Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

BBO, Bobok-bobok, dan Uang Anda

26 Oktober 1998 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada BBO, ada BTO, ada BLBI, juga BPPN. Pelbagai singkatan yang berseliweran dengan huruf B itu semuanya nyantol ke dunia perbankan. Untuk mengingat pengertiannya, seringkali tidak mudah. Tak jarang, banyak yang keliru menyebut bank-bank BTO sebagai BBO atau sebaliknya. Bahkan, ada juga yang menghubungkan keduanya dengan BBS, istilah yang sudah lebih dulu ngetop. Padahal, yang disebut terakhir itu tak ada urusannya dengan bank. Ia hanya menyebut sebuah aktivitas after lunch: bobok-bobok siang.

Tapi, okelah, Anda tidak salah. Singkatan-singkatan itu memang membingungkan. Sebenarnya, bahkan Anda pun tak perlu mengingat-ingatnya-- kalau sepanjang hidup Anda tak punya urusan dengan bank. Tapi, jika Anda tak bisa menghindarkan diri dari perbankan, apa boleh buat, setidaknya Anda harus memahami istilah-istilah yang membuat puyeng itu.

Ada baiknya kita mulai dengan BPPN. Ini merupakan kependekan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional. BPPN bisa diibaratkan sebagai rumah sakit bank. Macam apa pula itu? Bayangkanlah sebuah rumah sakit biasa. Ketika dibentuk pertama kali, awal April lalu, rumah sakit BPPN terdiri dari tiga jenis ruang perawatan sesuai dengan parah tidaknya sakit si pasien.

Sebuah bank dikatakan sakit--dan karena itu harus masuk BPPN--jika mengidap salah satu dari dua penyakit ini. Satu, jumlah bantuan likuiditas dari Bank Indonesia (BLBI) sudah lebih dari dua kali modal. Suntikan likuiditas ini semacam kasbon yang dipinjamkan BI kepada bank-bank yang kekurangan duit. Nah, jika dana kasbon ini sudah mencapai dua kali modal, mereka harus masuk BPPN.

Atau, ini penyakit kedua, rasio kecukupan modalnya kurang dari 5 persen. Rasio kecukupan modal dihitung sebagai perbandingan antara jumlah modal dengan asetnya. Aset ini tak dihitung glundung begitu saja, tapi diperhitungkan sesuai bobot risikonya (kalangan perbankan menyebut sebagai aset tertimbang menurut risiko). Nah, jika aset berisiko ini sudah lebih besar dari lima kali modal, mereka juga mesti masuk rumah penyehatan. Tapi, tingkat penyakitan bank-bank macam itu bolehlah dianggap tak serius. Mereka masuk ruang perawatan pertama. Kita sebut saja Ruang Perawatan Gawat Darurat.

Kalau sakitnya tambah serius, misalnya, bantuan likuiditas terus membengkak mencapai lebih dari Rp 2 triliun atau lima kali modal, mereka harus masuk ruang perawatan yang lebih intensif. Kita sebut saja ruang ini intensive care unit alias ICU. Kalau pasien bank sudah sampai tahap ini, itu berarti, bank-bank itu sudah setengah kolaps. Megap-megap. Karena utang ke BPPN sudah begitu tingginya, maka pemerintah akan mengambil alih bank-bank ini. Inilah yang disebut dengan bank take over alias BTO. Kini ada empat bank, yaitu Bank Danamon, Bank BCA, PDFCI, dan Tiara yang masuk sebagai bank-bank BTO.

Cukup? Belum. Masih ada lagi BBO alias Bank Beku Operasi. Istilah ini menunjuk pada bank yang sudah dibekukan operasinya. Bagaimana bisa? Menurut ketentuan pemerintah vonis BBO dijatuhkan jika bantuan likuiditasnya terus membengkak. Jika BLBI sudah di atas Rp 2 triliun dan mencapai 75 persen dari total aset, maka bank-bank seperti ini harus dibekukan operasinya. Bukan dilikuidasi? Sebenarnya nasib akhirnya sama saja. Yang pasti dibredel. Jadi, jelas bisa dimengerti, BBO adalah bank yang tak lagi bisa beroperasi. Kini tercatat sudah ada 10 bank BBO sejak BPPN berdiri. Di antaranya adalah bank-bank besar seperti BDNI, Modern, dan Bank Umum Nasional.

Nah, apa hubunganya dengan uang Anda di bank? Kalau Anda cuma penabung, deposan, atau siapa saja yang menaruh duit di bank sebagai simpanan, Anda tak perlu pusing dengan istilah-istilah itu. Uang Anda aman, di bank mana pun mereka tersimpan. Soalnya ada jaminan pemerintah bahwa semua kewajiban bank kepada pihak ketiga dijamin. Kalaupun misalnya tabungan Anda nyangkut di bank yang di BBO-kan jangan khawatir. Akan dibayar. Kerepotan yang harus Anda hadapi paling banter, cuma ngantri, mengurus pencairan atau pengalihan tabungan.

Cuma, harus diingat, simpanan yang ditanggung pemerintah ada batasnya. Kini suku bunga tertinggi yang masih ditanggung cuma 61 persen (untuk simpanan rupiah) dan 15 persen (dolar). Kalau ada bank yang menawarkan bunga lebih besar dari itu, hati-hati. Suatu kali jika bank itu ditutup, simpanan Anda cuma diganti dengan batasan suku bunga yang sudah ditetapkan.

Selain itu, mesti juga diperhatikan bahwa jaminan pemerintah cuma berlaku dua tahun. Ia akan kedaluwarsa pada Januari tahun 2000 mendatang. Jadi, mulai tahun depan, kalau mau aman, jangan pasang deposito yang jangkanya satu tahun. Kecuali jika kelak ada instrumen baru yang menggantikan jaminan pemerintah. Misalnya, asuransi deposito seperti di Amerika Serikat.

Nah, Anda tahu sekarang, sepanjang jaminan pemerintah masih ada, sebenarnya istilah BBO, BTO, dan BLBI itu tak ada hubungannya dengan keselamatan uang Anda di bank.

DSI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus