Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Generasi Z (kelahiran 1997-2012) dan milenial (kelahiran 1981-1996) diprediksi akan terjebak dalam fenomena yang disebut sebagai doom spending. Tren yang sedang terjadi di kalangan anak muda tersebut diperkirakan menjadi pemicu masalah ekonomi dan keuangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melansir Psychology Today, pengelola survei daring, Qualtrics dan anak usaha pelacak kredit Intuit, Credit Karma melaporkan hasil studi yang menyebutkan bahwa sebanyak 27 persen anak muda Amerika Serikat melakukan doom spending. Tak hanya itu, 32 persen responden telah mengambil lebih banyak utang dalam enam bulan terakhir per akhir 2023.
Lantas, Apa itu Doom Spending?
Menurut firma kurator kepailitan, Allan Marshall & Associates Inc, doom spending adalah tindakan mengeluarkan uang secara impulsif atau berlebihan ketika seseorang sedang stres atau cemas. Pengeluaran yang sia-sia tersebut sering kali menjadi salah satu langkah yang diambil selama masa ekonomi sulit, seperti krisis global, masalah pribadi, atau memandang masa depan yang tidak pasti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terdapat beberapa faktor psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan doom spending, salah satunya adalah kepuasan instan. Hal itu terjadi karena otak manusia suka mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit.
Dengan menghabiskan uang untuk hal-hal yang diinginkan, memacu produksi hormon dopamin yang menyebabkan rasa senang. Pelarian sementara dari stres dan kecemasan itu mendorong seseorang untuk terus belanja.
Kemudian, doom spending juga dipengaruhi oleh media sosial yang kerap kali menampilkan kemewahan dan kesuksesan orang lain. Perbandingan diri-sendiri dengan orang lain tersebut dapat menciptakan tekanan untuk bersaing. Akibatnya, seseorang mungkin rela menghabiskan uang melebihi kemampuan untuk memenuhi harapan masyarakat.
Selanjutnya baca: Dampak doom spending
Gen Z dan milenial sangat rentan mengalami fenomena doom spending karena tantangan ekonomi yang semakin berat dan pergeseran budaya di mana dokumentasi di media sosial lebih penting dibandingkan menabung. Namun, menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak penting tersebut akan menyebabkan beberapa efek negatif, yaitu:
1. Penumpukan Utang
Pengeluaran impulsif yang sering dilakukan dapat dengan cepat menambah utang dan tekanan finansial. Suku bunga yang tinggi juga dapat memperburuk kondisi keuangan. Akibatnya, seseorang kemungkinan besar akan terjerat siklus “gali lubang, tutup lubang” untuk mengatasi masalah utang yang terus menumpuk dan berimbas pada kebangkrutan.
2. Merusak Tujuan Keuangan
Uang yang dibelanjakan untuk barang-barang tidak penting dapat menunda atau menggagalkan tujuan keuangan. Akibat fenomena doom spending, impian gen Z dan milenial untuk membeli rumah, menabung demi masa pensiun, atau menyimpan dana darurat akan semakin sukar dilakukan.
3. Beban Emosional
Rasa senang sementara lantaran berbelanja kerap kali juga diikuti dengan masalah kesehatan mental. Alih-alih menghadirkan rasa senang, kecemasan terhadap keamanan finansial akan semakin meningkat dan dapat menyebabkan perasaan negatif yang terus bermunculan karena menuruti keinginan sesaat.
Selanjutnya baca: Cara menghindari doom spending
Gen Z dan milenial dapat terhindar dari tren doom spending dengan melakukan beberapa trik berikut:
- Susun anggaran yang jelas.
- Kumpulkan dana darurat untuk mengurangi kecemasan.
-Tetapkan tujuan keuangan.
- Alokasi anggaran untuk kebutuhan dan keinginan.
- Berlatihlah untuk berbelanja dengan penuh kesadaran.
- Batasi godaan, seperti berhenti membuka e-commerce dan menggulir media sosial.
- Gunakan uang tunai dibandingkan kartu kredit.
- Berjalan-jalan dan lebih sering terhubung dengan alam.
- Berolahraga dan bermeditasi.
- Apabila keinginan untuk berbelanja impulsif atau doom spending terus berlanjut, maka carilah bantuan profesional, seperti psikolog atau psikiater.