Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Akan Ada BPPN II?

Benarkah BPPN mempersiapkan pendirian lembaga penjaminan simpanan? Ataukah itu hanya ambisi seorang pejabat BPPN?

10 November 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELUM lama berselang, beredar selentingan tentang rencana Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Sumantri Slamet untuk membentuk lembaga penjaminan simpanan (LPS). Sebenarnya, LPS ini memang akan didirikan pemerintah untuk menjamin simpanan nasabah di bank. Lembaga ini akan menggantikan fungsi penjaminan tanpa batas (blanket guarantee), yang secara bertahap akan dihapus. Kelak, semua bank di Indonesia—baik asing maupun nasional—wajib menjadi anggota LPS. Dalam tugasnya itu, juga tercakup tanggung jawab yang menyangkut kesehatan bank. Pokoknya, LPS berhak mengetahui isi perut bank dan tugasnya akan menyerempet-nyerempet kerja Bank Indonesia kini, yaitu mengawasi semua bank di Indonesia. Dengan wewenang itu, lembaga ini, selain bergengsi, bisa menjadi lumbung emas. Ini tentu saja akan sangat bergantung pada rambu-rambu yang ditetapkan pemerintah dalam mengatur ruang geraknya. Inisiatif Sumantri Slamet membentuk LPS sudah terendus di mana-mana. Salah satu deputi BPPN bahkan mengklaim bahwa hanya dia yang mengerti soal lembaga penjaminan simpanan di negeri ini. Strukturnya pun sudah dibuat. Sumber TEMPO di BPPN mengungkapkan bahwa dari struktur itu terlihat kerangka divisi aset manajemen kredit, unit restrukturisasi bank, dan aset manajemen investasi, yang kini merupakan bagian dari BPPN. Alasannya adalah untuk berjaga-jaga kalau ada bank yang ambruk lagi. "Mereka tak mau kehilangan BPPN, sehingga ingin mendirikan BPPN kedua," katanya. Untuk itu, kelompok kerjanya sudah disiapkan. Tercatat ada 21 orang yang akan "bedol desa", terdiri atas kepala grup, kepala divisi, dan dua deputi, yang menurut sumber TEMPO adalah orang-orang dekat Sumantri sendiri. Tak satu pun orang dari divisi kewajiban bank, yang tentu lebih mengerti soal penjaminan nasabah, diikutsertakan. Penyebabnya sederhana: mereka tidak dekat dengan Sumantri. Terlepas dari ambisi pribadi seorang Sumantri, rencana BPPN membuat LPS terdengar sangat janggal—kalau tak mau dikatakan kebablasan. Dalam hal ini, sangat kuat terkesan betapa suasana kerja di BPPN yang "kebal hukum" membuat orang-orang di sana bertindak sesuka-suka mereka. Tak aneh bila dari kantor Departemen Keuangan di Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, terdengar hardikan, "Semua ada di tangan Menteri Keuangan. Mereka tidak berhak." Direktur Asuransi Departemen Keuangan, Firdaus Djaelani, memang mendengar sepak terjang BPPN itu. Katanya, kalau tak direstui Direktur Jenderal Lembaga Keuangan dan Menteri Keuangan, mereka tak punya hak mendirikan LPS. "Keinginan itu karena sebentar lagi BPPN akan bubar," ujarnya menjelaskan. Di BPPN, semangat mempersiapkan LPS sudah terasa sejak tiga bulan lalu. Waktu itu, Sumantri Slamet melontarkan rancang bangun LPS melalui sebuah harian terbitan Jakarta. Seiring dengan itu, wartawan pun disodori sejumlah informasi tentang hal tersebut. Seminggu kemudian, Kepala Divisi Komunikasi BPPN Raymond van Beekum berbicara. Kepada wartawan diuraikannya sejumlah detail dari lembaga penjaminan simpanan. Pengamat ekonomi Faisal Basri melihat rencana LPS hanya sebagai strategi yang dibuat segelintir orang menjelang penutupan BPPN. Menurut Faisal, "kerja" yang menyenangkan di BPPN akan berakhir. Jadi, harus dicari imperium lain yang wewenangnya tak jauh-jauh dari BPPN. Di mata mereka, lembaga ini tampaknya cukup bergengsi untuk dijadikan lompatan dari kapal yang akan "karam". Pendapat ini klop dengan penjelasan Firdaus. Premi dari perbankan akan mengalir ke LPS antara Rp 1,5 triliun dan Rp 2 triliun tiap tahunnya. Lembaga bermodal Rp 3 triliun ini sudah harus berdiri pertengahan tahun depan. Menurut Firdaus, Departemen Keuangan sedang menyusun konsepnya. Mereka juga mempersiapkan RUU penurunan penjaminan serta peraturan pemerintah tentang LPS. Di pihak lain, Faisal mengatakan, sebuah studi yang dibuat lembaga Amerika, USAID, tentang lembaga penjaminan simpanan bisa dijadikan patokan. Pemerintah, kata Faisal, tinggal menerjemahkan, mempelajari, dan menyesuaikannya dengan kondisi Indonesia. Di balik itu semua, Sumantri—melalui Raymond van Beekum—mengungkapkan bahwa sebenarnya ada tiga tim yang bertugas mendirikan lembaga penjaminan simpanan: tim pengarah, tempat dia menjadi anggota; tim pelaksana dari Departemen Keuangan dan Bank Indonesia; serta tim kerja yang beranggotakan staf dari Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan BPPN. Ketiga tim ini mempersiapkan pendirian LPS bersama-sama. Tapi inisiatif Sumantri sejauh ini menunjukkan bahwa BPPN sudah "mencuri start"—kalau tak mau dikatakan sudah menggunting dalam lipatan. Leanika Tanjung, Agus Riyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus