Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Acungan Jempol Pak Yusuf

Pt pembangunan jaya dipuji sebagai perusahaan teladan oleh ketua bepeka karena dinilai berhasil bekerja sama dengan pemda dki jakarta. perusahaan ini terus berkembang & memberi keuntungan pada pemda.

4 Januari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPERTI hadiah menjelang tutup tahun, PT Pembangunan Jaya, yang sejak 25 tahun lalu bahu-membahu dengan Pemerintah Daerah DKI Jakarta, mendapat acungan jempol dari M. Jusuf, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan. "Kerja sama Pemda DKI dan Pembangunan Jaya patut dijadikan contoh untuk daerah lainnya," ujar eks Menhankam/Panglima ABRI itu, pekan lalu, dalam pertemuan khususnya dengan Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam dan Jaksa Agung Hari Suharto, yang diiringi seluruh staf eselon satunya. Pujian yang tidak terlalu muluk agaknya. Perusahaan yang kini bertengger di sebuah gedung kaca berlantai 13 di Jalan Thamrin, Jakarta, itu tiap tahun sanggup memberi keuntungan kepada Pemda DKI yang menguasai 60% saham. "Tahun lalu, Pemda DKI mendapat bagian Rp 300 juta dari hasil penjualan yang mencapai Rp 200 milyar," ujar Ir. Ciputra, Presiden Direktur PT Pembangunan Jaya. Sayap pun terus dikembangkan oleh perusahaan yang sudah memiliki 40 anak perusahaan itu. Berbagai kerja sama terus digalang dengan perusahaan-perusahaan di daerah, terutama di Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur, dengan saham masih tetap di bawah separuh - tak lebih dari 30% Hanya saja, keuntungan belum menjadi sasaran utama. "Yang penting membawa pengaruh dulu," ujar Ciputra. Baginya, kalau mau langsung cari untung, buka saja cabang dengan menguasai 100% saham. Proyek pertama yang dikerjakan oleh arsitek lulusan ITB itu adalah peremajaan Pasar Senen. Sebuah proyek yang pada tahun 1965 bernilai Rp 12 milyar. Sejak itu, proyek demi proyek seolah-olah terus mengantre di depan pintu kantornya. "Hanya sebagian kecil saja yang datang dari pemerintah DKI," ujarnya. Keuntungannya, hingga saat ini, juga terus tumbuh sampai 20% per tahun. Meski demikian, tak berarti semua bisnisnya menguntungkan. Beberapa perusahaan patungannya, terutama yang dengan modal asing, telah ditutupnya gara-gara merugi terus. Salah satu di antranya adalah perusahaan pelat timah yang semula diduga akan mampu mendatangkan keuntungan berlimpah. "Karena itu, setiap tahun diadakan restrukturisasi, untuk menutup perusahaan yang dianggap tak mampu lagi bertahan," ujarnya. Dan Ciputra juga sudah bersiap-siap mengadakan perbaikan-perbaikan model kerja samanya dengan Pemda DKI. Mengingat pemegang saham mayoritas perusahaannya mulai berpikir untuk mengelola sendiri bisnis patungannya. "Pasar Senen, misalnya, yang sekarang dikelola bersama, akan diteruskan sendiri oleh DKI. Jadi, perlu dicari pola kerja sama yang lebih mantap," ujar Ciputra. Namun, yang lebih memusingkan Ciputra agaknya yang menyangkut proyek Ancol, yang telah berkembang menjadi proyek raksasa dengan 2.300 karyawan, dan perputaran uangnya mencapai Rp 30 milyar per tahun. "Padahal, proyek itu hanya didasarkan pada sebuah surat kontrak kerja sama," ujarnya, tanpa merinci lebih lanjut. Tapi diakuinya bahwa dia juga diberi tugas untuk menemukan rumusan-rumusan kerja sama baru yang diperlukan. Sedangkan gagasan awal pendirian perusahaannya berasal dari Gubernur DKI saat itu, Dr. Soemarno. Karena tak punya modal pada 1961, Gubernur itu mengajak Ciputra bekerja sama untuk melaksanakan rencana-rencana pembangunannya. "Pemerintah juga tidak membayar untuk pemilikan sahamnya," ujarnya, pekan lalu. Saat itu, modal yang dapat dikumpulkan Ciputra hanya mencapai Rp 21 juta. Sebagai imbalannya, Soemarno memberi sebuah ruang kantor di Balai Kota. Anehnya, pada saat itu, perundang-undangan Rl belum memungkinkan lembaga Pemda memiliki saham di perusahaan swasta. Di samping itu, selama zaman Gubernur Soemarno, Pembangunan Jaya juga tidak pernah memberi dividen kepada Pemda DKI. "Keuntungan yang kami peroleh berupa jasa," ujar Soemarno. Tapi, yang pasti, pernyataan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan cukup menenteramkan hati Ciputra. "Itu berarti merestui kami untuk terus mengabdi pada negara," ujar bos yang mengaku peranannya sudah sangat mengecil di Ibu Kota. Praginato Laporan Suhardjo H.S. (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus