Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Harris Turino mengungkap bahwa ada kemungkinan jika Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang pengampuan pajak atau tax amnesty batal dibahas. Sebelumnya tax amnesty masuk dalam program legislasi nasional atau Prolegnas Prioritas 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Anggota komisi dari fraksi PDIP tersebut memaparkan bahwa usulan pembahasan pengampunan pajak bisa saja tak jadi dibahas. “Sampai saat ini tidak ada (rencana pembahasan), mungkin saja batal,” ucapnya kepada Tempo di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 21 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tax amnesty adalah program pengampunan pajak yang ditawarkan oleh pemerintah kepada wajib pajak perorangan dan badan. Pengampunan dilakukan setelah wajib pajak mengungkap harta yang sebelumnya belum atau belum sepenuhnya dilaporkan dengan cara membayar uang tebusan. Program ini mulanya dilaksanakan tahun 2016-2017.
Pada 2022, pemerintah kembali menerapkan amnesti pajak lewat Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias tax amnesty jilid II. Rencana penerapan tax amnesty jilid III mencuat setelah RUU pengampunan pajak disahkan masuk Prolegnas dalam rapat paripurna Selasa, 19 November 2024 lalu.
DPR menetapkan 41 RUU yang masuk Prolegnas Prioritas, salah satunya RUU Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang pengampunan pajak yang diusulkan Komisi XI. Menurut Harris, saat ini usulan tersebut belum dilanjutkan. “Sampai sekarang usulan pembahasannya belum dimulai sama sekali. Mungkin harus dikaji manfaatnya karena sudah beberapa kali tax amnesty” ucapnya.
Harris juga menjelaskan bahwa mulanya amnesti pajak akan dikaji oleh badan legislasi atau Baleg DPR, namun akhirnya ditarik menjadi inisiatif komisi XI. Setelah melewati perkembangan, kata dia, tax amnesty perlu dikaji lagi dan ada kemungkinan urung dibahas.
Tempo mencoba mengkonfirmasi terkait pembatalan pembahasan tax amnesty kepada Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun. Namun hingga berita ini ditulis, Misbakhun tak merespons.
Politikus Partai Golkar itu sebelumnya menjelaskan bahwa RUU pengampunan pajak mulanya dimasukkan Baleg dalam draf awal atau long list Prolegnas. Karena Komisi XI yang bermitra Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keaungan, maka komisi berinisiatif mengusulkannya sebagai Prolegnas Prioritas 2025.
Sebelumnya, pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengkritik rencana pemerintah yang akan kembali menerapkan tax amnesty. Kebijakan ini dianggap berdampak buruk pada kepatuhan pajak.
Pengampunan pajak, menurut dia, akan menjadi sinyal bagi wajib pajak bahwa pengampunan akan terus ada. Wajib pajak bakal meremehkan kepatuhan karena mengantisipasi tax amnesty selanjutnya. “Dampak buruknya bagi kepatuhan dan penerimaan jangka panjang serta kredibilitas dan distrust terhadap otoritas pajak,” ujar Fajry ketika dihubungi pertengahan Januari 2025 lalu.
Program ini mulanya dilaksanakan pada 2016-2017. Pada 2022, pemerintah kembali menerapkan amnesti pajak lewat Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias tax amnesty jilid II. Pada November 2024, rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) tentang tax amnesty masuk prioritas program legislasi nasional atau prolegnas 2025.
Lebih jauh Fajry mempertanyakan untuk siapa pengampunan pajak diberikan. Mengingat para pengusaha besar sudah ikut program pengampunan 2016-2017 serta PPS pada tahun 2022 lalu. “Siapa lagi yang ingin dijaring dari tax amnesty jilid III? Karena itu saya yakin jika tax amnesty jilid III ini tidak akan menghasilkan banyak penerimaan,” ujarnya.
Pilihan Editor: Mengapa Tax Amnesty Gagal Mendongkrak Rasio Pajak
Ralat: Berita ini mengalami perubahan judul dan sebagian isi tulisan pada Selasa, 22 April 2025 pukul 19.49 WIB karena memasukkan tambahan keterangan dari narasumber. Terima kasih.