Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR, Raden Terry Tantri Wulansari alias Mulan Jameela, menyoroti keterlibatan PT Fintek Karya Nusantara atau LinkAja dalam modernisasi penjualan bahan bakar minyak (BBM). LinkAja dilibatkan dalam program digitalisasi SPBU sebagai salah satu alternatif pembayaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Mulan mempertanyakan kondisi LinkAja yang baru saja melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Dia khawatir PHK di LinkAja akan mempengaruhi pelaksanaan digitalisasi SPBU.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Saya melihat ada program pemasangan EDC LinkAja. Menurut informasi yang kami dapat, startup Fintek Nusantara LinkAj melakukan PHK besar-besaranan. Apakah hal ini bisa mempengaruhi operasional LinkAja dan akan menghambat program digitalisasi SPBU ke depan?" kata Mulan dalam rapat Komisi VI bersama dan BPH Migas di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 23 Juni 2022.
Politikus Partai Gerindra itu melihat program digitalisasi SPBU merupakan langkah positif dan baik. Namun, pelaksanaannya butuh kesiapan di lapangan.
Pelaksanaan ini mencakup kesiapan sumber daya manusia (SDM). "SDM ini apakah sudah teredukasi, apaakh dapat menjalankan program dengan baik," ucapnya.
Di sisi lain, Mulan juga mempertanyakan sinergi antara digitalisasi SPBU yang didorong oleh BPH Migas dan MyPertamian milik PT Pertamina (Persero). "Apakah MyPertamina bersinergi dengan program yang dibahas?" tuturnya.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati melihat digitalisasi SPBU akan mengantisipasi bocornya subsidi dan kompensasi BBM ke penerima yang tidak tepat sasaran. Dari data pembeli yang dihimpun dari aplikasi khusus, BPH Migas dapat melihat adanya kejanggalan-kejanggalan penyaluran BBM.
"Kita melihat ada pengisian berulang nomor polisi nopol yang sama atau pengisian yang melebihi kapasitas. Tentunya itu kami koreksi tidak kita berikan subsidi," ucap dia.
Dari program digitalisasi SPBU, BPH Migas kini dapat memanfaatkan data yang dihimpun dari 2.300-2.400 SPBU yang tersebar di seluruh Indonesia. "Sebelumnya hanya 1.000 SPBU yang bisa dimanfaatkan datanya," kata dia.
Baca juga: Harga TBS Anjlok, Petani Sawit Banyak yang Depresi dan Tebang Pohon Milik Sendiri
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.