Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Adhi Karya (Persero) Tbk menanggapi adanya gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Gugatan itu datang dari Machfud Suroso yang merupakan Direktur Utama PT Dutasari Citralaras dengan nomor register perkara 271/Pdt.Sus-PKPU/2024/PN.Niaga Jkt.Pst.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Machfud Suroso, pemohon PKPU I melayangkan gugatan sebesar Rp25.000.000.000. Sementara pemohon PKPU II yakni PT Dutasari Citralaras menggugat dengan nilai Rp66.660.949.538. Sehingga total nilai gugatan sebesar Rp 91 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris perusahaan PT Adhi Karya, Rozi Sparta mengungkapkan tuntutan yang dilayangkan berkaitan dengan proyek Kerja Sama Operasi (KSO) antara perusahaannya dengan PT Wijaya Karya Tbk (Persero). KSO itu mengerjakan Proyek Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, PT Adhi Karya memiliki persentase 70 persen dan PT Wijaya Karya 30 persen. Proyek itu berlangsung pada 2010 silam.
“Perlu dipahami bahwa KSO ADHI-WIKA merupakan entitas terpisah dari PT Adhi Karya Tbk,” jelas Rozi dalam pernyataan tertulis di laman keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa, 24 September 2024.
Ia pun mengaku tidak mengetahui pertimbangan dari pemohon yang hanya memohonkan PT Adhi Karya sebagai termohon PKPU. Bahkan, ia menilai permohonan tersebut salah pihak. “Berdasarkan fakta-fakta hukum, permohonan PKPU yang diajukan pemohon PKPU II adalah salah pihak dan kurang pihak karena secara yuridis termohon PKPU tidak pernah menandatangi suatu perjanjian apa pun,” kata dia.
Selanjutnya, Rozi memaparkan bahwa berdasarkan dokumen-dokumen yang disampaikan pemohon, tuntutan sebesar Rp 91 miliar tidak tercatat dalam laporan manajemen keuangan KSO ADHI-WIKA. “Untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dalam proses ini ADHI melibatkan Jaksa Pengacara Negara pada Jamdatun dan menunjuk kuasa hukum guna mengawal dan memastikan proses hukum ini berjalan dengan baik,” tulis Rozi.
Sementara itu, nilai gugatan sebesar Rp 91 miliar tersebut setara dengan 0,98 persen ekuitas PT Adhi Karya per 31 Juni 2024 yakni sebesar Rp 9,2 triliun. Rozii mengklaim gugatan ini tidak berdampak materialitas dari sisi ekuitas. “Sampai saat ini PT Adhi Karya belum menerima panggilan resmi dari PN Jakarta Pusat,” kata Rozi.