Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan, Indonesia akan tetap terkena bea masuk sebesar 10 hingga 20 persen untuk mengekspor barang ke Negeri Abang Sam. Hal ini disebabkan Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan Amerika Serikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kita tetap kena 10–20 persen karena belum punya FTA," ujar Airlangga di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Kamis, 20 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Airlangga mengatakan, Presiden AS Donald Trump telah mengambil langkah penarikan kembali atau retract kontrak perdagangan terhadap Kanada dan Meksiko. Untuk Cina yang selama ini dikenal menjadi rival mereka dalam perang dagang, politikus Partai Republik itu menaikkan tarif hingga 10 persen, khususnya untuk komoditas baja.
“Tetapi bagi Indonesia, Indonesia sekarang dengan Eropa maupun dengan Amerika kan tidak mendapatkan prevalensi tarif,” ujar politikus Partai Golkar itu.
Kendati begitu, Airlangga mengatakan sampai saat ini belum terjadi disrupsi di bidang perdagangan setelah Presiden Donald Trump menaikkan tarif impor.
Politikus dan pengusaha ini tetap optimistis dengan prospek perdagangan Indonesia di kancah global. Ia juga berharap, perdagangan Indonesia akan punya resiliensi di tengah dengan kondisi geopolitik yang ada.
“Ya tentunya kami monitor saja, tetapi dengan trade seperti sekarang ya kita masih optimis dalam situasi seperti ini,” ujar Airlangga.
Trump sebelumnya telah memberlakukan tarif sebesar 25 persen pada Kanada dan Meksiko. Alasannya, ada kekhawatiran atas masalah imigrasi dan narkoba. Ia juga memberlakukan pungutan impor sebesar 10 persen pada Cina. Presiden yang menjabat kedua kalinya ini berjanji akan memperluas tarif mencakup India, Rusia, BRICS, dan Uni Eropa.
Bea masuk hingga 200 persen dapat dikenakan pada kendaraan yang diimpor dari Meksiko dan Kanada. Trump juga akan memperluas tarif pada semikonduktor, logam untuk produksi perangkat keras militer, farmasi, serta minyak dan gas.