Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo.Co,Jakarta - Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia Tarkosunaryo menyarankan sejumlah langkah agar praktik rekayasa akuntansi dalam laporan keuangan yang belakangan marak terjadi tak berulang kembali. Belakangan persoalan itu mencuat ketika Badan Pemeriksa Keuangan menyebut PT Asuransi Jiwasraya melakukan window dressing atau rekayasa akuntansi laporan keuangan.
"IAPI menghimbau kepada penanggung jawab laporan keuangan, dewan komisaris, pemegang saham, auditor, regulator dan pihak-pihak terkait untuk mencegah supaya hal tersebut tidak terjadi," ujar Tarkosunaryo di Kantor IAPI, Jakarta, Senin, 13 Januari 2020. Untuk mendapat pemahaman yang luas, IAPI mengimbau kepada pengguna laporan agar mencermati setiap halaman laporan keuangan yang lengkap, tidak hanya pada laporan laba rugi saja.
Tarkosunaryo menyebut laporan keuangan hanya berupa informasi saja, dan tidak cukup dengan pernyataan “telah diaudit”. Menurutnya, laporan tersebut harus ditindaklanjuti dengan langkah nyata oleh pimpinan perusahaan untuk meningkatkan kinerja di masa datang. "Namun, akuntan publik atau auditor eksternal adalah pihak luar yang tidak punya otoritas eksekusi kebijakan."
Selanjutnya IAPI juga mengimbau pemegang saham dan regulator untuk mendorong BUMN dan entitas lainnya agar meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik termasuk aspek tata kelola laporan keuangan. Meskipun sudah terdapat ketentuan tanggung jawab laporan keuangan dalam UU perseroan Terbatas, kata Tarkosunaryo, namun dalam pelaksanaannya di lapangan, kesadaran pimpinan perusahaan untuk menyusun laporan keuangan yang baik masih kurang.
Karena itu IAPI mengusulkan pemerintah untuk menyusun Undang-Undang yang mengatur sistem dan tata kelola laporan keuangan. Beleid anyar itu diperlukan untuk melengkapi Undang-undang akuntan publik yang mengatur auditor atas laporan keuangan.
Di samping itu, Tarkosunaryo mengatakan saat ini IAPI sedang melakukan update kode etik dan standar audit untuk disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan nasional serta best practice internasional. Salah satu hal yang sedang didorong untuk diterapkan adalah adanya kewajiban untuk melaporkan kepada pihak-pihak berwenang ketika anggota IAPI menemukan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan (non-compliance with law and regulations/NOCLAR).
"Kewajiban tersebut berlaku baik bagi akuntan publik maupun bagi CPA anggota IAPI yang tidak menjadi akuntan publik, namun bekerja di perusahaan.," tutur Tarkosunaryo. IAPI juga berkomitmen untuk berkolaborasi dan sinergi dengan Kementerian Keuangan cq Pusat Pembinaan Profesi Keuangan dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas pembinaan dan pengawasan terhadap akuntan publik.
Meski demikian, Tarkosunaryo berujar peningkatan kualitas profesi akuntan publik harus diimbangi dengan peningkatan kualitas sistem tata kelola laporan keuangan dan perusahaan secara keseluruhan yang diantaranya dapat dicapai dengan adanya undang-undang yang mengatur laporan keuangan.
Sebelumnya, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Agung Firman Sampurna mengatakan permasalahan di tubuh perusahaan PT Asuransi Jiwasraya terjadi sejak lama. Bahkan Agung menyebut meski perseroan sejak 2006 masih membukukan laba, namun keuntungan tersebut diduga laba semu.
"Sebagai akibat dari rekayasa akuntansi atau window dressing, di mana perusahaan sebenarnya sudah alami kerugian," ujar Agung di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan, Jakarta, Rabu, 8 Januari 2020. Kesimpulan itu adalah salah satu resume hasil pemeriksaan investigasi pendahuluan pada 2018.
Dalam laporan itu pun disebutkan bahwa pada 2017 Jiwasraya juga mengalami laba sebesar Rp 360,3 miliar namun memperoleh opini adverse atau tidak wajar. Opini itu diberikan lantaran adanya kekurangan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun. "Jika pencadangannya dilakukan sesuai ketentuan seharusnya, perusahaan menderita rugi," tutur Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini