Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Usaha Menambah Defisit APBN 2025: Revisi UU Keuangan Negara

Tim Prabowo Subianto menjajaki peluang revisi Undang-Undang Keuangan Negara. Melepas rasio utang dan batas defisit anggaran demi makan bergizi gratis.

7 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA yang tak biasa dalam pertemuan di kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin, 24 Juni 2024. Di auditorium Cakti Buddhi Bhakti gedung itu, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto ikut mendampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menggelar jumpa pers. Dua kemenakan Prabowo Subianto, Thomas Djiwandono dan Budisatrio Djiwandono, juga hadir di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Thomas adalah anggota bidang keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran. Kehadiran Menteri Keuangan dan Gugus Tugas sudah dinantikan banyak orang. Pagi itu, Sri mengagendakan paparan publik tentang kondisi fundamental ekonomi teranyar serta perkembangan rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kehadiran mereka memberi sinyal bahwa sudah ada titik temu dalam perencanaan anggaran 2025. Salah satunya perihal alokasi anggaran makan bergizi gratis, yang menjadi program prioritas Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. "Untuk tahun pertama pemerintahan beliau (Prabowo) telah disepakati sekitar Rp 71 triliun,” ujar Sri.

(Dari kiri) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, anggota bidang keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Thomas Djiwandono, dan anggota bidang keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Budisatrio Djiwandono, saat konferensi pers terkait kondisi fundamental ekonomi terkini dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025, di Jakarta, 24 Juni 2024. Tempo/Tony Hartawan

Sri mengatakan program itu akan dijalankan bertahap sehingga tak akan menyedot kapasitas fiskal secara berlebihan. Dia menegaskan komitmen pemerintahan Prabowo menjaga defisit fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu di bawah 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Proyeksi defisit yang disepakati berada di kisaran 2,29-2,82 persen.

Penegasan itu sekaligus membantah selentingan yang mencuat sebelumnya, yakni Prabowo-Gibran berencana mengerek rasio utang terhadap PDB secara bertahap hingga 50 persen. Angka ini mendekati batas rasio utang maksimum yang diperbolehkan undang-undang, yaitu 60 persen terhadap PDB.

Pasar saat itu bereaksi. Dua hari setelah kabar itu beredar, tepatnya pada 16 Juni 2024, nilai tukar rupiah ambles hingga menyentuh level 16.400 per dolar Amerika Serikat. Inilah titik terendah rupiah sejak masa pandemi Covid-19 pada 2020.

Rupiah yang melemah dalam waktu singkat memicu gonjang-ganjing. Dua sumber di pemerintahan menyebutkan Presiden Joko Widodo sempat panik. Ia bergegas meminta Sri Mulyani menghadap ke Istana setelah bendahara negara itu menginjakkan kaki di Tanah Air selepas menunaikan ibadah haji. Instruksi Jokowi jelas: memerintahkan Sri Mulyani bertemu dengan Prabowo untuk merampungkan kesepakatan sinkronisasi pemerintahan.

Dua sumber di pemerintahan dan parlemen yang mengetahui pertemuan ini menyebutkan persamuhan Sri dengan Prabowo untuk membahas rencana APBN 2025 akhirnya terlaksana pada Jumat siang, 21 Juni 2024. Keduanya bertemu di rumah dinas Menteri Pertahanan di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan. Sri didampingi pejabat eselon I Kementerian Keuangan, sementara Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan menemani Prabowo.

(Dari kiri) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, anggota bidang keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Thomas Djiwandono, dan anggota bidang keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Budisatrio Djiwandono, menyampaikan paparan kondisi fundamental ekonomi terkini dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025 di Jakarta, 24 Juni 2024. Tempo/Tony Hartawan

Selain menyepakati defisit anggaran di kisaran 2,29-2,82 persen, pertemuan itu membahas nilai nominal anggaran yang bisa digunakan untuk mengeksekusi program makan bergizi gratis. Penentuan nilai nominal ini dinilai penting untuk menenangkan pasar sekaligus menegaskan bahwa APBN 2025 tidak serta merta digunakan seluruhnya untuk program makan bergizi gratis. Anggaran tahun depan masih memberikan ruang untuk subsidi, bantuan sosial, pembangunan Ibu Kota Nusantara, dan program prioritas lain.

Masalahnya, meski sudah dianggarkan dalam alokasi belanja pemerintah pusat pada 2025, dana Rp 71 triliun itu hingga kini belum jelas sumbernya. Salah satu opsinya, menurut dua sumber Tempo, adalah mengambil dana pencadangan taktis di rekening Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara.

Dimintai konfirmasi tentang pertemuan 21 Juni 2024 serta detail pembahasannya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara tak menjawab gamblang. “Yang penting keduanya sudah bertemu,” tuturnya di kawasan parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 4 Juli 2024. Dradjad Wibowo, anggota tim ekonomi dan Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, setali tiga uang.

Jawaban singkat datang dari Thomas Djiwandono. Dalam konferensi pers, Senin, 24 Juni 2024, ia sempat menyinggung perihal rapat konklusi yang dihadiri Prabowo dan Sri Mulyani pada pekan sebelumnya, meski tak menyebutkan persis hari, tanggal, dan lokasi pertemuan. "Rapat minggu lalu adalah konklusi dari rapat-rapat kerja sebelumnya," ucap Thomas. Hampir dua bulan tim Gugus Tugas bekerja sama dengan Kementerian Keuangan.

Dia membenarkan informasi bahwa hitungan anggaran Rp 71 triliun untuk program makan bergizi gratis merupakan kesepakatan bersama untuk mengakomodasi program unggulan Prabowo-Gibran. “Program harus dilakukan bertahap dengan perencanaan matang disertai perbaikan setiap tahun hingga mencapai titik 100 persen,” kata Thomas.

Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 24 Juni 2024. Tempo/M Taufan Rengganis

Meski belum bersifat final, Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Said Abdullah menjelaskan, alokasi anggaran Rp 71 triliun itu telah melalui pembahasan dengan Panitia Kerja Belanja Pemerintah Pusat dalam penyusunan Rancangan APBN 2025. “Normanya sudah dimasukkan dan angka tersebut masih masuk akal,” ujarnya pada Kamis, 4 Juli 2024.

Guna menutup defisit anggaran, pemerintahan Prabowo-Gibran perlu bekerja keras meningkatkan penerimaan negara, khususnya dari sisi penerimaan negara bukan pajak. Proyeksinya, penerimaan negara tahun depan bisa mencapai Rp 2.900-3.000 triliun. "Adapun untuk defisit, kami proyeksikan 2,4-2,5 persen guna menjaga kesinambungan fiskal," ucap Said.

•••

PERSOALANNYA, perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025 masih dibayangi pelemahan ekonomi global. Kebijakan fiskal 2025 merupakan transisi dari pemerintahan saat ini yang akan dijalankan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Di satu sisi, pemerintahan Joko Widodo harus membuka ruang fiskal untuk program baru Prabowo. Adapun Prabowo harus memperhitungkan keberlanjutan program yang telah menjadi komitmen pemerintahan sekarang.

Belum lagi warisan beban utang yang belakangan kian menumpuk. Dalam sepuluh tahun pemerintahan Jokowi, penerbitan utang baru meningkat drastis—didominasi penerbitan surat utang alias surat berharga negara (SBN). 

Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, SBN yang diterbitkan pada 2004 senilai Rp 32,3 triliun, kemudian melonjak hingga mencapai Rp 439 triliun pada 2014. Di era Jokowi, nilai SBN yang terbit melambung dari Rp 522 triliun pada 2015 menjadi Rp 922 triliun pada 2019. Saat terjadi pandemi pada 2020, nilai surat utang yang diterbitkan menembus Rp 1.541 triliun. Seusai masa pandemi, penerbitan SBN mulai berkurang meski porsinya masih sangat tinggi. 

Penambahan utang baru itu berkorelasi dengan beban bunga dan cicilan pokok utang yang harus dibayar setiap tahun. Pada 2015, jumlah SBN yang jatuh tempo dan beban bunga SBN baru berada di kisaran Rp 300 triliun. Di era kepemimpinan Prabowo, beban ini dipastikan meningkat. Merujuk pada profil utang sepanjang 2025-2028, utang pemerintah yang jatuh tempo mencapai Rp 3.100 triliun atau sekitar Rp 800 triliun per tahun.

Menurut tiga sumber Tempo di pemerintahan dan Dewan Perwakilan Rakyat, tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran menyadari beban utang tersebut bisa mengganggu realisasi program makan bergizi gratis. Gara-gara beban utang, ruang fiskal yang tersedia relatif sempit untuk mendukung program tersebut. Apalagi program ini diproyeksikan menyedot anggaran sekitar Rp 400 triliun. Minimnya keleluasaan anggaran ini sempat memunculkan diskursus di kubu Prabowo dan koalisi untuk melebarkan defisit anggaran.

Defisit maksimal 3 persen terhadap produk domestik bruto merupakan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun itu bukan berarti pemerintah tidak bisa menetapkan defisit di atas angka tersebut. Saat terjadi pandemi pada 2020, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 untuk memperlebar defisit di atas 3 persen.

Pada 2020, defisit APBN menembus 6,09 persen terhadap PDB atau mencapai Rp 956,3 triliun. Kondisi saat itu dinilai genting karena kebutuhan belanja pemerintah meningkat drastis untuk penanganan pandemi Covid-19. Sementara itu, tingkat penerimaan negara terjun bebas akibat pelemahan aktivitas perekonomian. 

Tiga sumber yang sama menuturkan, opsi yang dijajaki kubu Prabowo untuk merespons kebutuhan anggaran adalah mengkaji peluang revisi Undang-Undang Keuangan Negara. Tujuannya adalah melepas batas defisit anggaran dari saat ini 3 persen terhadap PDB serta meniadakan batas rasio utang pemerintah yang sekarang maksimal 60 persen terhadap PDB. Revisi tersebut bakal memasukkan rencana Prabowo membentuk badan penerimaan negara, yang memisahkan Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dari Kementerian Keuangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan tanggapan pemerintah atas pandangan Fraksi PDI Perjuangan terhadap kerangka RAPBN 2025 dalam rapat paripurna DPR ke-19 masa persidangan V tahun sidang 2023-2024 di kompleks Parlemen, Jakarta, 4 Juni 2024. Antara/Aditya Pradana Putra

Prabowo disebut-sebut memiliki tim khusus untuk mengkaji rencana ini. Berada di bawah supervisi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, tim ini dibentuk untuk menyisir kebutuhan penataan sistem politik dan hukum pemerintahan mendatang.

Dimintai konfirmasi, Jimly membenarkan kabar bahwa saat ini ada kajian perancangan hukum untuk mendukung pelembagaan kebijakan penerimaan negara yang disiapkan oleh tim tersendiri. Ihwal rencana melepas aturan batas defisit dan rasio utang, Jimly meminta Tempo menghubungi koordinator hukum tim ekonomi yang juga guru besar Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Wicipto Setiadi, dan Burhanuddin Abdullah, eks Gubernur Bank Indonesia yang masuk tim sukses Prabowo-Gibran.

“Tim tersebut yang menyiapkan pasal-pasal formulasi hukumnya,” tutur Jimly, Selasa, 2 Juli 2024. Namun, saat dimintai konfirmasi mengenai detail rencana revisi Undang-Undang Keuangan Negara, Wicipto menolak menjawab. Adapun Burhanuddin tak merespons pertanyaan yang diajukan. 

Dalam konferensi pers bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin, 24 Juni 2024, Thomas Djiwandono membantah kabar bahwa Prabowo akan memperlebar defisit di atas 3 persen. Ia juga menepis kabar tentang rencana menaikkan rasio utang hingga 50 persen terhadap PDB. “Kami berkomitmen dengan target yang direncanakan pemerintah saat ini dan disepakati DPR,” ujarnya. 

Janji Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran menjaga defisit anggaran setidaknya ampuh menenangkan gejolak di pasar keuangan. Pada Senin sore itu, rupiah ditutup menguat 0,34 persen ke level 16.394 per dolar Amerika Serikat. 

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan kabar mengenai peningkatan utang hingga rencana pelebaran defisit anggaran membuat pelaku pasar ketar-ketir, khususnya investor valuta asing dan surat berharga negara. “Mereka khawatir belanja akan ekspansif, sedangkan di sisi penerimaan belum optimal,” ucap Josua. Bila itu terjadi, bakal ada potensi pelebaran defisit APBN yang berimplikasi penarikan jumlah utang dan berujung kenaikan beban bunga.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Khairul Anam dan Vindry Florentin berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tarik-Ulur Melebarkan Defisit"

Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus