Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Hasil audit BPK menemukan penyimpangan dana di PT Indofarma Tbk.
Manajemen Indofarma dan anak-anak usahanya diduga melakukan transaksi fiktif.
Ada aliran dana kepada pengusaha yang dekat dengan tokoh politik.
AUDIT Badan Pemeriksa Keuangan akhirnya mengungkap borok dalam manajemen PT Indofarma Tbk, perusahaan milik negara yang berbisnis produksi obat dan alat kesehatan. Mulanya, pada akhir 2023, para auditor negara menjalankan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau PDTT. Dalam pemeriksaan awal itu, para auditor menemukan penyimpangan dengan indikasi pidana alias fraud.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena itu, BPK meningkatkan status pemeriksaan terhadap Indofarma dan semua anak usahanya dari PDTT menjadi audit investigasi. Temuannya tak main-main: ada indikasi kerugian negara hingga Rp 371,83 miliar dari kegiatan Indofarma selama 2020 hingga semester I 2023. “BPK menyimpulkan adanya penyimpangan yang berindikasi tindak pidana oleh pihak-pihak terkait dalam pengelolaan keuangan Indofarma,” kata Wakil Ketua BPK Hendra Susanto pada Selasa, 21 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Hendra, BPK meminta Kejaksaan Agung menjalankan proses hukum atas temuan indikasi pidana yang menyebabkan kerugian negara tersebut. Dukungan juga datang dari Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo. "Di situ memang ada fraud. Kami sudah lapor dan memang harus ada tindakan hukum," ucapnya seusai acara DBS Asian Insights Conference 2024, Selasa, 21 Mei 2024. Sedangkan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan masih mempelajari hasil audit BPK. "Jika sudah ada peningkatan status, akan kami sampaikan,” tuturnya pada Rabu, 22 Mei 2024.
Petugas mengambil obat-obatan dan vitamin yang salah satunya produksi Indofarma untuk pasien Covid-19 di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung, Jawa Barat, 15 Juli 2021. Tempo/Prima Mulia
Menurut dokumen audit yang diperoleh Tempo, indikasi kerugian negara terjadi dalam beberapa aktivitas. Salah satunya pengadaan masker. Dalam proyek yang berlangsung di tengah masa pandemi Covid-19 ini, Indofarma bekerja sama membuat masker dengan perusahaan yang bermasalah, antara lain diduga hanya nomine dan tidak mampu mencapai target produksi. Selain itu, ada dugaan pemahalan harga pembelian bahan baku masker hingga Rp 19,4 miliar.
Indikasi kerugian juga muncul dari penyimpangan jual-beli alat kesehatan pada anak usaha Indofarma, PT Indofarma Global Medika atau IGM. IGM menjual alat kesehatan tersebut kepada perusahaan terafiliasi, PT Promosindo Medika atau Promedik. Padahal Promedik tak punya kemampuan membayar. Atas persetujuan IGM, Promedik menjual sebagian besar alat kesehatan itu kepada suatu perusahaan yang baru didirikan dan belum berpengalaman. Dalam proyek ini, terjadi piutang macet Rp 124,9 miliar.
IGM selanjutnya melakukan rekayasa agar pembayaran piutang tersebut seolah-olah tidak macet. Caranya, Promedik diminta meminjam uang untuk kemudian disetorkan ke IGM sebesar Rp 24,5 miliar, yang seolah-olah menjadi dana pelunasan piutang. Pinjaman Promedik tersebut dijamin dengan deposito IGM senilai Rp 36,5 miliar. IGM lantas meminjam uang di luar sistem pembukuan kepada platform pinjaman online sebesar Rp 69,7 miliar menggunakan nama IGM dan pegawai IGM. Dana pinjaman tersebut kemudian ditransfer ke IGM sebesar Rp 43,7 miliar, seolah-olah sebagai pembayaran piutang usaha Promedik.
Indikasi korupsi juga ada tatkala IGM mengumpulkan dan mengeluarkan dana Rp 81,5 miliar. Caranya, pembayaran kepada pihak ketiga melebihi nilai tagihan, pembayaran kepada pihak ketiga yang diakui sebagai kesalahan transfer, pembayaran uang muka kepada pihak ketiga atas transaksi yang dibatalkan, dan penempatan dana IGM di deposito atas nama perorangan eksternal IGM.
Dana tersebut kemudian dicairkan untuk melunasi pinjaman orang tersebut. Dana-dana itu tidak dikembalikan ke IGM, melainkan ditransfer dan ditarik lalu diberikan ke pihak eksternal dan internal. Menurut hasil audit, pembayaran itu diduga dilakukan bukan untuk kepentingan operasional perusahaan.
Temuan terakhir adalah IGM menggunakan dana Unit Bisnis Fast-Moving Consumer Goods untuk kepentingan nonoperasional sebesar Rp 133,5 miliar. Pengeluaran dana tersebut dicatat seolah-olah sebagai transaksi jual-beli barang. Adapun duit yang dikelola unit bisnis ini berasal dari dana IGM, restitusi pajak yang tidak dilaporkan, dan pinjaman di luar sistem pembukuan perusahaan. Di bagian inilah ada banyak transaksi yang mengalir ke berbagai pihak yang bukan untuk keperluan perusahaan.
•••
INDOFARMA Global Medika alias IGM diketahui membentuk Unit Bisnis Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) pada 1 Juli 2021, ketika pandemi Covid-19 masih merebak. Inisiatornya adalah Arief Pramuhanto, Direktur Utama Indofarma pada Mei 2019-Januari 2023. Arief juga menjabat Komisaris Utama IGM selama September 2020- April 2023.
Kepada Tempo pada Kamis, 30 Mei 2024, Arief mengatakan pendirian unit bisnis tersebut adalah bagian dari pengembangan bisnis. Menurut dia, pembentukan entitas baru juga berhubungan dengan kondisi perputaran uang bisnis farmasi yang relatif lama. "Saya jual barang ke rumah sakit baru dibayar empat atau lima bulan, jadi kami mencoba satu bisnis yang pembayarannya bisa sebulan. Kalau hanya mengandalkan bisnis dengan cash cycle panjang, lama-lama mati sendiri,” ujarnya.
Pernyataan serupa dilontarkan Arief dalam sebuah rapat bulanan rutin bersama pejabat Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Saat itu Kementerian BUMN memberi arahan agar Indofarma bisa meningkatkan jumlah penjualan. Arief menyatakan peningkatan angka penjualan tak dapat tercapai jika hanya mengandalkan bisnis farmasi. Karena itu, dia mengusulkan pembentukan Unit Bisnis FMCG.
Wakil Ketua BPK Hendra Susanto (kedua kanan) saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif perihal Pengelolaan Keuangan PT Indofarma Tbk, Anak Perusahaan, dan Instansi Terkait Lainnya Tahun 2020 hingga 2023 kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jakarta, 20 Mei 2024. Antara/HO-BPK
Dalam rencana jangka panjang perusahaan periode 2020-2024, manajemen Indofarma menetapkan transformasi dasar IGM melalui pembentukan unit FMCG produk nutrisi. Tapi, dalam pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan disebutkan, transaksi pembelian dan penjualan unit bisnis ini tidak sejalan dengan rencana jangka panjang. Arief membantah temuan tersebut. “Sudah ada kajian konsultan. Feasibility study juga sudah ada,” ucapnya.
Sejak 2021 hingga 2023, IGM telah menggelontorkan Rp 179,8 miliar untuk Unit Bisnis FMCG. Sebanyak Rp 61,9 miliar di antaranya berasal dari restitusi pajak IGM. Namun yang diakui sebagai modal kerja dari IGM hanya Rp 25,2 miliar. Sebanyak Rp 16,6 miliar sudah dikembalikan kepada IGM. Selebihnya, Rp 157,2 miliar, dicatat dan diakui sebagai cash-in transit, dana pelunasan piutang usaha, dan utang usaha lain.
Dalam pemeriksaan BPK disebutkan, Supervisor Keuangan dan Akuntansi Unit Bisnis FMCG pada Juni 2021-November 2023 berinisial NH ketika diperiksa mengatakan penerimaan dana dari IGM tidak semuanya diakui sebagai modal kerja merupakan instruksi lisan dari atasannya langsung, Manajer Keuangan dan Akuntansi PT IGM 2021-2022, Cecep Setiana Yusuf.
Sepanjang 2021-2023, unit bisnis ini selanjutnya mengeluarkan uang, langsung dan tak langsung, sebesar Rp 157,2 miliar bagi sejumlah pihak. Dana tersebut antara lain mengalir ke PT Indo Aslife Global sebesar Rp 6,1 miliar pada 2021. Pada 2022, dana ditransfer ke PT Digitha Cakra Sinergi (DCS) Rp 66,9 miliar, Mursid (Direktur PT Izdihar Karya Setia) Rp 7,5 miliar, PT Adhah Acala Rizki Rp 2,7 miliar, PT Cerita Teknologi Indonesia (CTI) Rp 5 miliar, dan Luhut Silalahi (Direktur PT Fortune Pacific Capital) Rp 2,2 miliar. Pada 2023, masih ada transfer ke DCS Rp 300 juta.
Direktur Utama Indofarma periode Mei 2019 sampai Januari 2023 Arief Pramuhanto (ketiga kanan) dan jajaran direksi lainnya saat memberikan keterangan dalam jumpa pers di Jakarta, 31 Mei 2022. Antara/HO-Indofarma
Saat pemeriksa BPK meminta konfirmasi dari DCS, CTI, dan Mursid, mereka menyatakan dana tersebut bukan duit transaksi jual-beli. Beberapa di antara mereka hanya dijadikan perantara. Mereka kemudian mentransfer dan sebagian menyerahkan dana tersebut kepada pihak-pihak yang telah ditentukan oleh manajer dan asisten manajer IGM serta Unit Bisnis FMCG melalui pesan WhatsApp. Total ada Rp 90,9 miliar aliran dana di antara para pihak ini, di antaranya Rp 75,1 miliar kepada CTI dan Rp 5,8 miliar kepada Luhut Silalahi.
CTI, perusahaan pinjaman berbasis aplikasi online, memberikan konfirmasi kepada pemeriksa BPK bahwa dana yang mereka terima dari IGM memang bukan duit transaksi jual-beli. Mereka menyatakan dana itu adalah duit pelunasan utang sebesar Rp 75,1 miliar plus Rp 4,1 miliar.
IGM diketahui mencairkan pinjaman dari CTI sebesar Rp 49,7 miliar pada 11 Januari 2022 dan Rp 19,9 miliar pada 24 Januari 2022. Dana pinjaman itu kemudian ditransfer ke Promedik Rp 44 miliar. Adapun Rp 25 miliar ditransfer langsung oleh CTI ke PT Izdihar Karya Setia (IKS) atau Izdi Communication sesuai dengan permintaan Manajer Keuangan dan Akuntansi IGM 2021-2022, Cecep Setiana Yusuf, serta Manajer Finance and Accounting IGM Februari 2022-Juni 2023, Bayu P. Erdhiansyah.
Saat dimintai konfirmasi oleh pemeriksa pada Oktober 2023, Direktur IKS mengaku diberi tahu oleh Denny Herdyanto Suryo Prabowo, komisaris sekaligus pemegang 60 persen saham IKS, bahwa perusahaan akan mendapat transferan dana dari CTI sebesar Rp 25 miliar pada Januari 2022. Namun, sesuai dengan perintah Cecep Setiana Yusuf, dana tersebut langsung ditransfer ke Koperasi Nusantara sebesar Rp 15 miliar, Luhut Silalahi Rp 5 miliar, dan Denny Herdyanto Rp 4,9 miliar. Hanya Rp 100 juta yang disisakan untuk keperluan operasional IKS.
Saat diperiksa pada 23 Oktober 2023, sekretaris Koperasi Nusantara menjelaskan bahwa dana Rp 15 miliar yang mereka terima tiga bulan kemudian ditransfer lagi ke rekening Denny. Tepatnya pada 7 Maret 2022.
Kepada Tempo, Denny mengaku perusahaannya dipakai IGM untuk menerima transfer dana tersebut. Menurut dia, skema itu sesuai dengan permintaan Cecep. “Rp 100 juta buat IKS itu ucapan terima kasih,” ujar Denny sambil menunjukkan instruksi Cecep via WhatsApp, ketika ditemui di Jakarta Selatan pada Kamis, 30 Mei 2024. “Kalau komisi saya Rp 50 juta,” tutur Denny, yang juga menjabat Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Nasional Rumah SandiUno Indonesia.
Menurut Denny, ada perjanjian bisnis antara dia dan IGM. Dia dijadikan nomine IGM dalam langkah perusahaan meminjam dana, juga menyimpan deposito, di Koperasi Nusantara. IGM membuka deposito di Koperasi Nusantara karena bunganya tinggi, sekaligus menjadi syarat meminjam dana di koperasi itu. Denny mengatakan, karena Koperasi Nusantara tidak melayani nasabah korporasi, akhirnya namanya dipakai sebagai nomine. “Saya juga advisor di Koperasi Nusantara, sudah sama-sama percaya,” ujarnya.
Denny, yang juga pengusaha event organizer, mengaku semua dana IGM yang masuk ke rekeningnya sudah dikembalikan kepada Cecep lewat sejumlah cek. Denny kemudian menunjukkan cek bulan November 2021 senilai Rp 21 miliar yang diterbitkan untuk Cecep. “Siapa yang mencairkannya, saya tidak tahu,” ucapnya.
Tempo berupaya menghubungi Cecep melalui empat nomor telepon, salah satunya terdaftar sebagai nomor telepon Inggris. Namun semuanya sudah tidak aktif. Sedangkan Luhut Silalahi, ketika dimintai keterangan oleh pemeriksa BPK pada 29 September 2023, mengaku punya perjanjian kerja sama dengan IGM sebagai konsultan keuangan dan pencari pinjaman. Semua pinjaman dari lembaga bank dan non-bank ke IGM diperoleh berkat bantuan Luhut. Dalam laporan BPK, IGM tercatat telah mentransfer dana Rp 2 miliar dari Rp 2,5 miliar sebagai pembayaran tagihan jasa konsultansi Luhut.
Meski demikian, Luhut juga tercatat menerima dana senilai Rp 10,8 miliar melalui beberapa kali transfer yang dilakukan Unit Bisnis FMCG IGM. Untuk pengeluaran dana ini, baik IGM maupun Luhut tidak dapat menunjukkan dokumen tagihan dan tak bisa menjelaskan tujuan pengeluaran serta penerimaan dana tersebut. Tempo berupaya meminta konfirmasi Luhut, tapi dia tak memberi jawaban.
Seorang pejabat yang mengetahui hasil pemeriksaan ini mengatakan peran Luhut dan Denny adalah menjadi tempat menampung aliran dana dari Indofarma Global Medika. Dalam pemeriksaan pada Oktober 2023, Direktur Utama IGM 2020-2023, Gigik Sugiyo Raharjo, dan Manajer Finance and Accounting IGM Februari 2022-Juni 2023, Bayu P. Erdhiansyah, mengatakan pinjaman dana CTI merupakan hasil instruksi lisan Arief Pramuhanto. Arief juga disebut sebagai pihak yang mengetahui penggunaan pinjaman tersebut.
Ketika dimintai tanggapan, Arief membantah bahwa dia pernah memberikan instruksi lisan kepada Gigik mengenai pinjaman kepada CTI dan penggunaannya. Menurut Arief, semua instruksi darinya disampaikan dalam rapat dan bersifat formal. "Ada notulanya. Itu dibahas dan didiskusikan semua. Bukan instruksi dari saya,” katanya. Arief juga mengaku tak pernah mencampuri urusan operasional IGM. "Job description direktur utama apa, sih?”
Menurut laporan BPK, dana dari Unit Bisnis FMCG IGM yang mengalir ke mana-mana mencapai Rp 157 miliar. Dalam pemeriksaan pada 26 Oktober 2023, Asisten Unit Bisnis FMCG IGM Juni 2021-Mei 2023 berinisial BA mengaku tahu ada mekanisme pembelian atau penjualan tapi tidak ada pasokan barang. Unit Bisnis FMCG mengeluarkan uang untuk membeli barang atau membayar tagihan dari purchase order dan invois fiktif. Instruksi tersebut datang dari Asisten Manajer Keuangan PT IGM berinisial RA. Alasannya, menurut pelaksana tugas Manajer Unit Bisnis FMCG, adalah ada kebutuhan pendanaan di IGM.
Manajemen Indofarma menerima temuan pemeriksaan BPK ini. Namun, ketika dimintai keterangan, Direktur Utama Indofarma Yeliandrini hanya menjawab singkat. “Maaf ya, nanti saja,” ucapnya pada Selasa, 28 Mei 2024. Yeliandrini diangkat menjadi Direktur Utama Indofarma pada 11 Januari 2024, setelah Kementerian BUMN mencopot Arief Pramuhanto.
Menurut Wakil Ketua BPK Hendra Susanto, manajemen baru Indofarma sangat mendorong pemeriksaan BPK segera beres. “Mereka berharap, kalau nanti ada, dana ganti rugi dalam kasus ini langsung dikembalikan ke perusahaan,” ujar Hendra ketika ditemui pada Selasa, 21 Mei 2024.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Bagus Pribadi berkontribusi dalam artikel ini. Pada edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Busuk Induk Lantaran Anak Usaha"