Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berselesa di Pengiriman Digital

Pandemi mempercepat pertumbuhan bisnis jasa logistik. Menuntut transformasi digital penyedia layanan.

29 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas menyortir paket di tempat jasa pengiriman paket AnterAja, Maret lalu. Foto: Dok. AnterAja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Penyedia layanan logistik ramai-ramai menangguk kenaikan omzet.

  • Banyak penyedia jasa yang belum beralih ke layanan digital.

  • Persaingan bisnis pengiriman menghangat.

PENGIRIMAN pertama AnterAja pada Maret 2019 masih lekat di ingatan Suyanto Tjoeng. Kala itu, hanya empat barang yang dikirimkan ke pelanggan. Perusahaan logistik di bawah naungan PT Tri Adi Bersama tersebut pun baru menggaet 50 kurir. “Sekarang sudah lebih dari 200 ribu pengiriman dalam sehari, kurir sudah mencapai 50 ribu,” kata Suyanto, Chief Executive Officer AnterAja, kepada Tempo, Rabu, 26 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AnterAja memang pemain baru di bisnis jasa pengiriman barang. Menjadi bagian dari unit usaha PT Adi Sarana Armada Tbk—emiten di bidang penyewaan alat transportasi—AnterAja menggarap ceruk pasar layanan kurir ekspres alias last mile. Konsumen bisa mengakses layanan pengiriman dan penjemputan barang tanpa perlu mendatangi gerai atau agen logistik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hingga triwulan I 2020, setahun setelah beroperasi, AnterAja mengantongi pendapatan sekitar Rp 100 miliar. Belakangan, permintaan pengiriman barang terus melonjak seiring dengan pandemi Covid-19. Itu pula sebabnya Suyanto mengklaim dapat mempertahankan semua karyawannya di tengah tingginya tingkat pemutusan hubungan kerja akibat ekonomi yang mengerut.

Menurut Suyanto, pandemi mempercepat pertumbuhan bisnis layanan logistik digital yang sebelumnya ditaksir baru tercapai dalam dua-lima tahun mendatang. Geliat pasar perniagaan elektronik (e-commerce) juga diperkirakan makin menggelembung. “Peluang bisnis ini akan terus naik, sedangkan yang membedakan satu dengan yang lain ada di sistem, transparansi, dan orangnya,” ujar Suyanto.

Pengecekan barang di kantor Paxel, Jalan Panjang, Jakarta.

Optimisme serupa yang mendorong GoSend, layanan pengiriman barang di ekosistem Gojek (PT Aplikasi Karya Anak Bangsa) mengembangkan layanan antarkota, GoSend Intercity Delivery. Fitur pemesanan GoSend Web Portal turut dihadirkan untuk melengkapi layanan tersebut.

Head of Logistics Gojek Group Junaidi mengatakan GoSend membidik pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang kini makin marak berjualan melalui media sosial, terutama pada Maret-Juli lalu. Perubahan pola konsumsi di masa pandemi mendorong peningkatan jasa kurir untuk transaksi jual-beli makanan, pakaian, hingga peralatan rumah tangga. "Kenaikannya di masa pandemi mencapai 90 persen," tuturnya, Rabu, 26 Agustus lalu.

GoSend menggandeng PT Paxel Teknologi Unggul, startup logistik ekspres dengan merek Paxel, yang lebih dulu menggarap pasar pengiriman barang antarkota dari hulu ke hilir. Setelah jasa pengiriman dari dan ke luar kota disediakan di kawasan Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Bandung, kerja sama ini akan memperluas jangkauan GoSend hingga ke Semarang, Yogyakarta, dan Solo.

Direktur Utama Paxel Zaldy Ilham Masita mengatakan jasa layanan antar cepat di masa pandemi memang meningkat, meski sempat melambat di masa mudik dan Lebaran pada Mei lalu. “Peningkatan pengiriman sebesar 30 persen setiap bulan,” ucapnya.

•••

SEBELUM pandemi, volume pengiriman barang oleh jasa kurir cepat meningkat sampai 25 persen tiap tahun. Pertumbuhan perniagaan elektronik (e-commerce) menjadi penopang utama moncernya bisnis pengiriman barang.

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia Daniel Tumiwa menilai perniagaan elektronik sebenarnya belum menjadi primadona di sektor retail. "Peningkatan di masa pandemi memang ada, tapi tidak signifikan. Isunya adalah suplai," kata Daniel, Jumat, 28 Agustus lalu. Masalah suplai yang dimaksud adalah akses pelaku e-commerce terhadap produk yang dijual masih terbatas dan tak merata. “Penjualan offline masih sangar besar.”

Meski demikian, potensinya dalam beberapa tahun ke depan diprediksi sangat besar. Kajian Google-Temasek bertajuk “E-Conomy SEA 2019” menunjukkan hal tersebut. Lima tahun terakhir, e-commerce mendorong laju pertumbuhan omzet ekonomi digital di Asia Tenggara hingga tiga kali lipat, dari senilai US$ 32 miliar menjadi US$ 100 miliar. Angka ini diperkirakan menembus US$ 300 miliar—kini senilai Rp 4.350 triliun—pada 2025. Lima tahun ke depan, menurut riset yang sama, nilai transaksi e-commerce di Indonesia akan mencapai Rp 1.200 triliun.

Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi menuturkan, besarnya transaksi e-commerce akan mendorong pertumbuhan bisnis logistik di Indonesia hingga melampaui 30 persen pada 2020. Kinerja positif tak hanya dialami jasa angkut barang business-to-customer dan customer-to-customer, tapi juga jasa pergudangan bahan pokok dan retail.

Pengiriman barang di kantor pusat PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE). TEMPO/Tony Hartawan

Mohamad Feriadi, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo), mengatakan tren volume pengiriman domestik dalam kota, antarkota, dan antarprovinsi meningkat terutama untuk layanan customer-to-customer. "Khususnya di masa pandemi, jenis barang yang dikirim sebagian besar tujuan akhirnya ke masyarakat sebagai end user," ujar Feriadi, Kamis, 27 Agustus lalu. Bos PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) ini menyebutkan bisnis perusahaannya tumbuh 30-40 persen setiap tahun.

Kondisi saat ini pula yang, menurut dia, menuntut perusahaan jasa pengiriman ekspres dan logistik mempercepat proses transformasi digital. "Baru perusahaan anggota yang cukup besar dan populer saja yang telah bertransformasi secara digital," tuturnya. Feriadi mengungkapkan, anggota Asperindo yang masih menerapkan sistem manual dalam proses pengiriman mencapai 50 persen.

Transformasi serupa kini dilakoni sejumlah perusahaan milik negara di sektor transportasi yang melirik lini bisnis pengiriman barang. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, misalnya, meluncurkan KirimAja, layanan kurir di bawah anak perusahaan PT Aerojasa Cargo. Di mata Suyanto Tjoeng dan Yukki Hanafi, tantangan baru dari badan usaha milik negara ini merupakan peluang untuk membangun kolaborasi. “Karena masing-masing punya kekuatan berbeda," ucap Suyanto.

Robin Lo, CEO J&T Express, menilai bisnisnya tak akan terpengaruh oleh kehadiran perusahaan BUMN di lini logistik digital. "Kami benar-benar berfokus di bisnis ini. Hasilnya akan berbeda dengan usaha pemerintah yang menjalani ini melalui anak perusahaan," kata Robin.

Senada dengan Robin, Zaldy Masita menyarankan BUMN bermain di sektor layanan middle mile logistics. "Masuk ke ranah ekspres ini tidak gampang. Jangankan BUMN, perusahaan swasta aja gagal," tutur Zaldy.

AISHA SHAIDRA, KHAIRUL ANAM
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus