Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik, Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, Defisit anggaran pemerintah tahun depan dapat membawa risiko bagi perekonomian Indonesia. Terlebih jika alokasi belanja pemerintah tetap fokus pada proyek infrastruktur besar seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena itu, Achmad mewanti-wanti agar pemerintah presiden-wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, bisa selektif untuk mengalokasikan anggaran yang ada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Agar defisit APBN tidak berdampak buruk pada perekonomian, pemerintah harus lebih selektif dalam mengalokasikan anggarannya," ujarnya kepada Tempo pada Sabtu, 21 September 2024.
Menurut Achmad, dibanding fokus pada proyek besar seperti IKN dan Proyek Strategis Nasional (PSN) lainnya, lebih baik pemerintah memperkuat sektor-sektor yang mendapat dorongan pertumbuhan ekonomi lebih inklusif. Achmad mencontohkan seperti di bidang pendidikan, teknologi dan juga kesehatan. Hal tersebut juga memberi dampak ekonomi jangka panjang yang lebih luas dan berkelanjutan.
Selanjutnya, perlu ada reformasi fiskal yang lebih mendasar untuk memperbaiki keseimbangan primer. Achmad berpandangan, persoalan itu bisa dilakukan dengan meningkatkan penerimaan negara, baik melalui optimalisasi pajak maupun penertiban belanja negara.
"Reformasi ini akan membantu menurunkan ketergantungan pada utang dan memastikan bahwa defisit anggaran tidak menjadi ancaman bagi stabilitas ekonomi di masa depan." katanya
Kata Achmad, mengatasi defisit APBN pada tingkat yang aman memang penting. Namun, cara pemerintah dalam mengalokasikan anggaran belanja juga harus menjadi pertimbangan secara matang.
"Jika ekspansi belanja tetap berfokus pada proyek-proyek besar termasuk program makan siang gratis yang dampak ekonomi masih dinilai kecil serta tidak memberikan dampak ekonomi langsung, Indonesia bisa terjebak dalam siklus utang yang sulit diatasi," pungkasnya.