Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Swasembada mental

Presiden soeharto meresmikan pabrik kertas pn leces & 13 pabrik milik swasta. diharapkan mampu bersaing dipasaran dn & ln. harga masih mahal. bahan baku masih diimpor, meski pabrik pulp sudah ada.

4 Januari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KERTAS, yang disebut "bahan baku pangan mental", termasuk bidang yang diusahakan pemerintah untuk swasembada. Menurut Dirjen Industri Kimia Dasar Sidharta, sebagian besar pabrik kertas dibangun awal 1970-an untuk substitusi impor. Namun, impor kertas, yang dicatat BPS, tahun silam masih mencapai 252,6 juta kg (termasuk kertas karton) yang menyedot devisa US$ lil,9 juta. Hal itu karena. Sebagian besar konsumen belum tertarik pada mutu produk dalam negeri. Tapi, Sabtu pekan lalu, Presiden meresmikan pabrik kertas milik pemerintah, PN Leces (Probolinggo), yang telah melakukan restrukturisasi. Sekaligus diresmikan secara simbolis 13 pabrik lain milik swasta, empat di antaranya berstatus PMA - ada yang berbentuk perluasan, ada pula yang masih baru. Menelan investasi US$ 414 juta, ke-14 pabrik itu diharapkan menghasilkan kertas yang mampu bersaing, baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor. Dengan fasilitas sertifikat ekspor (SE) PT Aspex (Bogor), misalnya, belum lama ini berhasil mengekspor 3.000 ton kertas koran ke Malaysia. Kapasitas produksi di pabrik berstatus PMA itu 70.000 ton per tahun. Dengan tambahan produksi dari Leces yang 90.000 ton, konon, impor kertas karan bisa dihentikan mulai Februari nanti. Kertas berbahan baku ampas tebu itu, kendati tampaknya agak cepat menguning, menurut staf direksi PN Leces, Bagyo Sujadi, mutunya bisa bersaing di luar negeri. Dari penelitian laboratorium, kertas Leces sama dengan produksi Korea, Jepang, atau Kanada. Cuma harganya diakui masih lebih mahal. Hampir semua jenis kertas kini diproduksi di dalam negeri. Tinggal kertas uang dan krasp (untuk kantung semen) yang dianggap Asosiasi Produsen Kertas Indonesia (APKI) : masih perlu diimpor. Tapi karena impor bahan bakunya masih akan terus mengucur. Misalnya bahan-bahan kimia, seperti soda, pulp, dan sisa kertas. Tahun lalu memang diresmikan pabrik pulp pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara: PT Indah Kiat Pulp & Paper. Tapi pabrik di Perawang (Riau), yang berkapasitas 132.000 ton per tahun, belum bisa menutupi kebutuhan pulp impor yang tahun lalu dicatat BPS sebesar 345.684 ton dan bernilai US$ 184,4 juta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus