Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah bangkit dari kursi ketika Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto masih di depan mikrofon menutup acara. Tanpa menyalami Airlangga, dia menghampiri dan menggamit bahu Thomas Djiwandono lalu mengacungkan jempol ke arah Thomas dan adiknya, Budisatrio Djiwandono, tanda pamit lebih dulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sri Mulyani buru-buru pergi karena sudah dipanggil Presiden Joko Widodo ke Istana, sebagaimana dijelaskan oleh Airlangga saat menutup konferensi pers pada Senin, 24 Juni 2024, itu. Airlangga sendiri mesti segera menuju Senayan untuk menemui Dewan Perwakilan Rakyat. “Maka kami cukupkan sekian,” kata Airlangga. “Kami berharap data yang tadi disampaikan cukup untuk kita tidak perlu lagi berspekulasi mengenai program ke depan.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bertempat di kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta, konferensi dipimpin oleh Airlangga. Ketua Umum Partai Golkar tersebut memaparkan presentasi berjudul “Perkembangan Ekonomi Global dan Perekonomian Indonesia”. Sedangkan Sri yang berbicara setelahnya membawakan paparan bertajuk “Perkembangan Ekonomi Terkini dan RAPBN 2025”.
Tommy Djiwandono, Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran usai melakukan pertemuan di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, 31 Mei 2024. Tempo/M Taufan Rengganis
Intisari konferensi tersebut sebetulnya hendak mengumumkan kepastian defisit anggaran pada 2025. Juga anggaran buat program unggulan presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Maklum, sepekan sebelum konferensi digelar, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ajrut-ajrutan. Sempat menguat ke level 16.237 pada Rabu, 12 Juni 2024, kurs rupiah longsor menjadi 16.486 pada penutupan perdagangan Jumat, 14 Juni. Gara-garanya, menurut beberapa ekonom dan pelaku pasar, adanya kabar pada Jumat siang tentang rencana Prabowo yang hendak menaikkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) secara bertahap hingga 50 persen dalam lima tahun pemerintahannya.
Utang-utang itu digunakan untuk mendanai program populis Prabowo yang diprediksi bakal menyedot banyak uang. Salah satunya makan siang gratis bagi anak-anak sekolah. Di masa kampanye Pemilihan Umum 2024, adik kandung Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, menyebutkan program itu bakal menyedot anggaran hingga Rp 450 triliun per tahun.
Ihwal sumber anggaran buat program makan siang gratis ini sudah menjadi perhatian Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran, bahkan ketika tim itu belum dikenalkan oleh Sri Mulyani pada 31 Mei 2024—saat masih bernama Tim Asistensi Prabowo Subianto.
Diketuai politikus Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, tim itu beranggotakan petinggi Gerindra lain, seperti Ahmad Muzani, Sugiono, Prasetyo Hadi, serta duo kakak-adik keponakan Prabowo, Thomas dan Budi Djiwandono—anak-anak Soedradjad Djiwandono, Gubernur Bank Indonesia periode 1993-1998, yang menikah dengan Biantiningsih Miderawati, kakak kandung Prabowo.
“Kami, saya dan tim ekonomi, sudah hampir lebih dari dua bulan bekerja erat dengan Kementerian Keuangan,” ujar Thomas dalam konferensi pers pada Senin, 24 Juni 2024.
Thomas dan timnya memang sudah bolak-balik ke Kementerian Keuangan sejak April 2024. Saat mereka berkunjung ke Kementerian Keuangan pada pertengahan April, misalnya, Sri Mulyani sedang berada di Amerika Serikat dalam sebuah lawatan. Mereka kemudian berdiskusi dengan pejabat eselon I.
Sebelum didapati angka Rp 71 triliun, seperti diumumkan Sri pada 24 Juni 2024, dua sumber yang mengetahui pertemuan itu bercerita, Tim Asistensi menanyakan apakah program makan siang gratis dapat dianggarkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025 yang sedang disusun Sri. Kementerian Keuangan saat itu menjelaskan bagaimana APBN saat ini sudah sesak dengan sejumlah program rutin dan pengeluaran wajib. Di antaranya kewajiban membayar bunga dan pokok utang yang sudah jatuh tempo.
Tahun ini saja, nilai beban pembayaran bunga utang pemerintah sudah mencapai Rp 497,3 triliun atau 14,9 persen dari total pendapatan negara yang hanya Rp 2.802 triliun. Artinya, rasio utang terhadap pendapatan (debt service ratio/DSR) sudah 17,74 persen. Ditambah beban utang pokok jatuh tempo yang sebesar Rp 434,29 triliun, DSR mencapai 33,24 persen. Jika hanya dibandingkan dengan nilai penerimaan pajak, yang cuma Rp 2.309,9 triliun, rasionya sudah 40,33 persen pada 2024.
“Rasio kemampuan bayar utang ini (40,33 persen) yang semestinya dipakai pemerintah karena hanya penerimaan pajak yang bisa digunakan untuk belanja dan bayar utang,” kata Abdul Manap Pulungan, peneliti Institute for Development of Economics and Finance yang juga menjadi analis di Badan Supervisi Bank Indonesia, ketika berkunjung ke kantor Tempo pada Selasa, 2 Juli 2024.
Ruang APBN 2025 juga makin sempit karena utang jatuh tempo pemerintah meningkat. Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, nilai utang jatuh tempo mencapai Rp 800,33 triliun pada 2025. Sampai 2027, utang jatuh tempo pemerintah tiap tahun mencapai Rp 800 triliun dan baru turun menjadi Rp 719,81 triliun pada 2028 dan Rp 622,3 triliun pada tahun terakhir pemerintahan Prabowo. Situasi tersebut menjepit pemerintahan Prabowo jika tidak ada peningkatan penerimaan pajak secara signifikan.
Selain pembayaran utang, ada belanja wajib seperti anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan belanja pegawai—yang gajinya baru saja dinaikkan Jokowi menjelang Pemilu 2024. Ada pula pengeluaran “rutin” yang tak bisa begitu saja dipotong. Misalnya subsidi dan kompensasi energi yang pada 2024 mencapai Rp 329,9 triliun atau 9,9 persen dari total belanja.
Menurut kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional berjudul “Kunci Pintu Gerbang Menuju Indonesia Emas 2045: Penguatan Reformasi Fiskal”, yang salinannya diperoleh Tempo, ada anggaran sebesar Rp 208,1 triliun untuk program makan siang gratis jika subsidi energi dikurangi.
Setelah bernegosiasi berbulan-bulan, akhirnya Gugus Tugas Sinkronisasi dan Kementerian Keuangan mendapati anggaran untuk program makan siang gratis pada tahun pertama pemerintahan Prabowo: Rp 71 triliun. Menurut Sri Mulyani, Kementerian Keuangan sudah mencadangkan dana tersebut di pos Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. Duit itu ditaruh di sana karena Gugus Tugas Sinkronisasi masih menyusun detail program tersebut.
“Ini (penyusunan APBN 2025) masih sampai pertengahan Agustus,” tutur Sri. “Kami akan melihat dan sinkronkan, bagaimana tim presiden terpilih menetapkannya dalam bentuk program serta di mana eksekutornya." Bila belum ditetapkan, dana akan dicadangkan dalam Bendahara Umum Negara.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengaku keluarnya angka Rp 71 triliun buat program makan bergizi gratis tersebut merupakan kesepakatan antara Jokowi dan Prabowo, bukan pemerintah saat ini dengan DPR. “Banggar mengapresiasi keputusan itu (anggaran untuk program makan siang) karena masih masuk skema fiskal,” kata Said kepada Ghoida Rahmah dari Tempo pada Kamis, 4 Juli 2024.
Said menambahkan, dengan melihat aspek global, geopolitik, dan pelemahan rupiah, angka Rp 71 triliun itu masuk akal dan bisa diterima Badan Anggaran.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Sinkronisasi Anggaran Makan Siang Gratis"