Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Inflasi 2024 Terendah Sepanjang Sejarah. Apa Artinya?

Inflasi 2024 menyentuh angka terendah sepanjang sejarah, bahkan dibanding saat pandemi Covid-19 melanda. Pertanda apa?

7 Januari 2025 | 09.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kios pedagang cabai merah di Pasar Kemiri Muka, Depok, Jawa Barat, 6 Januari 2025. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • BPS mencatat inflasi tahunan sepanjang 2024 sebesar 1,57 persen atau terendah sepanjang sejarah.

  • Inflasi disebabkan oleh pelemahan permintaan domestik, khususnya daya beli masyarakat kelas menengah.

  • Krisis daya beli masyarakat bisa menghambat pemulihan ekonomi nasional dan memperbesar kesenjangan sosial.

BADAN Pusat Statistik mencatat hingga Desember 2024 terjadi inflasi tahunan sebesar 1,57 persen dengan indeks harga konsumen sebesar 106,80. Angka ini merupakan inflasi terendah sejak BPS mulai mencatat fluktuasi harga-harga di Indonesia pada 1958, meskipun kala itu penghitungan inflasi hanya dilakukan di wilayah Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sekarang (penghitungan inflasi) sudah berkembang. Kami menggunakan data 150 kota di 38 provinsi," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers pada Kamis, 2 Januari 2025. Ia berujar angka inflasi pada 2020 atau saat pandemi Covid-19 melanda bahkan lebih tinggi, yaitu 1,68 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Faktor utama rendahnya inflasi pada 2024 adalah melandainya harga pangan pokok. Terlebih harga pangan pokok pernah naik pada 2022 dan 2023. Dari sisi kelompok pengeluaran, inflasi tahunan 2024 disebabkan oleh kenaikan harga kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 1,90 persen. Kelompok ini berkontribusi paling besar terhadap inflasi umum sebesar 0,55 persen.

Komoditas lain yang dominan memberikan andil terhadap inflasi tahunan pada Desember 2024 di antaranya harga sewa rumah, kontrak rumah, upah asisten rumah tangga, mobil, biaya sekolah dasar, uang kuliah, kue kering berminyak, nasi dengan lauk, dan emas perhiasan. Di sisi lain, kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi adalah kelompok transportasi sebesar 0,04 persen.

Sejumlah ekonom menyatakan rendahnya inflasi 2024 tidak sepenuhnya positif. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal menilai kondisi ini lebih banyak mencerminkan masalah struktural, seperti lemahnya daya beli masyarakat, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Meskipun ada pengaruh dari sisi suplai, menurut Faisal, penurunan inflasi 2024 lebih disebabkan oleh pelemahan permintaan domestik, khususnya daya beli masyarakat kelas menengah. Hal tersebut berdampak pada sektor industri dan konsumsi rumah tangga. Bahkan ia menyebut inflasi yang lebih rendah dibanding pada masa pandemi sebagai indikasi bahwa kondisi ekonomi masyarakat belum pulih sepenuhnya.

Selama ini, kelompok masyarakat kelas menengah berkontribusi besar terhadap konsumsi rumah tangga secara keseluruhan. Lembaga Penyelidikan Ekonomi Makro Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mencatat, pada 2023, total konsumsi kelompok calon kelas menengah dan kelas menengah mencapai 82,3 persen dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia. Calon kelas menengah menyumbang 45,5 persen dan kelas menengah 36,8 persen. Adapun konsumsi rumah tangga menyumbang 53,08 persen dari total produk domestik bruto pada kuartal III 2024.

Sementara itu, pada kuartal III 2024, pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya 4,91 persen atau lebih rendah dibanding pada kuartal II 2024 yang sebesar 4,93 persen. Angka itu juga lebih kecil dibanding pertumbuhan pada kuartal yang sama pada 2023 yang sebesar 5,06 persen.

Pada Desember 2024, inflasi tercatat sebesar 0,44 persen sesuai dengan pola tahunan, yang biasanya terjadi pada momentum Ramadan, Lebaran, atau akhir tahun. Faisal berujar kenaikan ini diharapkan terjadi karena konsumsi meningkat, tapi pada kenyataannya tidak signifikan. Jika pemerintah tidak berhasil memperkuat daya beli masyarakat, ia khawatir inflasi bisa kembali anjlok sehingga pelemahan permintaan domestik berlanjut.

Di sisi lain, ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Dzulfian Syafrian, menyebutkan ada dua kebijakan moneter dan fiskal yang mempengaruhi rendahnya inflasi 2024. Pertama, kenaikan suku bunga yang agresif. Kedua, peningkatan beban pajak yang mesti ditanggung masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah. Kombinasi ini membuat masyarakat dan pelaku usaha tertekan oleh akses pembiayaan yang mahal serta beban fiskal yang kian berat.

Selain itu, Dzulfian menepis klaim pemerintah yang menyebutkan inflasi terkendali, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia ekspansif, dan dunia usaha tetap optimistis terhadap kondisi perekonomian nasional ke depan. Ia menekankan saat ini justru terjadi penurunan dari sisi permintaan ataupun suplai, sebagaimana terlihat pada tren negatif PMI manufaktur sejak Juli 2024 yang mengindikasikan perlambatan di sektor riil.

Jika tren pelemahan permintaan berlanjut, Dzulfian berpendapat, sektor industri akan dipaksa melakukan efisiensi, termasuk mengurangi jumlah tenaga kerja. Pemutusan hubungan kerja di berbagai sektor akan berdampak negatif pada penghasilan masyarakat dan bakal makin memperburuk daya beli masyarakat. Walhasil, terjadi lingkaran setan ekonomi yang sulit diatasi.

"Fenomena ini merupakan alarm negatif yang menunjukkan terus melemahnya daya beli masyarakat," tuturnya.

Dzulfian menegaskan bahwa krisis daya beli masyarakat ini dapat menghambat pemulihan ekonomi nasional dan memperbesar kesenjangan sosial. Karena itu, dibutuhkan segera intervensi pemerintah serta pemangku kebijakan untuk mencegah dampak yang lebih luas pada stabilitas ekonomi dan sosial.

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, pun menyayangkan sikap pemerintah dan Bank Indonesia yang merasa kondisi ini merupakan sinyal positif dan selalu menyatakan inflasi terkendali. "Padahal bisa saja ditafsirkan bahwa kebijakan moneter tidak cukup efektif mengalirkan darah bagi perekonomian," katanya.

Awalil menilai peredaran uang cenderung terkonsentrasi di sektor tertentu, seperti pasar modal atau investasi pada instrumen surat berharga, yang lebih menguntungkan pelaku besar dan investor. Akibatnya, sektor padat modal memperoleh manfaat lebih besar dibanding sektor riil yang menyerap banyak tenaga kerja atau masyarakat yang berperan meningkatkan kecepatan perputaran uang.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, berpendapat bahwa pemerintah perlu mengadopsi kombinasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektoral yang tepat untuk menjaga inflasi tetap terkendali. Ia menekankan pentingnya memastikan kebijakan tersebut agar tidak mengorbankan sektor riil ataupun daya beli masyarakat.

Dari sisi kebijakan fiskal, Wijayanto menyarankan pemerintah memastikan manajemen utang yang optimal sehingga suku bunga Surat Berharga Indonesia (SBI) dan Surat Ritel Berharga Indonesia (SRBI) dapat ditekan. Sebab, jika keduanya terus meningkat, sektor riil akan mengalami dehidrasi pendanaan yang menghambat ekspansi produksi dan investasi.

Sedangkan dari sisi kebijakan moneter, ia mendorong pemerintah memastikan nilai tukar rupiah tetap stabil. Salah satu caranya adalah memperbaiki kebijakan yang terkait dengan devisa hasil ekspor (DHE) dari sumber daya alam untuk memperkuat cadangan devisa. Stabilitas rupiah membantu mencegah imported inflation atau inflasi karena kenaikan harga barang impor.

Selain itu, Wijayanto berharap pemerintah memperbaiki komunikasi publik untuk menghindari kejutan yang tidak perlu. Misalnya, pembatalan kenaikan pajak pertambahan nilai yang menimbulkan ketidakpastian serta mengurangi kepercayaan pelaku usaha, investor, dan masyarakat.

Adapun Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menilai angka 1,57 persen menunjukkan tingkat inflasi tetap terkendali di rentang target sasaran nasional, yaitu 2,5±1 persen. "Kondisi ini sekaligus mencerminkan prospek positif sektor manufaktur dengan banyak perusahaan yang bersiap menghadapi peningkatan permintaan pada 2025," tutur Airlangga dalam keterangan resmi pada Kamis, 2 Januari 2025.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan keterangan saat konferensi pers APBN Kita di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, 6 Januari 2024. ANTARA/Hafidz Mubarak A.

Politikus Partai Golkar itu berujar inflasi yang terkendali ditambah PMI manufaktur Indonesia yang ekspansif menunjukkan dunia usaha tetap optimistis terhadap kondisi perekonomian nasional ke depan. Menurut dia, hal ini juga tecermin dari outlook World Bank pada Desember 2024, yang memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh 5,1 persen pada 2024 dan 5,2 persen pada 2025.

Berpendapat senada, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berpandangan bahwa rendahnya inflasi 2024 menunjukkan ketangguhan Indonesia di tengah berbagai tekanan. "Coba bayangkan Indonesia terkena tekanan harga makanan, depresiasi rupiah yang biasanya menyebabkan imported inflation, tapi masih mampu menjaga inflasi di angka 1,57 persen," ucapnya dalam konferensi pers APBN Kita di Jakarta, Senin, 6 Januari 2025.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga menyatakan inflasi sepanjang 2024 melandai signifikan, dari 2,61 persen pada akhir 2023, terutama karena didorong harga pangan yang kembali ke level normal. Namun Sri Mulyani menekankan ancaman inflasi belum sepenuhnya usai karena ketidakpastian kebijakan moneter global masih ada.

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menuturkan pergerakan inflasi komponen volatile food atau inflasi pangan sepanjang 2024 lebih stabil. Pergerakan inflasi pangan pada 2024 diawali dengan eskalasi indeks dari Januari sampai Maret, yaitu dari 7,22 persen hingga 10,33 persen, kemudian melandai hingga ditutup pada akhir tahun di level 0,12 persen. Angka ini jauh lebih rendah dibanding tahun lalu sebesar 6,73 persen dan pada 2022 sebesar 5,61 persen.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus