Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) terkena pemangkasan hingga Rp 2 triliun. Pagu dari lembaga yang mulanya bernama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini pada 2025 tersisa sebesar Rp 4 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal tersebut disampaikan Direktur Utama BPDP Eddy Abdurrachman saat rapat kerja dengan komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 17 Februari 2025. “Dari pagu DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) kita sebesar Rp 6,05 triliun, ini dilakukan efisiensi sebesar Rp 2 triliun atau Rp33,81 persen,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan adanya efisiensi, lembaga tersebut mengurangi biaya operasional kantor dan infrastruktur pendukung hingga 59,9 persen. Selain itu belanja yang juga dikurangi adalah layanan program sebesar 33,4 persen.
BPDP merupakan lembaga yang bertanggung jawab mengelola dana perkebunan. Tahun ini BPDPKS telah bertransformasi menjadi BPDP dan membawahi pengelolaan komoditas lain yakni kelapa dan kakao. Perubahan nama lembaga berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 132 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Dana Perkebunan yang dikeluarkan pada Oktober 2024.
Lembaga ini mengelola dana dari pungutan ekspor dan dana lain. Pungutan ekspor masuk ke BPDP pada 2024 tercatat mencapai Rp 28,89 triliun. Anggaran tersebut dikelola untuk beberapa program seperti pengembangan sumber daya manusia, insentif bahan bakar alternatif solar atau biodiesel, hingga peremajaan perkebunan seperti sawit.
Eddy juga memaparkan pada 2024 pengelolaan anggaran itu mengalami defisit. Salah satu pengeluaran pengelolaan terbesar BPDP adalah untuk biodiesel.
“Insentif biodiesel, ini yang terbesar, yaitu pagunya Rp 29,38 triliun. Sehingga pada tahun 2024, posisi keuangan BPDP terjadi suatu defisit sebesar Rp 3,1 triliun,” ujarnya.