Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Astra Honda Motor atau AHM diputus tak bersalah dalam kasus dugaan kartel oleh Majelis Hakim Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU. Putusan atas perkara nomor 31/KPPUI/2019 dibacakan secara daring dalam sidang pada Kamis, 25 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“KPPU memutuskan AHM tidak terbukti melanggar Pasal 15 ayat 2 terkait perjanjian pembelian bersyarat atau tying agreement dan Pasal 15 ayat 3 terkait perjanjian potongan harga bersyarat atau bundling agreement dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 atas penjualan pelumas sepeda motor,” tutur Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur dalam keterangannya, Jumat, 26 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perkara dugaan kartel ini merupakan pengembangan kasus skuter matik yang terjadi pada 2016. Astra diduga menjalin perjanjian pembelian bersyarat dan perjanjian potongan harga dalam penjualan pelumas sepeda motor, khususnya pelumas dengan spesifikasi teknis SAE 10W-30, JASO MB, API SG atau lebih tinggi di Pulau Jawa.
Kasus tersebut berawal dari penelitian inisiatif dan ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan. Dalam proses penyelidikan, KPPU menemukan adanya dugaan pelanggaran perjanjian ekslusif yang dilakukan AHM.
Perjanjian eksklusif melibatkan main dealer atau bengkel Astra Honda Authorized Service Station (AHASS) dengan AHM yang memuat persyaratan bahwa siapa pun yang ingin memiliki bengkel AHASS harus menerima peralatan minimal awal (strategic tools) dari AHM dan wajib membeli suku cadang lain dari AHM.
Selain itu, terdapat perjanjian eksklusif yang berkaitan dengan potongan harga suku cadang yang diperoleh pemilik bengkel AHASS jika mereka hanya menjual suku cadang asli dari AHM atau tidak menjual pelumas merek lain.
Pada proses persidangan, Majelis KPPU menyimpulkan bahwa unsur potongan harga bersyarat atau bundling dalam perkara tersebut tidak terpenuhi. Sedangkan, unsur perjanjian pembelian bersyarat telah memenuhi bukti melanggar Pasal 15 ayat (2).
Namun, Majelis Komisi berpendapat bahwa berdasarkan Peraturan KPPU Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 15 (Perjanjian Tertutup), Pasal 15 ayat (2) dapat diperiksa berdasarkan rule of reason atau alasannya. “Karena perjanjian tying dapat berdampak negatif dan dapat pula berdampak positif bagi persaingan usaha dan masyarakat,” kata Deswin.
Majelis pun memandang tujuan perjanjian antara Astra Honda Motor dan main dealer serta perjanjian main dealer dan dealer ialah untuk menjaga kualitas, reputasi, dan pelayanan purna jual terhadap konsumennya. Memperhatikan alasan perjanjian serta menimbang efisiensi ekonomi nasional, Majelis Komisi menilai perbuatan AHM dapat dibenarkan.