat anytime anywhere. Menurut Mulya, masalah BSI pada waktu itu terkait dengan IT sehingga tidak relevan jika bank konvensional dikembalikan ke Aceh.
"Bank syariah sana harus lebih kuat melayani eksport impor di sana. Karena masih banyak masyarakat Aceh masih ke Medan untuk transkasi eksport import, harus seimbang ya jangan ketinggalan," tutur dia.
Selanjutnya: Aceh memiliki dua bank, Bank Aceh Syariah (BAS) dan BSI
BSI sebelumnya sempat mengalami error selama beberapa hari mulai Senin, 8 Mei 2023. Kejadian layanan BSI error sempat menimbulkan kepanikan di masyarakat, termasuk warga Aceh.
Apalagi Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah atau LKS melarang bank konvensional beroperasi di Aceh. Dengan demikian, Aceh hanya memiliki dua bank yaitu Bank Aceh Syariah (BAS) dan BSI.
Kejadian terganggunya layanan BSI selama beberapa hari memunculkan wacana untuk merevisi Qanun Aceh 11/2018 tersebut. Sementara itu, Gubernur Aceh juga telah menyerahkan rencana perubahan qanun tersebut kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) agar dapat dilakukan pembahasannya oleh parlemen Aceh.
Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA menyampaikan, Pemerintah Aceh telah sepakat atas rencana revisi qanun LKS. Selain itu, pemerintah setempat secara khusus juga telah menyurati DPRA sejak Oktober 2022 lalu terkait peninjauan peraturan tersebut.
AMELIA RAHIMA SARI | ANTARA
Pilihan Editor: Ada Peluang Bisnis yang Hilang Akibat Gangguan Layanan, BSI: Kami Kembalikan ke Kondisi Normal
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini