Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengusulkan skema Mandatory Convertible Bond (MCB) untuk dana talangan Rp 8,5 triliun dari pemerintah. Tenor yang diusulkan yaitu 3 tahun dengan pemerintah dan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), sebuah Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan, sebagai standby buyer.
Skema berbentuk surat utang ini diusulkan Garuda setelah berdiskusi dengan para pemegang saham. Tujuannya agar manajemen bisa tetap berupaya maksimal memastikan kelangsungan perusahaan. "Jadi tak semata mengandalkan dana talangan ini saja. Cukup atau tidak cukup? Dengan segala asumsi ke depan, kami rasa cukup," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam rapat bersama DPR di Jakarta, Selasa, 14 Juli 2020.
Dana talangan Rp 8,5 triliun adalah bentuk bantuan pemerintah untuk Garuda Indonesia yang kini bisnisnya terdampak Covid-19. Dana ini bersifat investasi pemerintah, bukan bailout alias Penempatan Modal Negara (PMN). Sehingga, Garuda harus mengembalikannya ke negara.
Sejak Juni 2020, Irfan juga merinci sejumlah penggunaan dana ini. Menurut, dana talangan ini hanya akan digunakan untuk modal kerja, bukan utang US$ 500 juta yang sempat jatuh Tempo pada 3 Juni 2020. Sebab, utang itu telah direstrukturisasi hingga 3 Juni 2023.
Ada sejumlah alasan mengapa tenor yang diajukan 3 tahun. Padahal, tiga tahun lagi utang US$ 500 juta yang sudah direstrukturisasi juga akan jatuh tempo. Salah satu alasannya karena konsensus global yang memperkirakan dunia penerbangan pulih 2023, seperti kondisi 2019.
Di sisi lain, Garuda juga sudah sering dibantu pemerintah. Sehingga, para pemegang saham ingin Garuda mempunyai cost structure dan fundamental revenue yang kuat dalam jangka waktu tersebut. "Tapi tiga tahun itu menurut kami mesti diberi kesempatan dan mandat untuk bekerja keras. Kalau lima tahun kami khawatir manajemen Garuda take it terlalu easy," kata dia.
Awalnya, dana talangan Rp 8,5 triliun ini sempat dikabarkan berbentuk PMN. Namun sejauh ini, rencana ini batal karena berbagai pertimbangan. Posisi Garuda sebagai perusahaan terbuka juga adalah salah satunya.
Tapi dalam paparan Irfan, opsi untuk menjadi PMN tetap ada. Setelah tiga tahun, ada tiga model pengembalian dana talangan ini. Pertama, perusahaan mengembalikan seperti biasa.
Kedua, Garuda mencari utang baru pada 2023 untuk membayar dana talangan pemerintah alias gali lubang tutup lubang. Tapi, ini juga dengan asumsi pasar akan membaik di tahun tersebut. Barulah opsi ketiga, dana talangan ini diubah menjadi PMN pada 2023. "Untuk memberi kesempatan ke minority shareholders untuk berpartisipasi," kata Irfan.
Meski demikian, belum ada keputusan mengenai pilihan dari model pengembalian ini. Rapat dengan Komisi BUMN DPR juga baru sebatas menginformasikan adanya dana talangan Rp 8,5 triliun, bukan mengambil keputusan setuju menjadi PMN atau tidak.
FAJAR PEBRIANTO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini