Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mengklaim banyak negara maju yang tidak mendukung peta jalan hilirisasi Indonesia. Kondisi ini ditengarai hilirisasi dapat mengganggu rantai pasok bahan baku yang sebelumnya banyak diekspor ke negara tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Banyak negara-negara maju yang tidak setuju dengan peta hilirisasi (Indonesia). Mereka tahu betul keunggulan komparatif Indonesia dalam mengubah, mendesain, terhadap penciptaan nilai tambah secara maksimal,” kata Bahlil dalam agenda Global Hydrogen Ecosystem Summit di Jakarta Convention Center, Selasa, 15 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hilirisasi merupakan proses mengubah bahan baku mentah menjadi produk jadi atau setengah jadi dengan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi. Konsep ini termasuk strategi untuk meningkatkan perekonomian nasional dan menambah komoditas dalam ekosistem industri.
Mantan menteri investasi itu mencontohkan hilirisasi dalam sektor nikel. Menurut dia hasil hilirisasi nikel mampu menciptakan nilai ekspor mencapai US$ 34 miliar hingga US$ 35 miliar. Kondisi ini berbanding jauh ketimbang ekspor nikel tanpa hilirisasi pada 2018-2019 yang hanya US$ 3,3 miliar.
“Hilirisasi sebagai bentuk penciptaan kawasan pertumbuhan ekonomi baru. Inilah kemudian Uni Eropa yang membawakan kita ke WTO (World Trade Organization). Sekarang tidak perlu kita ragu, dan tidak perlu kita takut kepada negara-negara itu,” ucap Bahlil.
Ketua Umum Partai Golkar ini menyinggung pula soal kebijakan ekonomi di sejumlah negara-negara maju. Menurut dia, sudah banyak pemimpin negara di dunia yang berpikir untuk meningkatkan ekonomi domestiknya, termasuk Indonesia. Kondisi ini, disebut Bahlil sejalan dengan konsep hilirisasi untuk meningkatkan perekonomian nasional.
Pilihan Editor: Mengapa Pelonggaran TKDN Bisa Merugikan Industri