Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah beberapa kali mengubah aturan impor daging sapi.
Sistem kuota impor daging sempat berujung pada kasus korupsi.
Impor daging sapi kini bergantung pada neraca komoditas.
PARA importir daging sapi akhirnya bisa bernapas lega. Izin impor yang ditunggu-tunggu terbit sudah. Pada 16 Februari 2024, izin impor sapi bakalan terbit dan enam hari berikutnya keluar izin impor daging sapi beku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para importir sempat ketar-ketir lantaran izin yang dimohon sejak akhir 2023 belum juga diterbitkan Kementerian Perdagangan. “Padahal izin impor menurut regulasi terbit pada 1 Januari-31 Desember, jadi kami memasukkan izin di Desember supaya Januari sudah keluar,” kata Ketua Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia Didiek Purwanto pada 22 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peristiwa seperti ini, menurut Didiek, baru pertama kali terjadi. Untungnya, pemilik perusahaan penggemukan sapi potong PT Karunia Alam Sentosa Abadi tersebut mengungkapkan, pemerintah memenuhi semua permohonan volume impor yang mereka ajukan. Tapi lain ceritanya dengan para importir daging sapi beku yang persentase volumenya dipangkas sampai 70 persen. “Saat ini hanya 8.000 ton untuk sapi,” ujar Direktur Utama PT Suri Nusantara Jaya, Diana Dewi, pada 23 Februari 2024.
Tahun ini, pemerintah menghitung ulang volume impor daging sapi dan ternak sejenis lembu untuk konsumsi reguler. Volume impor ditetapkan 145.250 ton atau hanya 31,14 persen dari total rencana kebutuhan 462.011,14 ton yang diajukan pelaku usaha.
Angka ini masih di luar penugasan kepada perusahaan milik negara, yaitu ID Food, untuk impor daging sapi dan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) buat daging kerbau. Penetapan jatah impor ini diketok dalam rapat koordinasi terbatas tentang pangan pada 13 Desember 2024.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan volume impor dikurangi agar pembelian daging dari luar negeri lebih terukur. Dia becermin pada realisasi impor daging sapi tahun lalu yang tak sampai 50 persen dari volume yang ditetapkan. “Ini harus diperbaiki," ucapnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso membenarkan hal tersebut. Dia menjelaskan, alokasi impor 2023 sebesar 897.184 ton dan realisasinya 161.454 ton.
Pembatasan impor daging juga berhubungan dengan upaya mencapai swasembada pangan. Langkah swasembada dilakukan dengan memasukkan sapi indukan dan sapi bakalan dari luar negeri. Penetapan volume impor tahun ini mengacu pada neraca komoditas seperti ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2022 tentang Neraca Komoditas.
Kondisi ini memang sangat berlainan dengan dua dekade tahun lalu. Sebelum terbit Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kewenangan pemberian izin impor daging sapi sepenuhnya berada di tangan Kementerian Pertanian. Sedangkan Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan menetapkan mekanisme pengurusan izin impor yang harus memenuhi syarat administratif dan teknis dari Kementerian Pertanian serta izin impor dari Kementerian Perdagangan.
Pada tahap ini, muncul peluang korupsi dan suap untuk mendapatkan izin serta kuota impor. Pada 2013, misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap kasus suap yang ditujukan untuk mendapatkan kuota impor yang melibatkan PT Indoguna Utama dan pengusaha Ahmad Fathanah serta menyeret Luthfi Hasan Ishaaq yang saat itu menjabat Presiden Partai Keadilan Sejahtera. Pemerintah kemudian menghapus sistem kuota.
Kementerian Perdagangan juga pernah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 59 Tahun 2016 yang dikritik lantaran menetapkan banyak tahapan yang harus dilalui importir dan pada akhirnya menghambat masuknya daging sapi impor ke pasar tradisional. Kini impor benar-benar bergantung pada perhitungan dan penetapan neraca komoditas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Bergantung pada Neraca Komoditas"