Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Benarkah mereka manja ?

Profil para pengusaha yang dibesarkan dalam keppres 10 masing-masing: tunky ariwibowo, fadel muhammad, yusuf m. kalla, arifin panigoro, wiwoho basuki. ada yang siap bersaing, ada yang sudah berlaga di medan internasional.

2 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUNKY ARIWIBOWO, Direktur Utama Krakatau Steel dan Menteri Muda Perindustrian. Sebagai orang baru dalam jajaran Kabinet Pembangunan V, paling tidak ada dua perkara yang belum diketahui Tunky Ariwibowo. Pertama, statusnya sebagai direktur utama PT Krakatau Steel. Adakah ia terus memangku jabatan itu, "tergantung bagaimana keputusan Bapak Presiden nanti," demikian Tunky. Kedua, mengenai berita bahwa Keppres 10 akan dihapuskan. Kepada TEMPO ia mengaku, belum mendengar berita penting itu. PT Krakatau Steel termasuk dalam kelompok yang diuntungkan dengan adanya Keppres 10 tersebut. "Karena orang membeli baja, pipa, harus melalui tim Keppres 10. Mereka yang memutuskan untuk membeli produksi dalam negeri. Kalau baja 'kan tidak lari ke mana-mana, kecuali ke Krakatau Steel," kata Tunky "Kami senang karenanya." Menurut Menteri Muda ini, proteksi yang dinikmati Krakatau Steel hanyalah dalam soal pengendalian impor. "Itu juga dimaksudkan dalam rangka mendidik masyarakat untuk memakai produksi dalam negeri. Tetapi secara bertahap sudah kami lepaskan," ujarnya. Dari 100 macam produk yang dikendalikan, sekarang, terutama setelah Pakdes, tinggal separuhnya. Sembari duduk santai, Tunky menuturkan bahwa ketika delapan tahun lalu pemerintah memutuskan membentuk tim Keppres 10, keadaan memang membutuhkannya. Kebijaksanaan tersebut juga ikut menentukan langkah-langkah manajemen Krakatau Steel. Termasuk yang menyangkut pengadaan dalam rangka capital expenditure terutama yang nilainya melewati Rp 500 juta. Tetapi jika pengadaan tersebut berkaitan dengan kegiatan operasional, Krakatau Steel dibebaskan dari kewajiban melewati gerbang Keppres 10. Kok bisa? Kelonggaran ini merupakan hasil perundingan Krakatau Steel dengan ketua tim (waktu itu Mensesneg Sudharmono) dan wakilnya, J.B. Sumarlin. "Dasarnya, menurut saya, kegiatan operasional yang rutin kami tangani sendiri. Perusahaan harus cepat mengambil keputusan," begitulah penjelasan Tunky mengenai keistimewaan yang diperolehnya. FADEL MUHAMMAD, Direktur Utama PT Bukaka Teknik. Rencana revisi Keppres 10 disambut baik oleh Fadel Muhammad. Mengapa? "Supaya proyek-proyek besar nantinya hanya dikerjakan oleh mereka yang profesional," katanya lugas. Ia tidak memungkiri bahwa keppres tersebut telah sangat menolong perkembangan banyak usaha dalam negeri. Tapi sejauh mana kebijaksanaan itu cukup atau belum melindungi produksi dalam negeri, menurut Fadel, masih sangat relatif. "Ukurannya seharusnyaadalah mental," kata pengusaha ini, seraya mengernyitkan alis. "Sudah siapkah mental orang di departemen dengan ketentuan berwawasan nasional. Siapkah mereka, kalau mereka membeli produksi dalam negeri berarti ada manfaatnya secara nasional?" Tapi dalam suasana proteksi, berapa persen kelebihan harga di atas rata-rata harga pasar bisa ditoleransi? "Tergantung peralatannya," jawab Fadel. "Untuk Bukaka, kami selalu mendapatkan hara sama dengan harga impor. Dalam permesinan kita bisa bersaing. Banyak barang dari luar negeri yang dijual sampai beberapa kali lipat di sini. Ia berpendapat, lembaga untuk mengecek patokan harga perlu diadakan. Supaya tak ada kenaikan sewenang-wenang. Yang masih bisa ditoleransi, menurut Fadel, adalah lima atau enam persen di atas harga standar. Namun, ia tidak setuju jika beberapa barang atau alat dari luar negeri yang memang murah kemudian diproduksi juga di dalam negeri. "Kita harus lebih selektif," katanya. "Dan saya kira, kita memiliki lembaga-lembaga untuk menyeleksi. BPPT, umpamanya saja." Ia kemudian menekankan, "Kita perlu melihat produk-produk yang mempunyai comparative advantage." YUSUF M. KALLA, Pemimpin Grup Kalla Bisnis Yusuf M. Kalla, 46 tahun, berkembang pesat. Ada enam perusahaan yang dikelolanya di antaranya: NV Haji Kalla Trading Coy, PT Bumi Karsa, PT Bukaka Teknik Utama. Ia terutama bergerak di bidang industri alat-alat berat. Pengembangan usahanya banyak dimungkinkan oleh Keppres 10, lebih-lebih setelah muncul Keppres 14 yang disusul dengan Keppres 14 A (1980), lalu Keppres 8 (1981). Kini aset seluruh grup perusahaan Kalla menggumpal sampai Rp 50 milyar. Dalam pandangan Yusuf Kalla, pada prinsipnya keppres-keppres itu berusaha meningkatkan peranan perusahaan priburni, dan memberi kesempatan perusahaan daerah untuk memenangkan tender. Sejak saat itu, "banyak tender dari proyek-proyek pemerintah yang kami tangani," tutur pengusaha yang punya tambak udang itu. Misalnya, proyek pembuatan peralatan perminyakan, mobil khusus, peralatan konstruksi, dan steel transmission poer. Tiap tahun proyek yang dikerjakanbernilai Rp 25 milyar, 30% di antaranya dari tender pemerintah. Sekneg sumbernya. "Di situ Sekneg dapat bertindak sebagai 'wasit' dalam menjatuhkan kepada siapa sebuah tender diberikan," tambahya. Dikhawatirkan oleh Achmad Kalla - orang kedua setelah Yusuf Kalla - bila peranan Sekneg dihilangkan, produk dalam negeri akan menurun volumenya. Kemudian tersaingi oleh produk luar negeri. "Itu bisa terjadi bila sistem yang baru tidak mengandung prinsip, sebagaimana prinsip yang dipunyai Sekneg," katanya. Tapi Yusuf Kalla yakin bahwa revisi Keppres 10 bukan berarti menjidakan kesempatan, melainkan mengubah prosedurnya. Kalau dulu, katanya, peranan Sekneg sangat menentukan tender dari proyek instansi tertentu, sekarang departemen-departemen itulah yang akan menentukan. "Pokoknya, kami siap tempur dan bersaing demi menyukseskan program pemerintah dalam merangsang pertumbuhan produk-produk dalam negeri," ujarnya. Kesiapan itu sudah ditunjang dengan membina tenaga-tenaga ahli, modal, serta sarana lainnya. Bisnisnya memag tak melayani pasaran domestik melulu. Menurut Achmad Kalla, mereka pernah ekspor aspal dan peralatan konstruksi, yang nilainya sekitar 1 juta dolar. ARIFIN PANIGORO, Direktur MEDCO Arifin Panigoro tak menyembunyikan keheranannya ketika mendengar Keppres 10 akan berganti wajah. Baginya, keppres yang melahirkan tim pengendah produksi dalam negeri ini mendatangkan banyak hal positif. "Tim pengendali itu mampu memutuskan apakah suatu pengeboran bisa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri atau tidak," katanya terus terang. Dengan demikian, tercipta kondisi yang lebih menguntungkan, dibanding masa praKeppres 10, ketika ia harus bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing, yang memiliki peralatan lebih canggih. Saat itu, MEDCO, yang baru didirikan tahun 1980, hanya bisa menangani pengeboran kecil-kecilan, di bawah US$ 500 ribu. Jujur diungkapkannya, berkat Keppres 10, MEDCO memperoleh sejumlah kesempatan untuk menangani--setelah menang tender, tentu - kontrak pengeboran di atas 500 ribu dolar. Proyek yang digarapnya, antara lain, jasa pengeboran di Aceh, Sumatera Selatan, Jawa Ambon, Sulawesi, Seram. Kini aset perusahaannya berkembang menjadi sekitar Rp 30 milyar. Di bidang pengeboran itu, dibuktikan Arifin bahwa kerja lapangan yang sulit bukanlah monopoli perusahaan asmg semata-mata. Selain itu, biaya operasinya juga bukan main-main. Menurut Arifin, dalam kegiatan pengeboran, sehari bisa menghabiskan US$ 5.000-10.000. Sedangkan kontrak itu bisa berbulan-bulan. "Di sinilah salah satu tugas tim pengendali, untuk melihat apakah sebuah perusahaan jasa pengeboran pantas meneken kontrak atau tidak," katanya. Dan lewat Keppres 10 MEDCO memperoleh kesempatan, begitu pula perusahaan pribumi lain. Kalau keppres itu dihapus, bagaimana? "Saya berharap akan diganti dengan kebijaksanaan baru, yang tetap memberi prioritas bagi pengembangan perusahaan-perusahaan dalam negeri. Soal bentuk tak jadi masalah baginya. Yang dipentingkan adalah perlindungan pemerintah terhadap usaha dalam negeri yang memang mampu. "Bukan berarti saya takut, sebab suatu usaha itu pada hakikatnya adalah persaingan. Namun, akan lebih baik bila perusahaan-perusahaan dalam negeri tetap diberi prioritas, seperti yang pernah diterapkan melalui Keppres 10 itu," katanya pula. Alasan Arifin masuk akal sebagian besar pekerjaan yang ia lakukan bernilai lebih dari 500 ribu dolar, yang selama ini diputuskan melalui Sekneg. WIWOHO BASUKI, Direktur Pelaksana PT Tripatra Engineering "Tidak bisa dikatakan bahwa perusahaan ini baru maju dan berkembang setelah adanya Keppres 10, karena kita sudah berdiri sejak tahun 1972, sedang keppresnya baru keluar tahun 1980," begitu komentar Wiwoho Basuki. Diakuinya, Keppres 10 mendorong pengusaha menghasilkan produk atau jasa yang berbobot nasional. "Keppres 10 ini berguna karena memberi peluang baru yang dulu susah didapat, padahal kita mampu," tutur Basuki, yang jumlah pegawainya hampir 1.000 orang itu. Perusahaannya kini mengerjakan perekayasaan anjungan lepas pantai di Jawa dan Natuna, dan 50-60 persen usahanya tergantung proyek-proyek pemerintah. Ini wajar, karena kegiatan seperti pembangunan jalan dan perminyakan memang hanya ditangani oleh pemerintah. Tapi Basuki merasa, kemajuan Tripatra bukan hanya karena adanya Keppres 10 itu. Lagi pula, pengusaha tak bisa ongkang-ongkang lalu dapat untung. Sebab, sistem tender, meski menghendaki harga minimum, menuntut kualitas optimum. "Jadi, susah dikatakan banyak keuntngan dari Keppres 10 ini," kata Basuki. Basuki juga sudah memperkirakan, suatu saat Keppres 10 bakal diubah atau dihapus. Tapi yang lebih penting sebetulnya adalah mengupayakan agar tujuan Keppres 10 misalnya tentang peningkatan produksi dalam negeri - bisa dikembangkan di departemen. Ia sendiri tidak khawatir terhadap revisi Keppres 10 itu. "Kita toh sudah berusaha sebelum Keppres 10 keluar," ucapnya ringan. Hanya saja, ia merasa bahwa pihak mana pun harus waspada, agar kebaikan Keppres 10 jangan sampai hilang. "Saya kira, bukan maksud pemerintah untuk mempersulit, tapi hanya mengembalikan fungsi pengendalian ke departemen," begitu kesimpulan Basuki akhirnya. Suhardjo Hs., Mohamad Cholid, Priyono B. Sumbogo, Diah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus