Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Akibat Tersangka Tidur di Sofa

Tim penyidik kasus pembobolan BNI telah diperiksa secara internal oleh Mabes Polri. Ada tudingan mereka disuap.

25 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANG kerja Brigadir Jenderal Samuel Ismoko yang biasanya selalu dijejali tamu, Kamis pekan lalu tampak sepi.Hanya beberapa anak buahnya yang nongkrong di situ. Meja kerjanya tampak bersih, cuma ada sedikit tumpukan berkas. Ismoko yang selama ini menjabat sebagai Direktur II Bidang Ekonomi,Badan Reserse Kriminal Khusus di Mabes Polri, memang segera pergi. "Saya sudah siap pindah ruang," ujarnya.

Ismoko bertukar posisi dengan Brigadir Jenderal Andi Chaerudin yang sebelumnya jadi Kepala Biro Operasi. Pergeseran ini berpijak padakeputusan Kepala Kepolisian RI pada 18 Oktober lalu. Alasannya? Dia dinilai tidak cakap memimpin karena sering menempatkan tahanan kasus BNI di ruang penyidik.

Itulah buntut dari kaburnya Andrian Waworuntu, salah satu tersangka kasus pembobolan BNI sebesar Rp 1,7 triliun. Andrian sempat hengkang ke luar negeri begitu berkasnya dilimpahkan ke kejaksaan. Ia baru menyerahkan diri pada Jumat pekan lalu.

Semula Adrian dilepas polisi dengan alasan masa penahanannya sudah mentok, 120 hari. Celah inilah yang dimanfaatkan tersangka. Hanya, orang menduga ada permainan. Sebanyak tujuh kali berkas Adrian ditolak oleh kejaksaan karena dinilai kurang lengkap. Perbaikan berkas belum selesai juga sampai masa penahannya habis. Padahal, berkas tersangka lain kasus BNI sudah lama tuntas.

Dugaan itu kian kuat setelah Rudi Sutopo, salah satu tersangka pembobol BNI, "bernyanyi". Dari balik penjara Cipinang, sang pengusaha melempar isu penyuapan. Dia mengatakan, Adrian Waworuntu pernah meminjam uangnya US$ 20 ribu ( sekitar Rp 180 juta). Bukan dipakai sendiri, menurut Rudi, duit itu diberikan kepada Ismoko.

Mendengar kabar tak sedap, Kapolri lalu meminta Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) untuk memeriksa Ismoko dan 24 anak buahnya yang menyidik kasus BNI. Pemeriksaan internal ini dipimpin langsung oleh Kepala Propam Inspektur Jenderal Supriyadi. Bahkan Komisaris Jenderal Suyitno Landung, Kepala Bareskrim, yang menjadi atasan Ismoko juga diperiksa. Ini diakui sendiri oleh Suyitno. "Saya sudah diperiksa, tapi bukan berarti saya terlibat," katanya.

Benarkah tim penyidik memakan suap? Sejauh ini Program belum bisa memastikan. Menurut Supriyadi, hal itu sudah ditanyakan kepada Ismoko dan anak buahnya. "Jawaban mereka kompak, semua mengaku tidak pernah meminta ataupun menerima uang dari Adrian," ujar Supriyadi.

Adrian Waworuntu sendiri membantah telah memberikan segepok duit kepada Ismoko dan anak buahnya. Pengakuan Rudi Sutopo dianggapnya ngawur. "Memang saya pinjam duit, tapi tak benar uang itu untuk Ismoko," ujarnya kepada Tempo ketika ia belum menyerahkan diri. Menurut Adrian, uang itu semacam saweran, dibagi-bagikan lagi ke sesama tersangka.

Kendati begitu, bukan berarti Ismoko dan kawan-kawan bebas dari kesalahan. Menurut Supriyadi, ada kesalahan prosedur penahanan.Selama ditahan di kepolisian, Adrian ditempatkan di salah satu ruang penyidik.Bahkan sehari-hari ia tidur di sana. Padahal, seharusnya tersangka dimasukkan dalam sel. Dia hanya boleh dibawa di ruang penyidik pada saat diperiksa.

Hasil pemeriksaan itu sulit dibantah. Soalnya, Adrian Waworuntu juga mengakui bahwa dirinya pernah tidur di sofa yang berada di ruang depan Komisaris Besar Irman Santoso, salah satu bawahan Ismoko.Saat itu hari pertama ia diperiksa dan sampai di Mabes Polri sudah diri hari. "Saya harus tidur di mana? Soalnya, besok paginya pemeriksaan dilanjutkan," katanya.

Sebetulnya, Irman juga termasuk salah seorang penyidik yang akan diperiksa oleh Propam. Namun, pemeriksaan belum bisa dilakukan karena dia berada di luar kota. "Saya memang belum bisa memenuhi panggilan Propam," ujar Irman singkat.

Sejauh ini, Ismoko enggan berkomentar tentang kesalahan prosedurmaupun dugaan suap. Hanya, ia mau menerima pemindahan dirinya."Saya tidak mau berpolemik. Keputusan itu saya terima," ujarnya sambil mengerutkan jidat.

Eni Saeni, Thomas Hadiwinata

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus